Dosa-dosa Besar : Syirik (Menyekutukan Allah)

Yuk bagikan infonya...

islamic-art-51-2

Allah SWT dalam Al Qur’an surat An Nisa ayat 48 berfirman :

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَاءُ وَمَن يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.

Wahai orang-orang yang telah diberi Al-Kitab, berimanlah kalian kepada apa yang telah Kami turunkan (Al-Qur’an) yang membenarkan Kitab yang ada pada kalian sebelum Kami mengubah muka (kalian), lalu Kami putarkan ke belakang atau Kami kutuki mereka sebagaimana Kami telah mengutuki orang-orang (yang berbuat maksiat) pada hari Sabtu. Dan ketetapan Allah pasti berlaku. Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.

Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan kepada Ahli Kitab agar mereka beriman kepada kitab yang diturunkan kepada Rasul-Nya, yaitu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, berupa Al-Qur’an. Di dalam Al-Qur’an terkandung berita yang membenarkan berita-berita yang ada pada kitab mereka menyangkut berita-berita gembira, dan mengandung ancaman bagi mereka jika mereka tidak mau beriman kepadanya. Ancaman ini disebutkan melalui firman-Nya: sebelum Kami mengubah muka (kalian), lalu Kami putarkan ke belakang. (An-Nisa: 47) Sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa makna yang dimaksud oleh firman-Nya: sebelum Kami mengubah muka (kalian). (An-Nisa: 47); At-tams artinya membalikkan, yakni memutarkannya ke arah belakang dan pandangan mereka pun menjadi ada di belakang mereka.

   

Tetapi dapat pula diinterpretasikan bahwa makna firman-Nya: sebelum Kami mengubah muka (kalian). (An-Nisa: 47) ialah Kami tidak akan membiarkan bagi wajah mereka adanya pendengaran, penglihatan, dan penciuman. Tetapi sekalipun demikian, Kami tetap memutarkannya ke arah belakang. Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini, yaitu firman-Nya: sebelum Kami mengubah muka (kalian). (An-Nisa: 47) Yang dimaksud dengan mengubahnya ialah membutakan matanya. lalu Kami putarkan ke belakang. (An-Nisa: 47) Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “”Kami jadikan muka mereka berada di tengkuknya, hingga mereka berjalan mundur, dan kami jadikan pada seseorang dari mereka dua buah mata pada tengkuknya.

Hal yang sama dikatakan oleh Qatadah dan Atiyyah Al-Aufi. Hal ini merupakan siksaan yang paling berat dan pembalasan yang paling pedih. Apa yang diungkapkan oleh Allah dalam firman-Nya ini merupakan perumpamaan tentang keadaan mereka yang berpaling dari perkara yang hak dan kembali kepada perkara yang batil. Mereka menolak hujah yang terang dan menempuh jalan kesesatan dengan langkah yang cepat seraya berjalan mundur ke arah belakang mereka.

Ungkapan ini menurut sebagian ulama sama maknanya dengan pengertian yang terkandung di dalam firman-Nya: Sesungguhnya Kami telah memasang belenggu di leher mereka, lalu tangan mereka (diangkat) ke dagu, maka karena itu mereka tertengadah. Dan kami adakan di hadapan mereka dinding. (Yasin: 8-9), hingga akhir ayat. Dengan kata lain, hal ini merupakan perumpamaan buruk yang dibuatkan oleh Allah tentang mereka dalam hal kesesatan dan penolakan mereka terhadap petunjuk.

Baca juga : 100 Artikel Keislaman tentang Adab, Aqidah, Bisnis, Jihad, Pidana, Nikah, Hukum, Waris, dll

Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: sebelum Kami mengubah muka (kalian). (An-Nisa: 47) Yakni sebelum Kami palingkan mereka dari jalan kebenaran. Lalu Kami putarkan ke belakang. (An-Nisa: 47) Maksudnya, mengembalikan mereka ke jalan kesesatan. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan hal yang semisal dari Ibnu Abbas dan Al-Hasan. As-Suddi mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Lalu Kami putarkan ke belakang. (An-Nisa: 47) Yaitu kami cegah mereka dari jalan kebenaran dan Kami kembalikan mereka kepada kekufuran, Kami kutuk mereka sebagai kera-kera (orang-orang yang bersifat seperti kera).

Menurut Abu Zaid, Allah mengembalikan mereka ke negeri Syam dari tanah Hijaz. Menurut suatu riwayat, Ka’b Al-Ahbar masuk Islam ketika mendengar ayat ini. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Jabir ibnu Nuh, dari Isa ibnul Mugirah yang menceritakan, “”Kami pernah membincangkan perihal Ka’b masuk Islam di dekat Maqam Ibrahim.”” Isa ibnul Mugirah mengatakan bahwa Ka’b masuk Islam pada masa pemerintahan Khalifah Umar.

