Tafsir Surat Ali Imran Ayat 199, Ayat 200

Yuk bagikan infonya...

Ilustrasi | Google

Ali Imran | Daftar Surat | Ibnu Katsir 

Ali-‘Imran: 199

وَإِنَّ مِنۡ أَهۡلِ ٱلۡكِتَٰبِ لَمَن يُؤۡمِنُ بِٱللَّهِ وَمَآ أُنزِلَ إِلَيۡكُمۡ وَمَآ أُنزِلَ إِلَيۡهِمۡ خَٰشِعِينَ لِلَّهِ لَا يَشۡتَرُونَ بِـَٔايَٰتِ ٱللَّهِ ثَمَنًا قَلِيلًا أُوْلَٰٓئِكَ لَهُمۡ أَجۡرُهُمۡ عِندَ رَبِّهِمۡ إِنَّ ٱللَّهَ سَرِيعُ ٱلۡحِسَابِ

Dan sesungguhnya diantara ahli kitab ada orang yang beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kamu dan yang diturunkan kepada mereka sedang mereka berendah hati kepada Allah dan mereka tidak menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit. Mereka memperoleh pahala di sisi Tuhannya. Sesungguhnya Allah amat cepat perhitungan-Nya.

Ali-‘Imran: 200

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.

Tafsir Ibnu Katsir 

Ali-‘Imran: 199-200

Dan sesungguhnya di antara Ahli Kitab ada orang yang beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kalian dan yang diturunkan kepada mereka, sedangkan mereka berendah hati kepada Allah dan mereka tidak menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit. Mereka memperoleh pahala di sisi Tuhannya. Sesungguhnya Allah amat cepat perhitungan-Nya. Wahai orang-orang yang beriman, bersabarlah kalian dan kuatkanlah kesabaran kalian dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negeri kalian) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kalian beruntung.

Allah subhanahu wa ta’ala memberitakan perihal segolongan Ahli Kitab, bahwa mereka beriman kepada Allah dengan iman yang sebenarnya, beriman pula kepada Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam serta kitab-kitab terdahulu yang ada di tangan mereka. Bahwa mereka selalu taat kepada Allah, tunduk patuh di hadapan-Nya, dan tidak pernah menukar ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit. Yakni mereka tidak menyembunyikan berita gembira tentang Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang ada di dalam kitab-kitab mereka. Mereka menyebutkan sifat dan ciri khasnya, serta tempat beliau diutus dan sifat umatnya. Mereka adalah orang-orang yang terpilih dari kalangan Ahli Kitab dan merupakan orang-orang paling baik di antara mereka, baik dari kalangan orang-orang Yahudi ataupun orang-orang Nasrani.

Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman di dalam surat Al-Qashash: Orang-orang yang telah Kami datangkan kepada mereka Al-Kitab sebelumnya Al-Qur’an mereka beriman pula dengan Al-Qur’an itu. Dan apabila dibacakan (Al-Qur’an) itu pada mereka, mereka berkata, “”Kami beriman kepadanya: sesungguhnya Al-Qur’an itu adalah suatu kebenaran dari Tuhan kami. sesungguhnya kami sebelumnya adalah orang-orang yang membenarkannya.”” Mereka itu diberi pahala dua kali disebabkan kesabaran mereka, dan mereka menolak kejahatan dengan kebaikan, dan sebagian dari apa yang telah Kami rezekikan kepada mereka, mereka nafkahkan. (Al-Qashash: 52-54) Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman dalam ayat yang lain, yaitu: Orang-orang yang telah Kami berikan Al-Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya. (Al-Baqarah: 121) Dan di antara kaum Musa itu terdapat suatu umat yang memberi petunjuk (kepada manusia) dengan hak, dan dengan hak itulah mereka menjalankan keadilan. (Al-A’raf: 159) Mereka itu tidak sama; di antara Ahli Kitab itu ada golongan yang berlaku lurus, mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di malam hari, sedangkan mereka juga bersujud (shalat). (Ali imran: 113) .

Katakanlah, “”Berimanlah kalian kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah). Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al-Qur’an dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil sujud, dan mereka berkata, “”Mahasuci Tuhan kami; sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi.”” Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyuk. (Al-Isra: 107-109) Sifat-sifat tersebut memang dijumpai di kalangan orang-orang Yahudi, tetapi sedikit.

Seperti yang ada pada diri Abdullah ibnu Salam dan orang-orang Yahudi yang semisal dengannya dari kalangan rahib-rahib Yahudi yang beriman, tetapi jumlah mereka tidak sampai sepuluh orang. Adapun di kalangan orang-orang Nasrani, sifat-sifat tersebut banyak dijumpai; di kalangan mereka banyak orang yang mendapat petunjuk dan mengikuti kebenaran. Sebagaimana yang disebutkan oleh firman-Nya: Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik.

Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persahabatan dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata.Sesungguhnya kami ini orang Nasrani.”” (Al-Maidah: 82) sampai dengan firman-Nya: Maka Allah memberi mereka pahala terhadap perkataan yang mereka ucapkan, (yaitu) surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, sedangkan mereka kekal di dalamnya. (Al-Maidah: 85) Demikian pula yang dikatakan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam surat ini melalui firman-Nya: Mereka memperoleh pahala di sisi Tuhannya. (Ali lmran: 199), hingga akhir ayat. Di dalam sebuah hadits telah disebutkan bahwa ketika Ja’far ibnu Abu Thalib membacakan surat kaf ha ya ‘ain sad di hadapan Raja Najasyi, Raja negeri Habsyah yang saat itu di hadapannya banyak terdapat para patrik dan pendeta, maka Raja Najasyi menangis, dan mereka ikut menangis pula bersamanya hingga air mata membasahi jenggot mereka.

