Menyediakan gadaian (semacam taruhan) atau lebih tepatnya hadiah adalah boleh dan mengambil gadaian yang telah disediakan pun boleh tanpa ada perbedaan pendapat di kalangan para ulama Islam dalam hal pacuan kuda (ketangkasan berkuda), unta dan panahan, yaitu lomba memanah. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW,
“Tidak boleh ada barang gadaian (dalam perlombaan) kecuali dalam ketangkasan menunggung unta, kuda atau panah. [Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, no. 1700; an-Nasa’i, no. 3589; Ibnu Majah, no. 2878]
Barang gadaian di sini adalah sesuatu yang digadaikan (diserahkan) kemudian diambil oleh peserta lomba yang memenangkan perlombaan atau panahan. Sedangkan gadaian selain untuk jenis-jenis olahraga tersebut seperti gulat, renang, lari, balap sepeda, balap mobil, angkat besi, karavan baghal atau keledai atau perahu dayung, atau seperti memecahkan masalah-masalah ilmiah atau menghafalnya dan menjelaskannya, meskipun hal-hal tersebut termasuk olahraga atau adu ketangkasan, namun pendapat yang benar adalah tidak boleh menentukan suatu gadaian untuk hal itu dan kisah Rasulullah SAW mengadu ketangkasan gulat dengan Rukanah bin Zaid tidak dapat dijadikan alasan untuk kebolehannya, yaitu bahwa suatu ketika Rasulullah SAW bertanding gulat dengan Rukanah bin Zaid dan beliau mengalahkannya, kemudian beliau mengembalikan barang gadaian yang ditentukan oleh Rukanah dalam pertandingan gulat tersebut.
Sejalan dengan itu, tidak dapat dijadikan alasan pula bahwa penentuan gadaian oleh ash-Shiddiq bagi Quraisy dan pengambilan gadaian itu dari mereka, ketika ia mengalahkannya dalam persoalan kekalahan Romawi; sesungguhnya hal itu terjadi pada masa awal kelahiran Islam sebelum turunnya Syariat.
Hikmah dibatasinya ketentuan mengenai barang gadaian (taruhan) tersebut dan pengambilannya pada ketiga perlombaan yang disebutkan dalam hadits di atas adalah bahwa ketiga perlombaan itu mempunyai pengaruh pada jihad, sedangkan perlombaan-perlombaan lainnya tidak mempunyai pengaruh pada jihad. Hal tersebut karena jihad sangat bergantung pada keahlian rnenunggang kuda dan unta serta kemampuan memanah.
jika mengendarai kendaraan lapis baja dan ketangkasan menerbangkan pesawat ternpur dianalogikan pada kuda dan unta, maka perlornbaan tersebut boleh dilakukan dan boleh menentukan barang gadaian dan boleh pula mengambilnya, karena hal itu mempunyai pengaruh pada jihad yang merupakan tujuan dari seluruh olahraga jasmani.
Sejalan dengan itu, seandainya Pembuat Syariat memperbolehkan mengambil barang gadaian dari jenis-jenis olahraga selain ketiga perlombaan yang disebutkan dalam hadits di atas, niscaya sebagian manusia akan menjadikan olahraga sebagai profesi untuk mencari penghidupan dan mencari rizki melalui perantaraannya. Jika demikian, maka tujuan yang mulia dari disyariatkannya olahraga akan dilupakan, yaitu mempersiapkan kekuatan untuk jihad demi menegakkan yang haq dan menghapuskan yang batil di muka bumi ini, yaitu agar olahraga tersebut seperti gulat, renang, lari, balap sepeda, balap mobil, angkat besi, karavan baghal atau keledai atau perahu dayung, atau seperti memecahkan masalah-masalah ilmiah atau menghafalnya dan menjelaskannya, meskipun hal-hal tersebut termasuk olahraga atau adu ketangkasan, namun pendapat yang benar adalah tidak boleh menentukan suatu gadaian untuk hal itu dan kisah Rasulullah SAW mengadu ketangkasan gulat dengan Rukanah bin Zaid tidak dapat dijadikan alasan untuk kebolehannya, yaitu bahwa suatu ketika Rasulullah SAW bertanding gulat dengan Rukanah bin Zaid dan beliau mengalahkannya, kemudian beliau mengembalikan barang gadaian yang ditentukan oleh Rukanah dalam pertandingan gulat tersebut.
Sejalan dengan itu, tidak dapat dijadikan alasan pula bahwa penentuan gadaian oleh ash-Shiddiq bagi Quraisy dan pengambilan gadaian itu dari mereka, ketika ia mengalahkannya dalam persoalan kekalahan Romawi; sesungguhnya hal itu terjadi pada masa awal kelahiran Islam sebelum turunnya Syariat.
Hikmah dibatasinya ketentuan mengenai barang gadaian (taruhan) tersebut dan pengambilannya pada ketiga perlombaan yang disebutkan dalam hadits di atas adalah bahwa ketiga perlombaan itu mempunyai pengaruh pada jihad, sedangkan perlombaan-perlombaan lainnya tidak mempunyai pengaruh pada jihad. Hal tersebut karena jihad sangat bergantung pada keahlian rnenunggang kuda dan unta serta kemampuan memanah.
jika mengendarai kendaraan lapis baja dan ketangkasan menerbangkan pesawat ternpur dianalogikan pada kuda dan unta, maka perlornbaan tersebut boleh dilakukan dan boleh menentukan barang gadaian dan boleh pula mengambilnya, karena hal itu mempunyai pengaruh pada jihad yang merupakan tujuan dari seluruh olahraga jasmani.
Sejalan dengan itu, seandainya Pembuat Syariat memperbolehkan mengambil barang gadaian dari jenis-jenis olahraga selain ketiga perlombaan yang disebutkan dalam hadits di atas, niscaya sebagian manusia akan menjadikan olahraga sebagai profesi untuk mencari penghidupan dan mencari rizki melalui perantaraannya. Jika demikian, maka tujuan yang mulia dari disyariatkannya olahraga akan dilupakan, yaitu mempersiapkan kekuatan untuk jihad demi menegakkan yang haq dan menghapuskan yang batil di muka bumi ini, yaitu agar manusia hanya menyembah kepada Allah Yang Maha Esa dan berjalan di jalanNya sehingga manusia dapat mencapai kebahagiaan di dunia maupun di akhirat dan terhindar dari kesengsaraan.
Oleh : Syaikh Abu Bakar Jabir Al Jaza’iri
Baca juga :
- Minhajul Muslim (Konsep Hidup Ideal dalam Islam)
- Penerimaan CPNS Daerah Dibuka Secara Nasional Tahun 2018
- Mau Ikut Seleksi Serentak CPNS Daerah 2018? Pelajari Dulu Soal dan Pembahasan Tes CPNS 2007-2017 Disini!
- Jangan Bersedih : Kompilasi Motivasi Islam Penyejuk Hati
- Kompilasi Sejarah Islam Sejak Awal Penciptaan
- Lowongan Kerja Terbaru 43 Bank di Indonesia
- 5 Kunci untuk Menguak Rahasia SUKSES SEJATI dalam Kehidupan Anda
- Best Articles : Career Life, Personal Development, Entrepreneurship And Business
- Inilah 10 Besar Profesi dengan Gaji Tertinggi di Indonesia
- Inilah 7 Pondok Pesantren Tahfidz Al Qur’an Terbaik di Indonesia
- Kompilasi Tafsir Al Quran
- Al Quran Menjawab