Pada mulanya ia berangkat menuju ke Baitul Maqdis, lalu ia lewat di Madinah, maka Khalifah Umar keluar menemuinya dan berkata kepadanya, “”Wahai Ka’b, masuk Islamlah kamu.”” Maka Ka’b menjawab, “”Bukankah kalian yang mengatakan dalam kitab kalian hal berikut (yakni firman-Nya): ‘Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal.’ (Al-Jumu’ah: 5) dan sekarang aku membawa kitab Taurat itu.

Baca juga : Amalan Doa Pembuka Pintu Rezeki, Panjang Umur dan Kemudahan Hidup 

Maka Umar membiarkannya.”” Kemudian Ka’b meneruskan perjalanannya. Ketika sampai di Himsa, ia mendengar seorang lelaki dari kalangan ulamanya sedang dalam keadaan sedih seraya membacakan firman-Nya: Wahai orang-orang yang telah diberi Al-Kitab, berimanlah kalian kepada apa yang telah Kami turunkan (Al-Qur’an) yang membenarkan Kitab yang ada pada kalian sebelum Kami mengubah muka (kalian), lalu Kami putarkan ke belakang. (An-Nisa: 47) hingga akhir ayat. Setelah itu Ka’b berkata, “”Ya Tuhanku, sekarang aku masuk Islam.”” Ia bersikap demikian karena takut akan terancam oleh ayat ini, lalu ia kembali dan pulang ke rumah keluarganya di Yaman, kemudian ia datang membawa mereka semua dalam keadaan masuk Islam.

Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dengan lafal yang lain melalui jalur yang lain. Untuk itu ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibnu Nufail, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Waqid, dari Yunus ibnu Hulais, dari Abu Idris (yaitu Aizullah Al-Khaulani) yang menceritakan bahwa Abu Muslim Al-Jalili dan rombongannya, antara lain terdapat Ka’b; dan Ka’b selalu mencelanya karena ia bersikap terlambat, tidak mau tunduk kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam Pada suatu hari Abu Muslim mengirimkan Ka’b untuk melihat apakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam itu benar seperti yang disebutkan olehnya (Ka’b). Ka’b mengatakan bahwa lalu ia segera memacu kendaraannya menuju Madinah.

Setelah sampai di Madinah, tiba-tiba ia menjumpai seorang qari’ sedang membacakan firman-Nya: Wahai orang-orang yang telah diberi Al-Kitab, berimanlah kalian kepada apa yang telah Kami turunkan (Al-Qur’an) yang membenarkan Kitab yang ada pada kalian sebelum Kami mengubah muka (kalian), lalu Kami putarkan ke belakang. (An-Nisa: 47) Maka ia segera mengambil air dan langsung mandi. Ka’b menceritakan, “”Sesungguhnya aku benar-benar menutupi mukaku karena takut akan dikutuk, kemudian aku masuk Islam.”” Firman Allah subhanahu wa ta’ala: atau Kami kutuki mereka sebagaimana Kami telah mengutuki orang-orang (yang berbuat maksiat) pada hari Sabtu. (An-Nisa: 47) Yakni orang-orang yang melanggar larangan menangkap ikan pada hari Sabtu dengan memakai tipu muslihat.

Baca juga : 250 Artikel Aa Gym Pilihan Penyejuk Hati  

Mereka dikutuk oleh Allah menjadi kera-kera dan babi-babi. Dalam surat Al-A’raf kisah mengenai mereka akan disebutkan dengan pembahasan yang terinci. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan ketetapan Allah pasti berlaku. (An-Nisa: 47) Apabila Allah memerintahkan sesuatu, maka Dia tidak dapat ditentang dan tidak dapat dicegah. Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala memberitakan bahwa: Dia tidak akan mengampuni dosa mempersekutukan Dia yakni Dia tidak akan memberikan ampunan kepada seorang hamba yang menghadap kepada-Nya dalam keadaan mempersekutukan Dia. dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu. (An-Nisa: 48) Yang dimaksud dengan ma dalam ayat ini ialah segala macam dosa.

bagi siapa yang dikehendaki-Nya. (An-Nisa: 48) dari kalangan hamba-hamba-Nya. Sehubungan dengan makna ayat ini banyak hadits yang berhubungan dengannya dalam keterangan-keterangannya. Maka berikut ini kami ketengahkan sebagian darinya yang mudah didapat, yaitu: Hadis pertama. [:72] Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Sadaqah ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Abu Imran Al-Jauni, dari Yazid ibnu Abu Musa, dari Siti Aisyah yang menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: Kitab-kitab catatan amal perbuatan di sisi Allah ada tiga macam, yaitu: Kitab catatan yang tidak diindahkan oleh Allah adanya barang sedikit pun, kitab catatan yang tidak dibiarkan oleh Allah barang sedikit pun darinya, dan kitab catatan yang tidak diampuni oleh Allah.

