Bertakwalah dan Bersatulah!

Yuk bagikan infonya...

unity

Allah SWT dalam Al Qur’an surat Ali Imran Ayat 102-103 berfirman :

Ali-‘Imran: 102

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.

Ali-‘Imran: 103

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ النَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.

Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kalian mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. Dan berpeganglah kalian kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepada kalian ketika kalian dahulu (masa Jahiliah) bermusuh-musuhan, maka Allah menjinakkan amarah hati kalian, lalu menjadilah kalian karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara, dan kalian telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kalian darinya.

Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kalian, agar kalian mendapat petunjuk. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Sinan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Sufyan dan Syu’bah, dari Zubaid Al-Yami, dari Murrah, dari Abdullah ibnu Mas’ud sehubungan dengan makna firman-Nya: Bertakwalah kalian kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya.(Ali Imran: 102 Yaitu dengan taat kepada-Nya dan tidak maksiat terhadapnya, selalu mengingat-Nya dan tidak lupa kepada-Nya, selalu bersyukur kepada-Nya dan tidak ingkar terhadap nikmat-Nya.

Artikel pilihan : 27 Ayat-ayat Motivasi Terdahsyat dalam Al Qur’an dan Tafsirnya

Sanad atsar ini shahih lagi mauquf. Ibnu Abu Hatim mengikutkan sesudah Murrah (yaitu Amr ibnu Maimun), dari Ibnu Mas’ud. Ibnu Mardawaih meriwayatkannya melalui hadits Yunus ibnu Abdul A’la, dari Ibnu Wahb, dari Sufyan Ats-Tsauri, dari Zubaid, dari Murrah, dari Abdullah Ibnu Mas’ud yang menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca firman-Nya: bertakwalah kalian kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya (Ali Imran: 102), lalu beliau bersabda menafsirkannya hendaknya Allah ditaati, tidak boleh durhaka kepada-Nya, bersyukur kepada-Nya dan jangan ingkar kepada (nikmat)-Nya, dan selalu ingat kepada-Nya dan tidak melupakan-Nya. Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya melalui hadits Mis’ar, dari Zubaid, dari Murrah, dari Ibnu Mas’ud secara marfu’ (yakni sampai kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam).

Kemudian Imam Hakim menuturkan hadits ini, lalu berkata, “”Predikat hadits shahih dengan syarat Syaikhain, tetapi keduanya tidak mengetengahkannya.”” Demikianlah menurut penilaian Imam Hakim. Tetapi menurut pendapat yang kuat, predikatnya adalah mauquf (hanya sampai pada Ibnu Mas’ud saja). lbnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan hal yang semisal dari Murrah Al-Hamdani, Ar-Rab’i ibnu Khaisam, Amr ibnu Maimun, Ibrahim An-Nakha’i, Tawus, Al-Hasan, Qatadah, Abu Sinan, dan As-Suddi.

Artikel pilihan : 250 Artikel Aa Gym Pilihan Penyejuk Hati  

Telah diriwayatkan pula dari sahabat Anas; ia pernah mengatakan bahwa seorang hamba masih belum dikatakan benar-benar bertakwa kepada Allah sebelum mengekang (memelihara) lisannya. Sa’id ibnu Jubair, Abul Aliyah, Ar-Rabi’ ibnu Anas, Qatadah, Muqatil ibnu Hayyan, Zaid ibnu Aslam, As-Suddi, dan lain-lainnya berpendapat bahwa ayat ini (Ali Imran: 102) telah dimansukh oleh firman-Nya: Maka bertakwalah kalian kepada Allah menurut kesanggupan kalian. (At-Taghabun: 16) Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya. (Ali Imran: 102) Bahwa ayat ini tidak dimansukh, dan yang dimaksud dengan haqqa luqatih ialah berjihadlah kalian di jalan Allah dengan sebenar-benar jihad demi membela agama Allah, dan janganlah kalian enggan demi membela Allah hanya karena celaan orang-orang yang mencela; tegakkanlah keadilan, sekalipun terhadap diri kalian dan orang-orang tua kalian serta anak-anak kalian sendiri.

Firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan janganlah sekali-kali kalian mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. (Ali Imran: 102) Artinya, peliharalah Islam dalam diri kalian sewaktu kalian sehat dan sejahtera agar kalian nanti mati dalam keadaan beragama Islam, karena sesungguhnya sifat dermawan itu terbina dalam diri seseorang berkat kebiasaannya dalam berderma. Barang siapa yang hidup menjalani suatu hal, maka ia pasti mati dalam keadaan berpegang kepada hal itu; dan barang siapa yang mati dalam keadaan berpegang kepada suatu hal, maka kelak ia dibangkitkan dalam keadaan tersebut.