Di dalam kitab Shahihain disebutkan, ketika Raja Najasyi meninggal dunia, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan belasungkawa kepada para sahabatnya, lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya seorang saudara kalian di Habsyah telah meninggal dunia, maka salatkanlah ia oleh kalian. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar menuju tanah lapang, lalu mengatur saf mereka (sahabat-sahabatnya) dan menyalatkan (jenazah)nya (secara gaib). Ibnu Abu Hatim dan Al-Hafidzh Abu Bakar ibnu Mardawaih meriwayatkan dari hadits Hammad ibnu Salamah, dari Sabit, dari Anas ibnu Malik yang menceritakan bahwa ketika Raja Najasyi meninggal dunia, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Mohonkanlah ampun buat saudara kalian! Maka sebagian orang ada yang mengatakan, “”Apakah beliau memerintahkan kita agar memintakan ampun buat orang kafir yang mati di negeri Habsyah ini?”” Maka turunlah firman-Nya: Dan sesungguhnya di antara Ahli Kitab ada orang yang beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kalian dan yang diturunkan kepada mereka, sedangkan mereka berendah hati kepada Allah. (Ali Imran: 199), hingga akhir ayat.

Abdu ibnu Humaid dan Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya melalui jalur lain dari Hammad ibnu Salamah, dari Sabit, dari Al-Hasan, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam Kemudian Ibnu Mardawaih meriwayatkannya melalui berbagai jalur dari Humaid, dari Anas ibnu Malik semisal dengan hadits di atas. Ibnu Jarir meriwayatkannya pula melalui hadits Abu Bakar Al-Huzali, dari Qatadah, dari Sa’id ibnul Musayyab, dari Jabir yang menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkata kepada kami ketika Raja Najasyi meninggal dunia: Sesungguhnya Ashamah Raja Najasyi saudara kalian telah meninggal dunia. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar dan melakukan shalat sebagaimana menyalatkan jenazah, yaitu dengan empat kali takbir. Orang-orang munafik berkata, “”Apakah dia menyalatkan seorang kafir yang mati di negeri Habsyah?”” Maka Allah menurunkan firman-Nya: Sesungguhnya di antara Ahli Kitab ada orang yang beriman kepada Allah. (Ali Imran: 199), hingga akhir ayat.

Abu Dawud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Amr Ar-Razi, telah menceritakan kepada kami Salamah ibnul Fadl, dari Muhammad ibnu Ishaq, telah menceritakan kepadaku Yazid ibnu Rauman, dari Urwah, dari Siti Aisyah yang mengatakan, “”Ketika Raja Najasyi meninggal dunia, kami memperbincangkan bahwa di atas kubur Raja Najasyi terus-menerus masih kelihatan ada nurnya. Al-Hafidzh Abu Abdullah Al-Hakim meriwayatkan di dalam kitab Mustadrak-nya, telah menceritakan kepada kami Abul Abbas As-Sayyari di Marwin.

teluh menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ali Al-Gazal, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Hasan ibnu Syaqiq, telah menceritakan kepada kami Ibnul Mubarak, telah menceritakan kepada kami Mus’ab ibnu Sabit, dari Amir ibnu Abdullah ibnuz Zubair. dari ayahnya yang menceritakan bahwa Raja Najasyi mendapat ancaman dari musuh dalam negerinya. Maka kaum Muhajirin datang menghadapnya dan berkata, “”Sesungguhnya kami suka bila engkau keluar memerangi mereka hingga kami dapat berperang bersamamu untuk membantumu, dan kamu dapat melihat keberanian kami serta membalas budimu yang telah kamu berikan kepada kami.”” Maka Raja Najasyi menjawab.Sesungguhnya penyakit yang diakibatkan karena penolongan Allah subhanahu wa ta’ala adalah lebih baik daripada obat karena pertolongan manusia.”” Abdullah ibnuz Zubair mengatakan bahwa sehubungan dengan dialah ayat ini diturunkan, yaitu firman-Nya: Sesungguhnya di antara Ahli Kitab ada orang-orang yang beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kalian dan yang diturunkan kepada mereka, sedangkan mereka berendah hati kepada Allah. (Ali Imran: 199), hingga akhir ayat.

Selanjutnya Imam Hakim mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih, tetapi keduanya (Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim) tidak mengetengahkannya. Ibnu Abu Nujaih meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan firman-Nya: Dan sesungguhnya di antara Ahli Kitab. (Ali Imran: 199) Yakni orang-orang muslim dari kalangan Ahli Kitab. Abbad ibnu Mansur mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Al-Hasan Al-Basri mengenai makna firman-Nya: Dan sesungguhnya di antara Ahli Kitab ada orang yang beriman kepada Allah. (Ali Imran: 199).

hingga akhir ayat. Maka Al-Hasan Al-Basri menjawab bahwa mereka adalah Ahli Kitab yang telah ada sebelum Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam Lalu mereka mengikuti Nabi Muhammad dan masuk Islam. Allah memberi mereka pahala dua kali lipat, yaitu pahala untuk iman mereka sebelum Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan pahala mereka mengikuti Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Di dalam kitab Shahihain disebutkan sebuah hadits melalui Abu Musa yang menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: Ada tiga macam orang yang pahala mereka diberi dua kali. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan salah satu di antara mereka, yaitu seorang lelaki dari kalangan Ahli Kitab yang beriman kepada nabinya, lalu ia beriman kepadaku. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: mereka tidak menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit. (Ali Imran: 199) Mereka tidak menyembunyikan pengetahuan yang ada pada mereka. tidak seperti apa yang dilakukan oleh segolongan orang yang hina dari kalangan mereka, melainkan mereka memberikan ilmu itu dengan cuma-cuma, yakni secara suka rela.