Adapun kitab catatan yang tidak diampuni oleh Allah ialah perbuatan mempersekutukan Allah. Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman: Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Diamengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu. (An-Nisa: 48), hingga akhir ayat. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga. (Al-Maidah: 72) Adapun mengenai kitab Catatan yang tidak diindahkan oleh Allah barang sedikit pun, berkaitan dengan perbuatan aniaya seorang hamba kepada dirinya sendiri menyangkut dosa antara dia dengan Allah, seperti tidak berpuasa sehari atau meninggalkan suatu shalat; maka sesungguhnya Allah mengampuni hal tersebut dan memaafkannya jika Dia menghendaki.

Baca juga : 100 Artikel Motivasi Islam Penyejuk Hati

Adapun mengenai kitab catatan yang tidak dibiarkan oleh Allah barang sedikit pun darinya, maka menyangkut perbuatan aniaya sebagian para hamba terhadap sebagian yang lain, hukumannya ialah qisas sebagai suatu kepastian. Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid (menyendiri). Hadis kedua. [:13] Al-Hafidzh Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan di dalam kitab musnadnya, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Malik, telah menceritakan kepada kami Zaidah ibnu Abuz Zanad An-Namiri, dari Anas ibnu Malik, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah bersabda: Perbuatan aniaya (dosa) itu ada tiga macam, yaitu perbuatan aniaya yang tidak diampuni oleh Allah, perbuatan aniaya yang diampuni oleh Allah, dan perbuatan aniaya yang tidak dibiarkan begitu saja oleh Allah barang sedikit pun darinya.

Adapun perbuatan aniaya yang tidak diampuni oleh Allah ialah perbuatan syirik (mempersekutukan Allah). Allah telah berfirman, “”Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”” (Luqman: 13). Adapun perbuatan aniaya yang diampuni oleh Allah ialah perbuatan aniaya para hamba terhadap dirinya masing-masing menyangkut dosa antara mereka dengan Tuhan mereka. Dan adapun mengenai perbuatan aniaya yang tidak dibiarkan oleh Allah ialah perbuatan aniaya sebagian para hamba atas sebagian yang lain, hingga Allah memperkenankan sebagian dari mereka untuk menuntut balas kepada sebagian yang lain (yang berbuat aniaya).

Hadis ketiga. Imam Ahmad mengatakan. telah menceritakan kepada kami Safwan ibnu Isa, telah menceritakan kepada kami Saur ibnu Yazid, dari Abu Aun, dari Abu Idris yang menceritakan bahwa ia telah mendengar Mu’awiyah mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Semua dosa mudah-mudahan diampuni oleh Allah kecuali dosa seseorang yang mati dalam keadaan kafir atau seseorang membunuh seorang mukmin dengan sengaja. Imam An-Nasai meriwayatkannya melalui Muhammad ibnu Musanna, dari Safwan ibnu Isa dengan lafal yang sama.

Baca juga : Sholawat Nariyah dan Keutamaannya

Hadis keempat. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim ibnul Qasim, telah menceritakan kepada kami Abdul Hamid, telah menceritakan kepada kami Syahr, telah menceritakan kepada kami Ibnu Tamim, bahwa Abu Zar pernah menceritakan kepadanya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah bersabda: Sesungguhnya Allah berfirman, “”Wahai hamba-Ku, selagi kamu menyembah-Ku dan berharap kepada-Ku, maka sesungguhnya Aku mengampuni kamu atas semua dosa yang telah kamu lakukan. Wahai hamba-Ku, sesungguhnya jika kamu menghadap kepada-Ku dengan dosa-dosa yang sepenuh bumi, kemudian kamu bersua dengan-Ku dalam keadaan tidak mempersekutukan diri-Ku dengan sesuatu pun.

niscaya Aku membalasmu dengan ampunan sepenuh bumi.”” Hadis diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid bila ditinjau dari segi sanad ini. Hadis kelima. “”! Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdus Samad, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada Kami Husain Ibnu Buraidah; Yahya ibnu Ya’mur pernah menceritakan kepadanya bahwa Abul Aswad Ad-Daili pernah menceritakan kepadanya bahwa Abu Zar pernah menceritakan kepadanya bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda: Tidak sekali-kali seorang hamba mengucapkan kalimah “”Tidak ada Tuhan selain Allah””, kemudian ia meninggal dunia dalam keadaan seperti itu, niscaya ia masuk surga.

