Buku “Kratom” Prospek Kesehatan dan Sosial Ekonomi (Kemenkes)
Tumbuhan kratom saat ini menjadi primadona bagi masyarakat mengingat harga yang sangat kompetitif dibandingkan dengan produk sejenis seperti bahan herbal yang lain. Selain itu permintaan untuk ekspor ke luar negeri terus meningkat dan belum dapat dipenuhi oleh eksportir sehingga peluang untuk budidaya oleh petani masih terbuka luas. Dilain pihak harga komoditi perkebunan seperti karet sedang lesu dan terus turun sehingga pendapatan petani makin berkurang dan bahkan tidak cukup untuk menopang kebutuhan sehari-hari. Kondisi inilah yang memicu masyarakat petani di Kalimantan Barat, Tengah, dan Timur di sepanjang Sungai Kapuas dan Mahakam beralih menanam kratom dengan mengganti tanaman karet mereka.
Daun kratom oleh masyarakat secara empiris dimanfaatkan untuk obat tradisional sebagai obat diare, perawatan nifas, capek dan untuk bedak. Selain untuk obat tradisional saat ini masyarakat di beberapa wilayah seperti Kabupaten Kapuas Hulu Kalimantan Barat memanfaatkan kratom sebagai sajian seperti teh. Beberapa penelitian terkait tanaman kratom menyebutkan bahwa penggunaan pada dosis rendah berefek stimulan, namun pada dosis tinggi mengakibatkan depresi dan withdrawl (gejala putus obat), penelitian lain menyebutkan jika kratom digunakan bersama obat lain seperti tramadol bisa mengakibatkan kematian.
Senyawa mitraginin dan 7-hidroksimitraginin merupakan kandungan kimia utama dalam kratom, senyawa ini mempunyai reseptor yang sama dengan reseptor opioid dalam otak sehingga diyakini mempunyai efek seperti opium. Kedua senyawa ini oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) dikategorikan sebagai New Psychoactive substance (NPS) yang tentunya harus ada pengaturan dalam penggunaannya. Beberapa negara di Eropa dan Asia Tenggara seperti Thailand dan Malaysia telah memasukkan tanaman kratom ke dalam golongan narkotika, juga beberapa negara bagian di Amerika Serikat telah melarang penggunaan kratom meskipun FDA belum secara resmi menyebut ilegal. Indonesia belum mengatur secara khusus tanaman kratom, namun BPOM telah mengeluarkan surat edaran pelarangan penggunaan kratom dalam obat herbal dan suplemen makanan.
Menyikapi kekhawatiran adanya dampak kesehatan terkait penggunaan kratom, Kementerian Kesehatan melalui Badan Litbang Kesehatan melakukan kajian terhadap kratom secara menyeluruh. Informasi tentang kratom diperoleh melalui berbagai metode seperti kajian pustaka, Round Table Discussion (RTD) dan observasi lapangan ke daerah sentra produksi kratom. RTD dilakukan dengan seluruh stake holder tingkat pusat antara lain Kementerian Koordinator PMK, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Kementerian Kesehatan, Polri, BNN, BPOM, Bea Cukai, Perguruan Tinggi, LIPI, Pemprov Kalbar, Pemda Kapuas Hulu, dan asosiasi pengusaha kratom. Observasi lapangan dilaksanakan di Kabupaten Kapuas Hulu dengan pertimbangan merupakan sentra produksi kratom terbesar dan terbaik di Indonesia. Penggalian informasi secara langsung diperoleh dari para stake holder tanaman kratom seperti petani, pengepul, pedagang, dan masyarakat pengguna kratom, serta masyarakat umum untuk mendapatkan informasi secara lebih lengkap.
Hasil kajian dituangkan dalam bentuk buku, membahas tentang deskripsi tumbuhan kratom, ekologi dan budidaya; tinjauan kandungan senyawa kimia, pemanfaatan dalam kesehatan; tinjauan aspek sosial dan ekonomi; regulasi dan pengaturan; serta prospek pemanfatannya, dengan harapan dapat menjadi pertimbangan dalam pengaturan kratom di Indonesia.
Buku “Kratom : Prospek Kesehatan dan Sosial Ekonomi” diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan yang berisi pembahasan lengkap tentang tumbuhan Kratom, materi yang dibahas dalam buku ini yaitu Kontroversi, Deskripsi, Kandungan Kimia, Pemanfaatan, Tinjauan Sosial Ekonomi, Tinjauan Regulasi dan Prospek Kratom.
Download BUKU KRATOM KEMENKES
BACA JUGA
- Buku “Kratom” Prospek Kesehatan dan Sosial Ekonomi (Kemenkes)
- Mengenal Tanaman Kratom dan Efek Saat Mengonsumsinya
- Tanaman Kratom, Inilah Kandungan dan Manfaatnya
- Peluang Bisnis Daun Kratom, Harga Bisa Tembus Rp90 Juta/Kg