Karena itulah Allah subhanahu wa ta’ala menyebutkan mereka di dalam firman berikutnya: Mereka memperoleh pahala di sisi Tuhannya. Sesungguhnya Allah amat cepat perhitungan-Nya. (Ali Imran: 199) Mujahid mengatakan bahwa makna sari’ul hisab ialah amat cepat perhitungan-Nya. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dan lain-lainnya. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Wahai orang-orang yang beriman, bersabarlah kalian dan kuatkanlah kesabaran kalian dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negeri kalian). (Ali Imran: 200) Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa mereka diperintahkan untuk bersabar dalam menjalankan agama mereka yang diridai oleh Allah, yaitu agama Islam.

Janganlah mereka meninggalkannya,baik dalam keadaan suka maupun duka dan dalam keadaan miskin maupun kaya, hingga mereka mati dalam keadaan memeluk agama Islam. Hendaklah mereka bersabar serta teguh dalam menghadapi musuh-musuh yang menyembunyikan agama mereka. Hal yang sama dikatakan pula bukan oleh hanya seorang dari kalangan ulama Salaf. Al-murabatah artinya menetapi suatu tempat ibadah dan tidak bergeming darinya.

Menurut pendapat lain, yang dimaksud dengan murabatah ialah menunggu waktu shalat lain sesudah mengerjakan shalat. Demikianlah menurut Ibnu Abbas, Sahl ibnu Hanif dan Muhammad ibnu Ka’b Al-Qurazi, dan lain-lainnya. Dalam bab ini Ibnu Abu Hatim meriwayatkan sebuah hadits yang diketengahkan oleh Imam Muslim dan Imam An-Nasai melalui hadits Malik ibnu Anas, dari Al-Ala ibnu Abdur Rahman, dari Ya’qub maula Al-Hirqah, dari ayahnya, dari Abu Hurairah , dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah bersabda: Maukah aku beri tahukan kepada kalian tentang suatu hal yang membuat Allah menghapuskan kesalahan-kesalahan karenanya dan meninggikan derajat disebabkannya? Yaitu menyempurnakan wudu di waktu-waktu yang tidak disukai, banyak melangkah menuju ke masjid-masjid, dan menunggu waktu shalat sesudah menunaikan shalat.

Maka yang demikian itulah yang dinamakan ribat, maka yang demikian itulah yang dinamakan ribat. maka yang demikian itulah yang dinamakan ribat. Ibnu Mardawaih mengatakan. telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami Abu Juliaifah ali ibnu Yazid Al-Kufi, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Karimah.

dari Muhammad ibnu Yazid. dari Abu Salamah ibnu Abdur Rahman yang menceritakan bahwa sahabat Abu Hurairah datang kepada kami di suatu hari, lalu ia berkata, “”Tahukah engkau, wahai anak saudaraku. berkenaan dengan apakah ayat ini diturunkan?”” yaitu: “”Ingatlah, sesungguhnya di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak ada peperangan yang memerlukan mereka untuk bersiap siaga di perbatasan negerinya. Akan tetapi. ayat ini diturunkan berkenaan dengan suatu kaum yang meramaikan masjid-masjid, menunaikan shalat di waktunya masing-masing. dan mereka melakukan zikir kepada Allah di dalamnya.”” Berkenaan dengan merekalah ayat ini diturunkan, yaitu firman-Nya: Wahai orang-orang yang beriman, bersabarlah kalian dan kuatkanlah kesabaran kalian dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negeri kalian). (ali Imran: 200) bersabarlah kalian. (Ali Imran: 200) dalam menunaikan shalat lima waktu.

dan kuatkanlah kesabaran kalian. (Ali Imran: 200) dalam menahan keinginan dan hawa nafsu kalian. dan tetaplah kalian. (Ali Imran: 200) di masjid-masjid kalian. dan bertakwalah kepada Allah. (Ali Imran: 200) terhadap semua hal yang membahayakan diri kalian. supaya kalian beruntung. (Ali Imran: 200) Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya melalui jalur Sa’id ibnu Mansur, dari Mus’ab ibnu Sabit, dari Daud ibnu Saleh, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah dengan lafal yang semisal.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abus Saib, telah menceritakan kepadaku Ibnu Fudail, dari Abdullah ibnu Sa’id Al-Maqbari, dari kakeknya, dari Syurahbil, dari Ali yang menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: Maukah aku tunjukkan kalian kepada hal-hal yang dapat menghapuskan dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan? Yaitu menyempurnakan wudu di waktu-waktu yang tidak disukai dan menunggu shalat lain sesudah menunaikan shalat. Maka yang demikian itulah yang dinamakan ribat. Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepadaku Musa ibnu Sahl Ar-Ramli, telah menceritakan kepadaku Yahya ibnu Wadih, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Muhajir, telah menceritakan kepadaku Yahya ibnu Yazid ibnu Abu Anisah.

dari Syurah-bil, dari Jabir ibnu Abdullah yang menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: Maukah aku tunjukkan kalian kepada hal-hal yang membuat Allah memaafkan kesalahan-kesalahan karenanya dan menghapuskan dosa-dosa karenanya? Kami berkata: Tentu saja mau wahai Rasulullah.”” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “”Menyempurnakan wudu di tempatnya masing-masing, banyak melangkah menuju ke masjid-masjid, dan menunggu shalat lain sesudah menunaikan shalat. Maka yang demikian itulah yang dinamakan ribat’.’ Ibnu Mardawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ali, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Salam Al-Barmusi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Galib Al-Intaki, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Al-Wa-zi’ ibnu Naff, dari Abu Salamah ibnu Abdur Rahman, dari Abu Ayyub yang menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertamu kepada kami, lalu beliau bersabda: “”Maukah aku tunjukkan kalian kepada hal-hal yang membuat Allah menghapuskan dosa-dosa karenanya dan membesarkan pahala karenanya?”” Kami menjawab, “”Ya, wahai Rasulullah.