Aku (Abu Zar) bertanya, “”Sekalipun dia telah berbuat zina dan mencuri?”” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “”Sekalipun dia berbuat zina dan sekalipun dia mencuri.”” Abu Zar bertanya lagi, “”Sekalipun dia telah berzina dan mencuri?”” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “”Sekalipun dia berbuat zina dan sekalipun mencuri,”” sebanyak tiga kali, dan pada yang keempat kalinya beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “”Sekalipun hidung Abu Zar keropos.”” Abul Aswad Ad-Daili melanjutkan kisahnya, bahwa setelah itu Abu Zar keluar seraya menyingsingkan kainnya (karena ketakutan) sambil bergumam, “”Sekalipun hidung Abu Zar keropos.”” Dan tersebutlah bahwa setelah itu jika Abu Zar menceritakan hadits ini selalu mengatakan di akhirnya, “”Sekalipun hidung Abu Zar keropos.”” Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadits ini melalui Husain dengan lafal yang sama.

Jalur lain mengenai hadits Abu Zar. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu’awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A’masy, dari Zaid ibnu Wahb, dari Abu Zar yang menceritakan bahwa ketika ia sedang berjalan bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di tanah lapang Madinah pada suatu petang hari, seraya memandang ke arah Bukit Uhud, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “”Wahai Abu Zar!”” Aku (Abu Zar) menjawab, “”Labaika, ya Rasulullah.”” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “”Aku tidak suka sekiranya Bukit Uhud itu menjadi emas milikku, lalu berlalu masa tiga hari, sedangkan pada diriku masih tersisa dari dinar darinya melainkan satu dinar yang kusimpan, yakni untuk membayar utangnya kecuali aku menyedekahkannya kepada hamba-hamba Allah seperti ini.”” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan demikian seraya meraupkan kedua tangannya dari arah kanan, dari arah kiri, dan dari arah depannya (memperagakan pengambilan untuk sedekahnya).

Abu Zar melanjutkan kisahnya, “”Setelah itu kami melanjutkan perjalanan kami, dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Wahai Abu Zar, sesungguhnya orang-orang yang memiliki harta yang banyak kelak adalah orang-orang yang paling sedikit memiliki pahala di hari kiamat, kecuali orang-orang yang bersedekah seperti ini dan seperti ini.’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan demikian seraya memperagakannya dengan meraupkan kedua tangan dari arah kanan, arah kiri, dan bagian depannya.”” Abu Zar melanjutkan kisahnya, “”Lalu kami melanjutkan perjalanan kami, dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Wahai Abu Zar, tetaplah kamu di tempatmu sekarang hingga aku datang kepadamu’.”” Abu Zar melanjutkan kisahnya, “”Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pergi hingga tidak kelihatan olehku. Lalu aku mendengar suara gemuruh, dan aku berkata (kepada diriku sendiri), ‘Barangkali Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengalami suatu gangguan.’ Ketika aku hendak mengikutinya, aku teringat kepada pesan beliau yang mengatakan, ‘Jangan kamu tinggalkan tempatmu ini hingga aku datang kepadamu.’ Maka terpaksa aku diam menunggu hingga beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam datang. Lalu aku ceritakan kepadanya suara gemuruh yang tadi aku dengar.

Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Dia adalah Jibril, datang menemuiku, lalu berkata, ‘Barang siapa dari kalangan umatmu yang meninggal dunia dalam keadaan tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun, niscaya dia masuk surga.’ Aku (Abu Zar) bertanya, ‘Sekalipun dia telah berbuat zina dan sekalipun ia telah mencuri?’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sekalipun dia berzina dan sekalipun dia mencuri’.”” Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkannya di dalam kitab sahih masing-masing melalui hadits Al-A’masy dengan lafal yang sama. Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkannya pula dari Qutaibah, dari Jarir, dari Abdul Hamid, dari Abdul Aziz ibnu Raff, dari Zaid ibnu Wahb, dari Abu Zar yang menceritakan: .

bahwa di suatu malam ia pernah keluar. Tiba-tiba ia bersua dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sedang berjalan sendirian tanpa ditemani oleh seorang pun. Abu Zar mengatakan bahwa ia menduga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang dalam keadaan tidak suka berjalan dengan seorang teman pun. Maka aku (Abu Zar) berjalan dari kejauhan di bawah terang sinar rembulan. Tetapi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menoleh ke belakang dan melihatku. Maka beliau bertanya, “”Siapakah kamu?”” Aku menjawab, “”Abu Zar, semoga Allah menjadikan diriku sebagai tebusanmu.”” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “”Wahai Abu Zar, kemarilah!”” Lalu aku berjalan bersama beliau selama sesaat, dan beliau bersabda: Sesungguhnya orang-orang yang memperbanyak hartanya adalah orang-orang yang mempunyai sedikit pahala kelak di hari kiamat, kecuali orang yang diberi kebaikan (harta) oleh Allah, lalu ia menyebarkannya (menyedekahkannya) ke arah kanan, ke arah kiri, ke arah depan, dan ke arah belakangnya, serta harta itu ia gunakan untuk kebaikan.