Artikel pilihan : 100 Artikel Motivasi Islam Penyejuk Hati

Kami berlindung kepada Allah dari kebalikan hal tersebut. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Rauh, telah menceritakan kepada kami Syu’bah, bahwa Sulaiman pernah mengatakan dari Mujahid, “”Sesungguhnya ketika orang-orang sedang melakukan tawaf di Baitullah dan Ibnu Abbas sedang duduk berpegang kepada tongkatnya, lalu ia mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda seraya membacakan firman-Nya: ‘Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kalian mati melainkan dalam keadaan beragama Islam’ (Ali Imran: 102).

Seandainya setetes dari zaqqum (makanan ahli neraka) dijatuhkan ke dunia ini, niscaya tetesan zaqqum itu akan merusak semua makanan penduduk dunia. Maka bagaimana dengan orang yang tidak mempunyai makanan lain kecuali hanya zaqqum (yakni ahli neraka) .”” Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi, Imam An-Nasai, Imam Ibnu Majah, dan Imam Ibnu Hibban di dalam kitab sahihnya; serta Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya melalui jalur Syu’bah dengan lafal yang sama.

Artikel pilihan : 100 Artikel Keislaman tentang Adab, Aqidah, Bisnis, Jihad, Pidana, Nikah, Hukum, Waris, dll

Imam At-Tirmidzi mengatakan hadits ini hasan shahih. Imam Hakim mengatakan shahih dengan syarat Syaikhain, tetapi keduanya tidak mengetengahkan hadits ini. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki’, telah menceritakan kepada kami Al-A’masy, dari Zaid ibnu Wahb, dari Abdur Rahman ibnu Abdu Rabbil Ka’bah, dari Abdullah ibnu Amr yang menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: Barang siapa yang suka bila dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka hendaklah di saat kematian menyusulnya ia dalam keadaan beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan hendaklah ia memberikan kepada orang lain apa yang ia sukai bila diberikan kepada dirinya sendiri.

Imam Ahmad mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Mu’awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A’masy, dari Abu Sufyan, dari Jabir yang menceritakan bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tiga hari sebelum wafat, yaitu: Jangan sekali-kali seseorang di antara kalian meninggal dunia melainkan ia dalam keadaan berbaik prasangka kepada Allah subhanahu wa ta’ala Imam Muslim meriwayatkannya melalui jalur Al-A’masy dengan lafal yang sama. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Ibnu Luhai’ah, telah menceritakan kepada kami Yunus, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: Sesungguhnya Allah telah berfirman, “”Aku mengikuti prasangka hamba-Ku terhadap diri-Ku.

Artikel pilihan : Amalan Doa Pembuka Pintu Rezeki, Panjang Umur dan Kemudahan Hidup

Maka jika dia menyangka balk kepada-Ku, itulah yang didapatinya. Dan jika dia berprasangka buruk terhadap-Ku, maka itulah yang didapatinya.”” Asal hadits ini ditetapkan di dalam kitab Shahihain melalui jalur lain dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: Allah berfirman, “”Aku menuruti prasangka hamba-Ku terhadap diri-Ku.”” — Al-Hafidzh Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdul Malik Al-Qurasyi, telah menceritakan kepada kami Ja’far ibnu Sulaiman, dari Sabit menurut dugaanku dari Anas yang menceritakan bahwa ada seorang lelaki dari kalangan Anshar mengalami sakit, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam datang menjenguknya.

Dan di lain waktu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersua dengannya di pasar, lalu beliau mengucapkan salam kepadanya dan bertanya kepadanya, “”Bagaimanakah keadaanmu, wahai Fulan?”” Lelaki itu menjawab, “”Dalam keadaan baik, wahai Rasulullah. Aku berharap kepada Allah, tetapi aku takut akan dosa-dosaku.”” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Tidak sekali-kali berkumpul di dalam kalbu seorang hamba yang dalam keadaan seperti ini (yakni sakit), melainkan Allah memberinya apa yang diharapkannya, dan mengamankannya dari apa yang dikhawatirkannya. Kemudian Al-Bazzar mengatakan bahwa kami tidak mengetahui perawi yang meriwayatkannya dari Sabit selain Ja’far ibnu Sulaiman. Demikian pula Imam At-Tirmidzi, Imam An-Nasai, dan Imam Ibnu Majah meriwayatkannya dari hadisnya.