Apakah itu?”” Beliau bersabda, “”Menyempurnakan wudu di saat-saat yang tidak disukai, banyak melangkah menuju ke masjid-masjid, dan menunggu shalat lain sesudah mengerjakan shalat.”” Abu Ayyub mengatakan bahwa yang demikian itulah yang disebutkan di dalam firman Allah subhanahu wa ta’ala: Wahai orang-orang yang beriman, bersabarlah kalian dan kuatkanlah kesabaran kalian dan tetaplah kalian (di tempat ibadah kalian), dan bertakwalah kepada Allah, supaya kalian beruntung. (Ali Imran: 200) Maka yang demikian itu adalah ribat di masjid-masjid.

Bila ditinjau dari segi ini, maka hadits ini berpredikat garib sekali. Abdullah ibnul Mubarak meriwayatkan dari Mus’ab ibnu Sabit ibnu Abdullah ibnuz Zubair, telah menceritakan kepadaku Daud ibnu Saleh yang mengatakan bahwa Abu Salamah ibnu Abdur Rahman pernah berkata kepadaku, “”Wahai anak saudaraku, tahukah kamu berkenaan dengan apakah ayat ini diturunkan, yaitu firman-Nya: ‘Bersabarlah kalian dan kuatkanlah kesabaran kalian dan berribat-lah kalian’ (Ali Imran: 200)’ Aku menjawab, “”Tidak tahu.”” ia berkata.Wahai anak saudaraku sesungguhnya di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam belum pernah ada peperangan yang memerlukan kesiagaan di perbatasan, tetapi yang dimaksud ialah menunggu shalat lain sesudah mengerjakan shalat.”” Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.

Dalam pembahasan di atas sehubungan dengan riwayat Ibnu Mardawaih terhadap hadits ini disebutkan bahwa hal tersebut adalah perkataan Abu Hurairah Menurut pendapat yang lain, makna yang dimaksud dengan murabatah dalam ayat ini ialah bersiap siaga di perbatasan negeri terhadap ancaman musuh, menjaga tapal batas negeri Islam, dan melindunginya dari serangan musuh yang hendak menjarah negeri-negeri Islam. Banyak hadits yang menganjurkan hal ini, dan disebutkan bahwa tugas ini pahalanya besar sekali.

Imam Al-Bukhari meriwayatkan di dalam kitab sahihnya melalui Sahl ibnu Sa’d As-Sa’idi, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: Bersiap siaga di perbatasan selama sehari dalam jihad di jalan Allah lebih baik daripada dunia dan semua yang ada di dalamnya. Hadits lain diriwayatkan oleh Imam Muslim melalui Salman Al-Farisi, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: Bersiaga di perbatasan negeri selama sehari semalam lebih baik daripada puasa sebulan berikut qiyamnya. Dan jika ia gugur, maka dialirkan kepadanya semua amal perbuatan yang biasa diamalkannya, dan dialirkan kepadanya rezekinya serta selamatlah ia dari fitnah (siksa kubur). Hadits lain. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kanii Al-Mubarak, dari Haiwah ibnu Syuraih.

telah menceritakan kepadaku Abu Hani Al-Khaulani, bahwa Amr ibnu Malik Al-Haini pernah menceritakan kepadanya bahwa ia pernah mendengar Fudalah ibnu Ubaid mengatakan pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Setiap mayat amal perbuatannya ditutup, kecuali orang yang mati dalam keadaan bersiap siaga di jalan Allah, maka sesungguhnya amal perbuatannya terus dikembangkan hingga hari kiamat, dan ia selamat dari siksa kubur. Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan Imam At-Tirmidzi melalui hadits Abu Hani”” Al-Khaulani.

Imam At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih. Ibnu Hibban mengetengahkannya pula-di dalam kitab sahihnya. Hadits lain. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami Hasan ibnu Musa dan Abu Sa’id serta Abdullah ibnu Yazid, semuanya dari Abdullah ibnu Luhai’ah, telah menceritakan kepada kami Masyrah ibnu Ahan, bahwa ia pernah mendengar Uqbah ibnu Amir mengatakan pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Setiap mayat amal perbuatannya ditutup.

kecuali orang yang bersiap siaga dijalan Allah, dialirkan kepadanya amal perbuatannya hingga ia dibangkitkan. den ia selamat dari siksa kubur. Al-Haris ibnu Muhammad ibnu Abul Hammah meriwayatkannya di dalam kitab musnad, dari Al-Maqbari (yaitu Abdullah ibnu Yazid) sampai dengan kalimat “”hingga ia dibangkitkan, tetapi tanpa memakai kalimat “”ia selamat dari siksa kubur Ibnu Luhai’ah apabila dijelaskan namanya dalam periwayatan hadits, maka predikatnya adalah hasan, terlebih lagi dengan adanya syawahid (bukti-bukti) yang disebut di atas.

Hadits lain diriwayatkan oleh Ibnu Majah di dalam kitab sunnah-nya. telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Abdul A’la. telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Wahb. telah menceritakan kepadaku Al-Al-Laits. dari Zuhrah ibnu Ma’bad. Dari ayahnya. dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah bersabda: Barang siapa yang mati dalam keadaan bersiap siaga di jalan Allah, maka dialirkan kepadanya amal salehnya yang biasa ia amalkan dan dialirkan kepadanya rezekinya, dan amanlah ia dari siksa kubur serta Allah subhanahu wa ta’ala membangkitkannya di hari kiamat dalam keadaan selamat dari huru-hara yang terbesar.