Aku berjalan lagi bersamanya selama sesaat, lalu ia bersabda kepadaku, “”Duduklah di sini.”” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruhku duduk di suatu legokan yang dikelilingi oleh bebatuan. Kemudian beliau bersabda, “”Duduklah di sini hingga aku kembali kepadamu!”” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pergi ke arah harrah (padang pasir) hingga aku tidak melihatnya lagi. Beliau cukup lama pergi meninggalkan aku. Beberapa lama kemudian aku mendengar suara langkah-langkah beliau datang seraya mengatakan, “”Sekalipun dia telah berzina dan sekalipun dia telah mencuri.”” Ketika beliau datang, aku tidak sabar lagi untuk mengajukan pertanyaan. Lalu aku bertanya, “”Wahai Rasulullah, semoga Allah menjadikan diriku ini sebagai tebusanmu, siapakah orang yang berbicara denganmu di dekat harrah tadi? Karena sesungguhnya aku mendengar suara seseorang yang melakukan tanya jawab denganmu.”” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Dia adalah Jibril yang menampakkan dirinya kepadaku di sebelah padang itu, lalu dia berkata, “”Sampaikanlah berita gembira ini kepada umatmu, bahwa barang siapa yang mati dalam keadaan tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun, niscaya ia masuk surga.”” Aku bertanya, “”Wahai Jibril, sekalipun dia telah mencuri dan telah berbuat zina?”” Jibril menjawab, “”Ya.”” Aku bertanya, “”Sekalipun dia telah mencuri dan berbuat zina?”” Jibril menjawab, “”Ya.”” Aku bertanya lagi, “”Dan sekalipun ia telah mencuri dan berbuat zina?”” Jibril menjawab, “”Ya, sekalipun ia telah minum khamr.”” Hadis keenam.

Abdu ibnu Humaid menceritakan di dalam kitab musnadnya, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Musa, dari Ibnu Abu Laila, dari Abuz Zubair, dari Jabir yang menceritakan bahwa ada seorang lelaki datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu bertanya, “”Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan dua perkara yang memastikan itu?”” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Barang siapa yang mati dalam keadaan tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun, pastilah ia masuk surga. Dan barang siapa yang mati dalam keadaan mempersekutukan Allah dengan sesuatu, pastilah ia masuk neraka.

Abdu ibnu Humaid mengetengahkan hadits ini secara munfarid, bila ditinjau dari sanad ini, lalu ia mengetengahkan hadits ini hingga selesai. Jalur lain. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Amr ibnu Khallad Al-Harrani, telah menceritakan kepada kami Mansur ibnu Ismail Al-Qurasyi, telah menceritakan kepada kami Musa Ibnu Ubaidah At-At-Tirmidzi, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Ubaidah, dari Jabir ibnu Abdullah yang menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: Tidak sekali-kali seseorang meninggal dunia dalam keadaan tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun, melainkan magfirah (ampunan) dapat mengenainya; jika Allah menghendaki, mengazabnya; dan jika Dia menghendaki, niscaya mengampuninya.

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Al-Hafidzh Abu Ya’la meriwayatkannya di dalam kitab musnad melalui hadits Musa ibnu Ubaidah, dari saudaranya (yaitu Abdullah ibnu Ubaidah), dari Jabir. bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: Magfirah (ampunan Allah) terus-menerus mengenai seorang hamba selagi dia tidak melakukan hijab (dosa yang menghalangi ampunan). Seseorang ada yang bertanya, “”Apakah yang dimaksud dengan hijab itu, wahai Nabi Allah?”” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “”Mempersekutukan Allah.”” Selanjutnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Tidak sekali-kali seseorang menghadap kepada Allah dalam keadaan tidak mempersekutukan Dia dengan sesuatu pun, melainkan ia akan memperoleh ampunan dari Allah subhanahu wa ta’ala Jika Dia menghendaki untuk mengazabnya (Dia akan mengazabnya), dan jika Dia menghendaki untuk mengampuninya (Dia akan mengampuninya). Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membacakan firman-Nya: Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. An-Nisa: 48) Hadis ketujuh. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Na’im, telah menceritakan kepada kami Zakaria, dari Atiyyah, dari Abu Sa’id Al-Khudri yang menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: Barang siapa yang meninggal dunia dalam keadaan tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun, niscaya masuk surga.