Artikel pilihan : Sholawat Nariyah dan Keutamaannya

Kemudian Imam At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini garib. Hal yang sama diriwayatkan oleh sebagian mereka (para perawi) dari Sabit secara mursal. Adapun hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad seperti berikut: Telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja’far, telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Abu Bisyr, dari Yusuf ibnu Mahik, dari Hakim ibnu Hizam yang menceritakan: Aku telah berbaiat (berjanji setia) kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa aku tidak akan mundur kecuali dalam keadaan berdiri. Imam An-Nasai meriwayatkannya di dalam kitab sunannya dari Ismail ibnu Mas’ud, dari Khalid ibnul Haris, dari Syu’bah dengan lafal yang sama; dan ia mengategorikannya ke dalam Bab “”Cara Menyungkur untuk Bersujud””, lalu ia mengetengahkannya dengan lafal yang semisal.

Menurut suatu pendapat, makna hadits di atas ialah bahwa aku tidak akan mati kecuali dalam keadaan sebagai orang muslim. Menurut pendapat yang lain lagi, makna yang dimaksud ialah bahwa aku tidak sekali-kali berperang (berjihad) melainkan dalam keadaan menghadap (maju), bukan membelakangi (mundur/lari). Pengertian ini merujuk kepada makna yang pertama. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai-berai.(Ali Imran: 103) Menurut suatu pendapat, yang dimaksud dengan hablillah ialah janji Allah.

Seperti yang disebutkan di dalam ayat selanjutnya, yaitu firman-Nya: Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia. (ali Imran: 112) Yakni janji dan jaminan. Menurut pendapat yang lain, yang dimaksud ialah Al-Qur’an. Sebagaimana yang disebutkan di dalam hadits Al-Haris Al-A’war, dari sahabat Ali secara marfu’ mengenai sifat Al-Qur’an, yaitu: Al-Qur’an adalah tali Allah yang kuat dan jalan-Nya yang lurus.

Sehubungan dengan hal ini terdapat hadits yang khusus membahas mengenai makna ini. Untuk itu Imam Al-Hafidzh Abu Ja’far At-Tabari mengatakan: telah menceritakan kepada kami Sa’id ibnu Yahya Al-Umawi, telah menceritakan kepada kami Asbat ibnu Muhammad, dari Abdul Malik ibnu Sulaiman Al-Azrami, dari Atiyyah, dari Abu Sa’id yang menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: Kittabullah (Al-Qur’an) adalah tali Allah yang menjulur dari langit ke bumi. Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari jalur Ibrahim ibnu Muslim Al-Hijri, dari Abu Ahwas, dari Abdullah yang menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: Sesungguhnya Al-Qur’an ini adalah tali Allah yang kuat. Dia adalah cahaya yang jelas, dia adalah penawar yang bermanfaat, perlindungan bagi orang yang berpegang kepadanya, dan keselamatan bagi orang yang mengikuti (petunjuk)Nya.

Telah diriwayatkan dari hadits Huzaifah dan Zaid ibnu Arqam hal yang semisal. Waki’ mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-A’masy, dari Abu Wail yang menceritakan bahwa Abdullah pernah mengatakan (bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepadanya): Sesungguhnya jalan itu adalah tempat lalu lalang, setan-setan selalu datang kepadanya. Wahai Abdullah, ambillah jalan ini, kemarilah, tempuhlah jalan ini. Maka mereka berpegang kepada tali Allah karena sesungguhnya tali Allah itu adalah Al-Qur’an. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan jangan kalian bercerai-berai. (Ali Imran: 103) Allah memenntahkan kepada mereka untuk menetapi jamaah (kesatuan) dan melarang mereka bercerai-berai.

Banyak hadits yang isinya melarang bercerai-berai dan memerintahkan untuk bersatu dan rukun. Seperti yang dinyatakan di dalam kitab Shahih Muslim melalui hadits Suhail ibnu Abu Saleh, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: Sesungguhnya Allah rida kepada kalian dalam tiga perkara dan murka kepada kalian dalam tiga perkara. Allah rida kepada kalian bila kalian menyembah-Nya dan kalian tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, bila kamu sekalian berpegang teguh kepada tali Allah dan tidak bercerai-berai, dan bila kalian saling menasihati dengan orang yang dikuasakan oleh Allah untuk mengurus perkara kalian.