Jalur lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Musa, telah menceritakan kepada kami Ibnu Luhai’ah, dari Musa ibnu Wardan, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah bersabda: Barang siapa yang mati dalam keadaan bersiap siaga (di jalan Allah),maka ia dipelihara dari siksa kubur, dan aman dari huru-hara yang terbesar serta bertiuplah angin membawa rezekinya dari surga, dan dicatatkan baginya pahala orang yang bersiap siaga (di jalan Allah) sampai hari kiamat. Hadits lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Isa, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Iyasy, dari Muhammad ibnu Amr ibnu Halhalah Ad-Daili, dari Ishaq ibnu Abdullah, dari Ummu Darda yang me-rafa’-kan hadits berikut.

Ia mengatakan: Barang siapa yang bersiap siaga di suatu pos perbatasan negeri kaum muslim selama tiga hari, maka hal itu dapat mencukupi bersiap siaga selama satu tahun baginya. Hadits lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Dinyatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja’far, telah menceritakan kepada kami Kahmas, telah menceritakan kepada kami Mus’ab ibnu Sabit ibnu Abdullah ibnuz Zubair yang mengatakan bahwa Khalifah Usman ketika berada di atas mimbarnya mengatakan, “”Sesungguhnya aku akan menceritakan sebuah hadits yang pernah kudengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam Tiada sesuatu pun yang menghalang-halangi aku untuk menceritakannya kepada kalian selain berprasangka buruk terhadap kalian.

Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Berjaga semalam di jalan Allah lebih utama daripada seribu malam dengan melakukan shalat (sunat) pada malam harinya dan berpuasa pada siang harinya.”” Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dari Rauh. dari Kahmas, dari Mus’ab ibnu Sabit dari Usman. Ibnu Majah meriwayatkannya dari Hisyam ibnu Ammar, dari Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, dari ayahnya, dari Mus’ab ibnu Sabit, dari Abdullah ibnuz Zubair yang menceritakan bahwa Khalifah Usman berkhotbah kepada orang-orang banyak.

Isinya mengatakan, “”Wahai manusia, sesungguhnya aku pernah mendengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam suatu hadits yang tiada sesuatu pun menghalang-halangi diriku untuk menceritakannya kepada kalian selain prasangka yang bukan-bukan terhadap kalian dan terhadap predikat sahabat kalian. Maka hendaklah seseorang memilihnya buat dirinya sendiri atau meninggalkannya. Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Barang siapa yang bersiap siaga selama satu malam di jalan Allah, maka hal itu sama (pahalanya) dengan seribu malam melakukan shalat sunat dan puasa (di siang harinya)’.”” Jalur lain diriwayatkan dari Usman Imam At-Tirmidzi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Ali Al-Khallal, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Abdul Malik, telah menceritakan kepada kami Al-Al-Laits ibnu Sa’d, telah menceritakan kepada kami Abu Uqail (yaitu Zahrah ibnu Ma’bad), dari Abu Saleh maula Usman ibnu Affan, bahwa ia pernah mendengar Usman mengatakan di atas mimbarnya, “”Sesungguhnya aku menyembunyikan dari kalian sebuah hadits yang pernah kudengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam Karena aku khawatir kalian akan berpisah denganku.

Kemudian aku sadar bahwa aku harus menceritakannya kepada kalian, agar setiap orang dapat memilih untuk dirinya sendiri apa yang sesuai. Aku pemah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Bersiap siaga di jalan Allah selama sehari lebih baik daripada seribu hari yang dilewatkan di tempat-tempat yang lain’.”” Kemudian Imam At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan garib bila ditinjau dari segi ini. Imam At-Tirmidzi mengatakan bahwa menurut Muhammad (Imam Al-Bukhari), Abu Saleh (maula Usman) nama aslinya adalah Burkan. Menurut selain Imam At-Tirmidzi, nama aslinya adalah Al-Haris.

Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Ahmad melalui hadits Al-Al-Laits ibnu Sa’d dan Abdullah ibnu Luhai’ah, tetapi di dalam riwayatnya terdapat tambahan di akhirnya. Yaitu Usman mengatakan, “”Maka hendaklah seseorang bersiap siaga di jalan Allah, selama yang dikehendakinya. Bukankah aku telah menyampaikan?”” Mereka menjawab, “”Ya.”” Usman berkata, “”Ya Allah, persaksikanlah.”” Hadits lain diriwayatkan oleh Abu Isa At-At-Tirmidzi, .

telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Umar, telah menceritakan kepada kami Sufyan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Munkadir yang mengatakan bahwa Salman Al-Farisi bersua dengan Syurahbil ibnus Simt yang sedang berjaga di tempat tugasnya, saat itu ia dan kawan-kawannya dalam keadaan berat. Maka Salman berkata, “”Wahai Ibnus Simt, maukah kamu jika aku ceritakan kepadamu sebuah hadits yang pernah kudengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?”” Ibnus Simt menjawab, “”Tentu saja mau.”” Salman Al-Farisi mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Bersiap siaga selama satu hari di jalan Allah lebih utama atau lebih baik daripada puasa satu bulan berikut qiyam (shalat sunat)nya.

Dan barang siapa yang mati di dalamnya, niscaya akan dipelihara dari siksa kubur dan dikembangkan baginya amalnya itu sampai hari kiamat. Hadits ini hanya diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi bila ditinjau dari segi ini. Imam At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan. Menurut salah satu salinan terdapat tambahan. tetapi sanadnya tidak muttasil mengingat Ibnul Munkadir tidak pemah bersua dengan Salman.

Menurut hemat kami. pada lahiriahnya Muhammad Ibnu Munkadir ini mendengarnya dari Syurahbil ibnus Simt. Karena Imam Muslim dan Imam An-Nasai telah meriwayatkannya melalui hadits Mak-hul dan Abu Ubaidah ibnu Uqbah, keduanya menerima hadits ini dari Syurahbil ibnus Simt. Syurahbil ibnus Simt mempunyai predikat sahabat. ia meriwayatkannya dari Salman Al-Farisi. dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: Melakukan ribat (bersiap siaga di jalan Allah) selama sehari semalam lebih baik daripada puasa satu bulan berikut qiyamnya.