Ditinjau dari segi sanad ini Imam Ahmad meriwayatkannya secara munfarid (menyendiri). Hadis kedelapan. Imam Ahmad mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Hasan ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Ibnu Luhai’ah, telah menceritakan kepada kami Abu Qabil, dari Abdullah ibnu Nasyir, dari Bani Sari yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abu Rahm seorang ulama Syam mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abu Ayub Al-Ansari menceritakan hadits berikut: Di suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar menjumpai mereka (para sahabat). Lalu beliau bersabda, “”Sesungguhnya Tuhan kalian Yang Mahaagung lagi Mahatinggi telah menyuruhku memilih antara tujuh puluh ribu orang masuk surga dengan cuma-cuma tanpa hisab dan simpanan yang ada di sisi-Nya bagi umatku.”” Salah seorang sahabat bertanya, “”Wahai Rasulullah, apakah Tuhanmu menyimpan hal tersebut?”” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (tidak menjawab), lalu masuk (ke dalam rumah), kemudian ke luar lagi seraya bertakbir dan bersabda, “”Sesungguhnya Tuhanku memberikan tambahan kepadaku pada setiap seribu orang (dari mereka yang tujuh puluh ribu itu) ditemani oleh tujuh puluh ribu orang lagi, dan (menyuruhku memilih antara itu dengan) simpanan di sisi-Nya.”” Abu Rahm (perawi) bertanya, “”Wahai Abu Ayyub, apakah yang dimaksud dengan simpanan buat Rasulullah itu menurut dugaanmu? Agar tidak menjadi bahan pertanyaan orang-orang yang nantinya mereka mengatakan, ‘Apakah urusanmu dengan simpanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?’.”” Akhirnya Abu Ayyub mengatakan, “”Biarkanlah lelaki ini, jangan kalian hiraukan.

Aku akan menceritakan kepada kalian tentang simpanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam itu menurut dugaanku bahkan dia mengatakan demikian seakan-akan merasa yakin. Sesungguhnya simpanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam itu adalah sabda beliau yang mengatakan: ‘Barang siapa yang telah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, dan Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya, dengan lisannya yang dibenarkan oleh kalbunya, niscaya ia masuk surga’.”” Hadis kesembilan. : Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa ayahku telah menceritakan kepada kami, telah menceritakan kepada kami Muammal ibnul Fadl Al-Harrani, telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Yunus.

Juga telah menceritakan kepada kami Hasyim ibnul Qasim Al-Harrani melalui suratnya yang ditujukan kepadaku, telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Yunus sendiri, dari Wasil ibnus Saib Ar-Raqqasyi, dari Abu Surah (keponakan Abu Ayyub Al-Ansari), dari Abu Ayyub yang menceritakan bahwa seorang lelaki datang menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu bertanya, “”Sesungguhnya aku mempunyai seorang keponakan yang tidak pernah berhenti dari melakukan perbuatan yang diharamkan.”” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “”Apakah agama yang dipeluknya?”” Ia menjawab, “”Dia shalat dan mengesakan Allah subhanahu wa ta’ala”” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “”Agamanya kamu minta saja. Apabila ia tidak mau memberikan, maka belilah darinya.”” Lelaki itu berangkat dan meminta hal tersebut kepada keponakannya, tetapi si keponakan tetap menolaknya (tidak mau memberi, tidak mau pula menjualnya).

Maka lelaki itu datang menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menceritakan hal tersebut seraya berkata, “”Aku menjumpainya sangat teguh dengan agamanya.”” Abu Ayyub melanjutkan kisahnya, bahwa setelah itu turunlah firman-Nya: Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. (An-Nisa: 48) Hadis kesepuluh. Al-Hafidzh Abu Ya’la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Amr ibnud Dahhak, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Hammam Al-Hanai, telah menceritakan kepada kami Sabit, dari Anas yang menceritakan bahwa seorang lelaki datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu bertanya, “”Wahai Rasulullah, aku tidak pernah membiarkan suatu keperluan pun dan tidak pula seorang pun yang perlu ditolong melainkan aku memberinya.”” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “”Bukankah kamu telah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah?”” Hal ini dikatakannya sebanyak tiga kali.

