SYAHADAH (KESAKSIAN)

Yuk bagikan infonya...

hukum

A. Pengertian Syahadah

Syahadah adalah seseorang menjelaskan dengan jujur apa yang telah dilihat atau didengarnya.

B. Hukum Kesaksian

Kesaksian hukumnya fardhu kifayah bagi seseorang yang ditunjuk supaya melakukannya. Hal tersebut berdasarkan Firman Allah SWT,

“Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki di antaramu. Jika tidak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-suksi yang kamu ridhai” (Al-Baqarah: 282).

Juga Firman Allah SWT,

“Dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya.” (Al-Baqarah: 283).

Kemudian berdasarkan sabda Rasulullah SAW,

“Maukah aku beritahukan kepada kalian mengenai para saksi yang terbaik? Yaitu yang memberikan kesaksiannya sebelum diminta bersaksi.” [Diriwayatkan oleh Muslim, no. 1719]

C. Syarat-syarat Saksi

Saksi disyaratkan orang Islam, berakal, baligh, adil, bukan tertuduh. Adapun yang dimaksud dengan bukan tertuduh ialah orang-orang yang kesaksiannya tidak diterima, seperti kesaksian sebagian pokok nasab terhadap sebagian lainnya, atau kesaksian suami terhadap istri dan sebaliknya, atau kesaksian seseorang yang bermaksud mengambil suatu manfaat untuk dirinya sendiri, atau menghindarkan suatu mudarat dari dirinya, atau seperti kesaksian seorang musuh terhadap musuhnya. Hal itu berdasarkan sabda Rasulullah SAW,

“Tidak boleh diterima kesaksian seorang laki-laki pengkhianat, kesaksian seorang wanita pengkhianat serta kesaksian orang yang mempunyai iri dengki dan permusuhun terhadap saudaranya. Juga tidak boleh diterima kesaksian pembantu terhadup keluarga tuannya.” [Termasuk di dalamnya kesaksian pembantu dan seseorang yang memberikan nafkah kepada sebuah keluarga dikarenakan adanya unsur kecintaan terhadap mereka, sehingga ia akau mengikuti permintaan mereka]; [Diriwayatkan oleh Ahmad, no. 6860; Abu Dawud, no. 3600 dan al-Baihaqi, 10/200. Menurut Ibnu Hajar di dalam kitabnya at-Talkhish, bahwa sanad hadits ini termasuk kuat]

D. Beberapa Ketentuan Hukum Tentang Kesaksian

Adapun beberapa ketentuan hukum yang berkaitan dengan kesaksian adalah sebagai berikut:

  1. Saksi tidak boleh bersaksi kecuali berdasarkan hal-hal yang diketahuinya dengan penglihatan atau pendengaran yang benar-benar yakin, berdasarkan sabda Rasulullah SAW yang ditujukan kepada seseorang yang bertanya kepada beliau mengenai masalah kesaksian, “Apakah kamu melihat matahari?” Ia menjawab, “Ya” Lalu beliau bersabda, “Seperti itulah semestinya kamu bersaksi, atau kamu tidak bersaksi sama sekali” [Diriwayatkan oleh Ibnu ’Adi dengan sanad lemah dan dishahihkan oleh al-Hakim, namun beliau dipersalahkan dalam penshahihan tersebut]
  2. Kesaksian boleh disertakan kepada kesaksian saksi lainnya jika saksi itu tidak dapat hadir di pengadilan karena sakit, atau tidak berada di tempat, atau meninggal dunia, jika vonis hakim sangat berkaitan dengan kesaksian tersebut.
  3. Seorang saksi dihukumi bersih (jujur) dengan adanya rekomendasi dari dua orang yang adil yang mengatakan, bahwa saksi tersebut adalah seorang yang adil dan diridhai. Hal itu dilakukan jika keadilan saksi tersebut tidak terlihat dengan jelas. Sedang jika keadilannya sudah terlihat dengan jelas, maka qadhi tidak memerlukan lagi rekomendasi saksi tersebut.
  4. Jika dua orang merekomendasikan tentang keadilan atau kejujuran seorang saksi, sedang dua orang yang lain menolaknya, maka yang harus didahulukan adalah penolakan dengan pertimbangan demi kehati-hatian.
  5. Saksi yang berdusta wajib diberi sanksi dengan suatu sanksi yang rnembuatnya merasa jera dan menjadi pelajaran berharga bagi orang yang melakukan perbuatan tersebut.

E. Jenis-jenis Kesaksian

Adapun jenis-jenis kesaksian adalah sebagai berikut:

  1. Kesaksian zina. Saksi dalam zina harus empat orang. Hal tersebut berdasarkan fitman Allah SWT,

“Dan (terhadap) para wanita yang melakukan perbuatun keji, hendaklah ada empat orang saksi di antara kamu (yang menyaksikannya).” (An-Nisa`: 15).

Jadi dalam zina tidak cukup kesaksian saksi yang kurang dari empat orang.

  1. Kesaksian dalam sejumlah perkara yang selain zina, cukup dua orang yang adil.
  2. Kesaksian dalam masalah harta, cukup satu orang laki-laki dan dua orang perempuan, berdasarkan Firman Allah SWT,

“Dan persaksikanlah dengan dua orung saksi dari orang-orang lelaki di antaramu. Jika tidak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai.” (Al-Baqarah: 282).

  1. Kesaksian dalam masalah hukum, cukup satu orang yang disertai dengan sumpah, berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA,

“Sesungguhnya Rasulullah SAW pernah memutuskan perkara berdasarkan sumpah dan kesaksian satu orang.” [Diriwayatkan oleh Muslim, no. 1712]

[Pengakuan anak kecil dihukumi sah, jika ia telah mumayyiz (mampu membedakan antara yang benar dan yang salah) dan ia diizinkan melakukan tindakan hukum. Sedangkan jika ia belum mumayyiz atau termasuk orang yang terkena ketentuan hajr, maka pengakuannya dihukumi tridak sah]

  1. Kesaksian dalam masalah kehamilan dan haid, di mana tidak ada yang mengetahui dalam hal ini kecuali wanita, maka dalam hal ini cukup dengan dua orang wanita.

Referensi : Syaikh Abu Bakar Jabir Al Jaza’iri, Minhajul Muslim, Darul Haq, Jakarta, 2016


Yuk bagikan infonya...

About Auther:

Info Biografi

BUKU TES TNI POLRI AKMIL AKPOL 2024
Hello. Add your message here.