Dan jika seseorang mati (dalam keadaan berribat), maka dialirkan kepadanya amal perbuatan yang sedang diamalkannya, dan dialirkan pula kepadanya rezekinya, serta amanlah ia dari siksa kubur. Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan hadits mufrad Imam Muslim mengenai masalah ini. Hadits lain diriwayatkan oleh Ibnu Majah. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ismail ibnu Samurah, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ya’la As-Sulami, telah menceritakan kepada kami Amr ibnus Sabih, dari Abdur Rahman ibnu Amr, dari Makhul, dari Ubay ibnu Ka’b yang menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: Berjaga selama semalam untuk melindungi kelemahan kaum muslim karena mengharapkan rida Allah lebih besar pahalanya daripada ibadah seratus tahun, selain bulan Ramadan, termasuk puasa dan qiyamnya.

Dan melakukan ribat selama sehari di jalan Allah untuk melindungi aurat kaum muslim, karena mengharapkan pahala Allah, lebih utama dan lebih baik pahalanya di sisi Allah; menurul perawi, beliau mengatakan daripada ibadah seribu tahun puasa berikut qiyamnya. Dan jika Allah mengembalikan dia kepada keluarganya dalam keadaan selamat, maka tidak dicatatkan atas dirinya suatu keburukan pun selama seribu tahun, dan dicatatkan baginya kebaikan-kebaikan, serta dialirkan kepadanya pahala ribat sampai hari kiamat.

Hadits ini garib bila ditinjau dari segi ini, bahkan munkar, karena Umar ibnu Sabih orangnya dicurigai dalam periwayatan hadisnya. Hadits lain diriwayatkan oleh Ibnu Majah. Dikatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Yunus Ar-Ramli, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Syu’aib ibnu Syabur, dari Sa’id ibnu Khalid ibnu Abu Tawil; ia pernah mendengar Anas ibnu Malik mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: Berjaga selama semalam di jalan Allah lebih baik daripada puasa seorang lelaki dan qiyamnya di rumah keluarganya selama seribu tahun; yang satu tahunnya adalah tiga ratus hari, satu hari sama dengan seribu tahun.

Hadits ini garib pula. Sa’id ibnu Khalid yang disebutkan di atas orangnya dinilai dha’if oleh Abu Dzar’ah dan lain-lainnya dari kalangan para Imam yang bukan hanya seorang. Al-Uqaili mengatakan bahwa Sa’id ibnu Khalid hadisnya tidak dapat dipakai. Ibnu Hibban mengatakan bahwa hadisnya tidak dapat dipakai sebagai hujah. Imam Hakim mengatakan bahwa Sa’id ibnu Khalid banyak meriwayatkan hadits maudu’ yang ia nisbatkan kepada sahabat Anas bin Malik.

Hadits lain diriwayatkan oleh Ibnu Majah. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Sabbbah, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Muhammad dari Muhammad ibnu Zaidah. dari Umar ibnu abdul Aziz dari Uqbah Ibnu Amir Al-Juhani yang menceritakan bahwa Rasululah saw bersabda: Semoga Allah merahmati orang yang bersiap siaga (di jalan Allah). Akan tetapi, di dalam sanadnya terdapat inqita’ (mata rantai yang terputus) antara Urnar ibnu Abdul Aziz dengan Uqbah ibnu Amir, karena sesungguhnya Umar ibnu Abdul Aziz tidak menjumpai masa sahabat Uqbah ibnu Amir.

Hadits lain diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud. Dinyatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Taubah, telah menceritakan kepada kami Mu’awiyah (yakni Ibnu Salam), telah menceritakan kepadaku As-Saluli, bahwa Sahl ibnu Hanzalah pernah menceritakan kepadanya bahwa mereka (para sahabat) berjalan bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam Perang Hunain hingga waktu Isya. Lalu aku ikut shalat bermakmum kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam Kemudian datanglah seorang penunggang kuda, lalu berkata, “”Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku berangkat dari hadapan kamu hingga naik ke bukit anu dan anu. Tiba-tiba aku melihat kabilah Hawazin semuanya tanpa ada yang ketinggalan sedang berkemah bersama kendaraan mereka, ternak, dan kambing-kambing mereka.”” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tersenyum dan bersabda: Semuanya itu akan menjadi ganimah kaum muslim besok, insya Allah.

Selanjutnya beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “”Siapakah yang akan bertugas piket untuk menjaga kita semua?”” Anas ibnu Abu Marsad menjawab, “”Aku, wahai Rasulullah.”” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “”Pakailah kudamu.”” Lalu Anas ibnu Marsad menaiki kudanya dan datang menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya, “”Kamu harus mendaki lereng ini hingga berada di puncaknya, dan kami tidak akan berperang malam ini sebelum ada isyarat darimu.”” Pada pagi harinya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar menuju tempat shalat, lalu melakukan shalat (sunat subuh) dua rakaat, sesudah itu beliau bertanya, “”Apakah kalian telah melihat penjaga kalian yang berkuda?”” Seseorang menjawab, “”Kami belum melihat kedatangannya, wahai Rasulullah.”” Maka shalat diiqamahkan (didirikan), dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat seraya memandang ke arah lereng tersebut, hingga selesai dari salatnya. Setelah itu beliau bersabda, “”Bergembiralah kalian, kini penjaga berkuda kalian telah datang.”” Kami semua memandang ke arah lereng itu. Tiba-tiba si penjaga muncul di antara pohon-pohonan, hingga ia menghadap kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu melapor, “”Sesungguhnya aku berangkat menuju ke sasaran yang diperintahkan oleh engkau, yaitu di puncak lereng bukit itu.