Lelaki itu menjawab, “”Ya.”” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “”Maka sesungguhnya kesaksianmu itulah yang membuat semuanya diterima.”” Hadis kesebelas. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Amir, telah menceritakan kepada kami Ikrimah ibnu Ammar, dari Damdam ibnu Jausy Al-Yamami yang mengatakan bahwa Abu Hurairah pernah berkata kepadanya, “”Wahai Yamami, jangan sekali-kali kamu mengatakan terhadap seseorang, ‘Semoga Allah tidak mengampunimu, atau semoga Allah tidak memasukkanmu ke dalam surga’.”” Aku (Yamami) berkata, “”Wahai Abu Hurairah, sesungguhnya kalimat tersebut biasa dikatakan oleh seseorang terhadap saudaranya dan temannya jika ia dalam keadaan marah.”” Abu Hurairah berkata, “”Jangan kamu katakan hal itu, karena sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”” yaitu: Dahulu di kalangan umat Bani Israil terdapat dua orang lelaki; salah seorangnya rajin beribadah, sedangkan yang lainnya zalim terhadap dirinya sendiri (tukang maksiat); keduanya sudah seperti saudara.

Orang yang rajin ibadah selalu melihat saudaranya berbuat dosa dan mengatakan kepadanya, “”Wahai kamu, hentikanlah perbuatanmu.”” Tetapi saudaranya itu menjawab, “”Biarkanlah aku dan Tuhanku, apakah kamu ditugaskan untuk terus mengawasiku?”” Hingga pada suatu hari yang rajin beribadah melihat saudaranya tukang maksiat itu melakukan suatu perbuatan dosa yang menurut penilaiannya sangat besar. Maka ia berkata kepadanya, “”Wahai kamu, hentikanlah perbuatanmu.”” Dan orang yang ditegurnya menjawab, “”Biarkanlah aku, ini urusan Tuhanku, apakah engkau diutus sebagai pengawasku?”” Maka yang rajin beribadah berkata, “”Demi Allah, semoga Allah tidak memberikan ampunan kepadamu, atau semoga Allah tidak memasukkanmu ke surga untuk selama-lamanya.”” Abu Hurairah melanjutkan kisahnya: bahwa setelah itu Allah mengutus seorang malaikat untuk mencabut nyawa kedua orang tersebut, dan keduanya berkumpul di hadapan Allah.

Maka Allah subhanahu wa ta’ala berfirman kepada orang yang berdosa, “”Pergilah, dan masuklah ke dalam surga karena rahmat-Ku.”” Sedangkan kepada yang lainnya Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “”Apakah kamu merasa alim, apakah kamu mampu meraih apa yang ada di tangan kekuasaan-Ku? Bawalah dia ke dalam neraka!”” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “”Demi Tuhan yang jiwa Abul Qasim berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya orang tersebut (yang masuk neraka) benar-benar mengucapkan suatu kalimat yang menghancurkan dunia dan akhiratnya.”” Imam Abu Dawud meriwayatkannya melalui hadits Ikrimah ibnu Ammar, bahwa Damdam ibnu Jausy menceritakan kepadanya dengan lafal yang sama. Hadis kedua belas. Imam Ath-Thabarani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abusy Syekh, dari Muhammad ibnul Hasan ibnu Ajlan Al-Asfahani, telah menceritakan kepada kami Salamah ibnu Syabib, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnul Hakam ibnu Abban, dari ayahnya, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah bersabda: Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “”Barang siapa yang mengetahui bahwa Aku mempunyai kekuasaan untuk mengampuni segala dosa, niscaya Aku memberikan ampunan baginya tanpa peduli selagi dia tidak mempersekutukan Aku dengan sesuatu.

Hadis ketiga belas. Al-Hafidzh Abu Bakar Al-Bazzar dan Al-Hafidzh Abu Ya’la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hudbah (yaitu Ibnu Khalid), telah menceritakan kepada kami Sahl ibnu Abu Hazm, dari Sabit, dari Anas yang mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: Barang siapa yang dijanjikan suatu pahala oleh Allah atas suatu amal perbuatan, maka Dia pasti menunaikan pahala itu baginya. Dan barang siapa yang diancam oleh Allah mendapat suatu siksaan karena suatu amal perbuatan, maka Dia sehubungan dengan hal ini bersikap memilih (antara memaafkan dan menghukum).

Hadis ini diriwayatkan secara munfarid. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bahr ibnu Nasr Al-Khaulani, telah menceritakan kepada kami Khalid (yakni Ibnu Abdur Rahman Al-Khurrasani), telah menceritakan kepada kami Al-Haisam ibnu Hammad, dari Salam ibnu Abu Muti’, dari Bakr ibnu Abdullah Al-Muzani, dari Ibnu Umar yang menceritakan bahwa kami sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak meragukan lagi terhadap pembunuh jiwa, pemakan harta anak yatim, menuduh berzina wanita yang memelihara kehormatannya, dan saksi palsu (bahwa mereka pasti masuk neraka), hingga turun ayat ini, yaitu firman-Nya: Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa selain (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. (An-Nisa: 48) Maka sejak saat itu semua sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menahan diri dari kesaksian.

Ibnu Jarir meriwayatkannya melalui hadits Al-Haisam ibnu Hammad dengan lafal yang sama. Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abdul Malik ibnu Abdur Rahman Al-Muqri, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Asim, telah menceritakan kepada kami Saleh (yakni Al-Murri), telah menceritakan kepada kami Abu Bisyr, dari Ayyub, dari Nafi’, dari Ibnu Umar yang mengatakan, “”Dahulu kami tidak meragukan lagi terhadap orang yang dipastikan oleh Allah masuk neraka di dalam Al-Qur’an, hingga turun kepada kami ayat ini, yaitu firman-Nya: ‘Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya”” (An-Nisa: 48).

Setelah kami mendengar ayat ini, maka kami menahan diri dari kesaksian dan mengembalikan segala urusan kepada Allah subhanahu wa ta’ala”” Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Syaiban ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Harb ibnu Syuraib, dari Ayyub, dari Nafi’, dari Ibnu Umar yang mengatakan, “”Dahulu kami tidak mau memohon ampun buat orang-orang yang berdosa besar, hingga kami mendengar Nabi kami membacakan firman-Nya: ‘Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya’ (An-Nisa: 48).

Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda: ‘Aku tangguhkan syafaatku buat orang-orang yang berdosa besar dari umatku kelak di hari kiamat’.”” Abu Ja’far Ar-Razi meriwayatkan dari Ar-Rabi’, telah menceritakan kepadaku Muhabbar, dari Abdullah ibnu Umar yang menceritakan bahwa ketika ayat ini diturunkan,yaitu firman-Nya: Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. (Az-Zumar: 53), hingga akhir ayat. Maka ada seorang lelaki berdiri dan bertanya, “”Bagaimanakah dengan dosa mempersekutukan Allah, wahai Nabi Allah?”” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak suka dengan pertanyaan tersebut, lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam membacakan firman-Nya: Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (An-Nisa: 48) Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.

Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Mardawaih melalui berbagai jalur dari Ibnu Ulnar. Ayat yang ada dalam surat Az-Zumar tadi mengandung suatu syarat, yaitu tobat. Maka barang siapa yang bertobat dari dosa apapun, sekalipun ia melakukannya berulang-ulang, niscaya Allah menerima tobatnya. Karena itulah disebutkan di dalam firman-Nya: Katakanlah, “”Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah.

Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya.”” (Az-Zumar: 53) Yakni dengan syarat tobat. Seandainya diartikan tidak demikian, niscaya termasuk pula ke dalam pengertian ayat ini dosa mempersekutukan Allah. Pengertian ini jelas tidak benar, mengingat Allah subhanahu wa ta’ala telah memastikan tiada ampunan bagi dosa syirik dalam ayat ini (An-Nisa: 48), dan Dia telah memastikan pula bahwa Dia mengampuni semua dosa selain dari dosa mempersekutukan Allah, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Dengan kata lain, sekalipun pelakunya belum bertobat, hal ini memberikan pengertian bahwa ayat surat An-Nisa ini lebih besar harapannya daripada ayat surat Az-Zumar tadi, bila ditinjau dari segi ini.

Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (An-Nisa: 48) Ayat ini sama maknanya dengan ayat lain, yaitu firman-Nya: sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar. (Luqman: 13) Di dalam kitab Sahihain disebutkan sebuah hadits melalui Ibnu Mas’ud yang menceritakan hadits berikut: Aku bertanya, “”Wahai Rasulullah, dosa apakah yang paling besar? Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “”Bila kamu menjadikan tandingan bagi Allah, padahal Dialah Yang menciptakanmu. hingga akhir hadits. Ibnu Mardawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Ibrahim ibnu Zaid, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Amr, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnul Munzir, telah menceritakan kepada kami Maan, telah menceritakan kepada kami Sa’id ibnu Basyir, dari Qatadah, dari Al-Hasan, dari Imran ibnu Husain, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda: Aku akan menceritakan kepada kalian tentang dosa besar yang paling berat, yaitu mempersekutukan Allah.

Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam membacakan firman-Nya: Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (An-Nisa: 48) ; dan menyakiti kedua orang tua. Lalu beliau membacakan firman-Nya: Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembali kalian. (Luqman: 14)

Referensi : Tafsir Surat An Nisa Ayat 48

Artikel Utama : Dosa Besar

Ayo bagikan sebagai sedekah…


Yuk bagikan infonya...

About Auther:

Info Biografi

BUKU TES TNI POLRI AKMIL AKPOL 2024
Hello. Add your message here.