Pada pagi harinya aku menaiki kedua lereng tersebut, lalu aku melayangkan pandanganku ke segala penjuru, ternyata aku tidak melihat seorang manusia pun.”” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadanya, “”Apakah engkau turun istirahat tadi malam?”” ia menjawab, “”Tidak, kecuali hanya menunaikan shalat dan membuang hajat.”” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Sudah pasti (kamu mendapat pahalanya) maka sesudah itu tidak akan membahayakanmu bila kamu tidak beramal lagi. Hadits diriwayatkan oleh Imam An-Nasai melalui Muhammad ibnu Yahya ibnu Muhammad ibnu Kasir Al-Harrani, dari Abu Taubah (yaitu Ar-Rabi’ ibnu Nafi’) dengan lafal yang sama. Hadits lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad. .

. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Zaid ibnul Habbab. telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Syuraih ia pernah mendengar Muhammad ibnu Syamir Ar-Ru’aihi mengatakan bahwa ia mendengar Abu Amir Al-Bujairi. Imam ahmad mengatakan selain dirinya menambahkan Abu Ali al-Hanafi yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abu Raihanah mengatakan kami (sahabat) pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam suatu peperangan, di suatu malam kami mendaki tempat yang tinggi, lalu kami menginap padanya, dan kami merasa sangat dingin.

Hingga aku melihat ada seseorang yang menggali tanah, lalu ia masuk ke dalamnya dan menutup bagian atas galian dengan tamengnya. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat sebagian orang ada yang berbuat demikian, maka beliau berseru: ‘Siapakah yang mau menjaga kita malam ini, maka aku akan berdoa untuknya dengan doa yang membuamya mendapat keutamaan.’ Maka ada seorang lelaki dari kalangan Anshar berkata, “”Akulah. wahai Rasulullah.’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Kemarilah.’ Lelaki itu mendekat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “”Siapakah kamu? Lelaki itu menyebutkan namanya, bahwa dia dari kalangan Anshar. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memulai doanya dan banyak berdoa untuknya.”” Abu Raihanah melanjutkan kisahnya, bahwa setelah ia mendengar apa yang didoakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka ia berkata, “”Akulah orang berikutnya.”” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “”Kemarilah kamu.”” Aku mendekat kepadanya dan beliau bertanya, “”Siapakah kamu?”” Aku menjawab, “”Abu Raihanah.”” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membacakan doa lain yang berbeda dengan doa yang telah beliau ucapkan buat orang Anshar tadi.

Sesudah itu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Neraka diharamkan atas mata yang mengeluarkan air mata atau menangis karena takut kepada Allah. Neraka diharamkan atas mata yang begadang karena bersiaga di jalan Allah. Imam An-Nasai meriwayatkan sebagian darinya, yaitu: “”Diharamkan neraka,”” hingga akhir hadits, melalui Ismah ibnul Fadl, dari Zaid ibnul Hubab dengan lafal yang sama. Juga dari Al-Haris ibnu Miskin, dari Ibnu Wahb, dari Abdur Rahman ibnu Syuraih dengan lafal yang sama dan lebih lengkap.

Imam An-Nasai dalam kedua riwayat tersebut mengatakan dari Abu Ali Al-Bujaini. Hadits lain diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi. Dinyatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Nasr ibnu Ali Al-Jahdami, telah mencerkakan kepada kami Bisyr ibnu Ammar dan telah menceritakan kepada kami Syu’aib ibnu Zuraiq atau Syaibah, dari ‘Atha’ Al-Khurrasani, dari ‘Atha’ ibnu Abu Rabah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Ada dua macam mata yang tidak akan disentuh oleh api neraka, yaitu mata yang menangis karena takut kepada Allah, dan mata yang begadang semalaman karena berjaga di jalan Allah.

Kemudian Imam At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan garib, kami tidak mengenalnya melainkan hanya melalui hadits Syu’aib ibnu Zuraiq. Imam At-Tirmidzi mengatakan bahwa dalam bab ini terdapat sebuah hadits melalui Usman dan Abu Raihanah. Menurut kami, kedua hadits tersebut telah kami sebutkan di atas. Hadits lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Gailan, telah menceritakan kepada kami Rasyidin, dari Ziyad, dari Sahl ibnu Mu’az.

dari ayahnya (yaitu Mu’az ibnu Anas), dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah bersabda: Barang siapa yang berjaga di barisan belakang kaum muslim dengan suka rela, bukan dengan gaji dari sultan, niscaya ia tidak akan melihat neraka dengan kedua matanya kecuali hanya untuk membebaskan diri dari sumpah, karena sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman, “”Dan tidak ada seorang pun dari kalian, melainkan mendatangi neraka itu”” (Maryam: 71). Hadits ini hanya diriwayatkan oleh Imam Ahmad sendiri. Hadits lain diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari di dalam kitab shahih-nya, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: Celakalah pengabdi dinar, pengabdi dirham, dan pengabdi perut; jika diberi, suka; jika tidak, marah; celaka dan hinalah dia; dan apabila terkena duri, semoga saja durinya tidak dapat dicabut.

Beruntunglah seorang hamba yang memegang kendali kudanya di jalan Allah dalam keadaan rambut yang awut-awutan dan kedua kakinya berdebu. Jika ia berada di dalam pos penjagaan, maka ia berada di pos penjagaan; dan jika ia bertugas di belakang pasukan, maka ia berada di belakang pasukan. Jika meminta izin, ia tidak diberi izin; dan jika meminta pertolongan, maka ia tidak diberi pertolongan.

Demikianlah akhir hadits-hadits yang berkaitan dengan masalah ini yang sudah kami ketengahkan, hanya bagi Allah-lah segala puji atas nikmat-nikmat-Nya yang berlimpah dan berlalunya tahun dan hari-hari. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Mutarrif ibnu Abdullah Al-Madini, telah menceritakan kepada kami Malik ibnu Zaid ibnu Aslam yang menceritakan bahwa Abu Ubaidah pernah mengirim surat kepada Umar ibnul Khattab untuk memperingatkan adanya sejumlah besar pasukan Romawi dan hal-hal yang perlu dikhawatirkan berupa ancaman dari mereka.

Maka Khalifah Umar ibnul Khattab membalas suratnya yang isinya mengatakan, “”Amma Ba’du, sesungguhnya betapapun seorang hamba yang mukmin menempati suatu tempat yang kritis, niscaya Allah akan menjadikan jalan keluar baginya sesudah itu. Karena sesungguhnya sekali kesulitan itu tidak akan dapat mengalahkan dua kemudahan. Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman: ‘Wahai orang-orang yang beriman, bersabarlah kalian dan kuatkanlah kesabaran kalian dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negeri kalian) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kalian beruntung’ (Ali lmran: 200).’ Hal yang sama diriwayatkan oleh Al-Hafidzh Ibnu Asakir di dalam autobiografi Abdullah ibnul Mubarak melalui jalur Muhammad ibnu Ibrahim ibnu Abu Sakinah yang menceritakan, telah mengimlakan kepadaku Abdullah ibnul Mubarak bait-bait syair berikut di Tarsus, lalu aku berpamitan kepadanya unruk berangkat.

ia mengirimkannya kepada Al-Fudail ibnu Iyad melaluiku. hal ini terjadi pada tahun 170 Hijriah. Menurut riwayat yang lain terjadi pada tahun 177 Hijriah. Bait-bait syair tersebut ialah: Wahai ahli ibadah di tanah haramain (dua kota suci), sekiranya engkau melihat kami, niscaya engkau mengetahui bahwa engkau dalam ibadahmu bermain-main.

Wahai orang yang membasahi pipinya dengan air matanya, maka leher kami berlumuran dengan darah kami. Apakah dia melelahkan kudanya dalam kebatilan, tetapi kuda-kuda kami pada hari peperangan kelelahan. Bau wewangian adalah bagi kalian, sedangkan bau kami ialah debu-debu teracak kuda, dan debu memang lebih wangi. Dan sesungguhnya telah datang kepada kami sebagian dari sabda Nabi kami, yaitu sabda yang benar, shahih, dan tidak dusta. (Bahwa) tidak sama menurut penciuman seseorang antara debu kuda (di jalan) Allah dengan asap neraka yang menyala-nyala.

Ini adalah Kitabullah yang berbicara di antara kita tanpa dusta, bahwa orang yang mati syahid itu tidak mati. Muhammad ibnu Ibrahim melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia menjumpai Al-Fudail ibnu Iyad di Masjidil Haram dengan membawa surat dari Abdullah ibnul Mubarak. Setelah ia membaca surat tersebut, kedua matanya mengalirkan air mata, lalu berkata, “”Memang benar apa yang dikatakan oleh Abu Abdur Rahman (nama julukan Abdullah ibnul Mubarak).

Ia telah menasihati diriku.”” Kemudian ia bertanya, “”Apakah kamu termasuk orang yang biasa menulis hadits?”” Aku menjawab, “”Ya.”” Ia berkata, “”Tulislah hadits berikut sebagai imbalan dari apa yang engkau bawakan kepadaku dari Abu Abdur Rahman.”” Al-Fudail ibnu Iyad mengimlakan kepadaku hadits berikut, bahwa telah menceritakan kepada kami Mansur ibnul Mu’tamir, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah : Bahwa ada seorang lelaki bertanya.

“”Wahai Rasulullah, ajarkanlah kepadaku suatu amal yang dengan melaluinya aku dapat memperoleh pahala orang-orang yang berjihad di jalan Allah.”” Maka Rasulullah Saw bersabda, Apakah engkau mampu melakukan shalat tanpa henti-hentinya dan puasa tanpa berbuka.’ Lelaki itu menjawab, “”Wahai Rasulullah, aku adalah orang yang sangat lemah untuk mampu melakukan hal tersebut.”” Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “”Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, seandainya engkau mampu secara paksa melakukan hal tersebut.

engkau masih belum mencapai tingkatan orang-orang yang berjihad di jalan Allah, Apabila kamu tidak tahu bahwa sesusungguhnya kuda yang dipakai itu bener-benar dipergunakan di jalan Allah, maka dicatatkan bagi pemiliknya pahala kebaikan. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan bertakwalah kepada Allah. (Ali Imran: 200) Yakni dalam semua urusan dan dalam semua keadaan kalian. Seperti yang dikatakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada sahabat Mu’az ketika beliau mengurusnya ke negeri Yaman, yaitu: Bertakwalah kamu kepada Allah di mana pun kamu berada dan iringilah perbuatan buruk dengan perbuatan yang baik dan berakhlaklah terhadap orang lain dengan akhlak yang baik.

supaya kalian beruntung. (Ali Imran: 200) Yaitu di dunia dan akhirat. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yunus, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepada kami Abu Sakhr, dari Muhammad ibnu Ka’b Al-Qurazi, bahwa ia pernah mengatakan sehubungan dengan firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan bertakwalah kepada Allah supaya kalian beruntung. (Ali Imran: 200) Takutlah kalian kepada-Ku dalam hal-hal yang ada antara Aku dengan kalian, supaya kalian beruntung besok bila kalian bersua dengan-Ku.

Telah selesai tafsir surat Ali Imran, dan hanya milik Allah-lah segala puji dan anugerah. Kami memohon kepada Allah, semoga Dia mematikan kita dalam keadaan berpegang kepada Al-Qur’an dan sunnah. Amin.

Sumber : tafsir.learn-quran.co

Ayo bagikan sebagai sedekah…


Yuk bagikan infonya...

About Auther:

Info Biografi

Formasi CPNS untuk SMA Di 8 Instansi Pemerintah
Hello. Add your message here.