Dan Allah murka kepada kalian dalam tiga perkara, yaitu qil dan qal (banyak bicara atau berdebat), banyak bertanya dan menyia-nyiakan (menghambur-hamburkan) harta. Bilamana mereka hidup dalam persatuan dan kesatuan, niscaya terjaminlah mereka dari kekeliruan, seperti yang disebutkan oleh banyak hadits mengenai hal tersebut. Sangat dikhawatirkan bila mereka bercerai-berai dan bertentangan. Hal ini ternyata menimpa umat ini, hingga bercerai-berailah mereka menjadi tujuh puluh tiga golongan. Di antaranya terdapat suatu golongan yang selamat masuk surga dan diselamatkan dari siksa neraka.

Mereka adalah orang-orang yang mengikuti jejak yang telah dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan ingatlah akan nikmat Allah kepada kalian ketika kalian dahulu (masa Jahiliah) bermusuh-musuhan, maka Allah menjinakkan antara hati kalian, lalu menjadilah kalian karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara. (Ali Imran: 103), hingga akhir ayat. Konteks ayat ini berkaitan dengan keadaan kabilah Aus dan kabilah Khazraj, karena sesungguhnya dahulu di antara mereka sering terjadi peperangan, yaitu di masa Jahiliah. Kedengkian dan permusuhan, pertentangan yang keras di antara mereka menyebabkan meletusnya perang yang berkepanjangan di antara sesama mereka.

Ketika Islam datang dan masuk Islamlah sebagian orang di antara mereka, maka jadilah mereka sebagai saudara yang saling mengasihi berkat keagungan Allah. Mereka dipersatukan oleh agama Allah dan saling membantu dalam kebajikan dan ketakwaan. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Dialah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan para mukmin, dan yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. (Al-Anfal: 62-63) sebelum itu mereka berada di tepi jurang neraka karena kekafiran mereka, lalu Allah menyelamatkan mereka darinya dengan memberi mereka petunjuk kepada iman.

Sesungguhnya hal tersebut disebut-sebut oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari beliau membagi-bagikan ganimah Hunain, lalu ada sebagian orang yang merasa kurang puas karena ada sebagian yang lain mendapat bagian yang lebih banyak daripada mereka. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam Sengaja melakukan demikian karena berdasarkah apa yang dianjurkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala kepadanya. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada mereka: Wahai orang-orang Anshar, bukankah aku menjumpai kalian dalam keadaan sesat, lalu Allah memberi petunjuk kepada kalian melalui diriku; dan kalian dalam keadaan bercerai-berai, lalu Allah mempersatukan kalian melalui diriku; dan kalian dalam keadaan miskin, lalu Allah memberi kecukupan kepada kalian melalui aku? Setiap kalimat yang diucapkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya bisa mereka katakan dengan kalimat berikut sebagai pengakuan mereka, “”Hanya kepada Allah dan Rasul-Nya kami percaya.”” Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar dan lain-lainnya menceritakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan peristiwa yang dialami oleh kabilah Aus dan kabilah Khazraj.

Demikian itu terjadi ketika ada seorang lelaki Yahudi lewat di hadapan sejumlah orang penting dari kalangan kabilah Aus dan kabilah Khazraj, maka si Yahudi itu merasa tidak senang dengan kesatuan dan kerukunan yang ada di antara mereka. Lalu ia mengirimkan seorang lelaki kepercayaannya dan memerintahkan kepadanya duduk bersama mereka dan mengingatkan mereka kepada peristiwa-peristiwa masa lalu yang pernah terjadi di antara mereka, yaitu peperangan Bi’as dan peperangan-peperangan lainnya yang terjadi di antara sesama mereka.

Kemudian lelaki utusan si Yahudi itu melakukan apa yang diperintahkan kepadanya; dengan tekunnya ia melakukan tugas tersebut secara rutin, hingga suasana kaum menjadi panas kembali dan bangkitlah amarah sebagian mereka terhadap sebagian yang lain. Lalu timbullah fanatisme mereka, dan masing-masing pihak menyerukan semboyan-semboyannya, lalu mempersiapkan senjatanya masing-masing dan mengadakan tantangan kepada lawannya di tempat yang terbuka pada hari tertentu.

Ketika berita tersebut sampai kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau mendatangi mereka, lalu beliau meredakan dan melerai mereka serta bersabda: Apakah kalian menyerukan seruan Jahiliah, sedangkan aku ada di antara kalian? Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membacakan ayat ini kepada mereka. Akhirnya mereka menyesali perbuatannya, lalu mereka berdamai, saling berpelukan, dan semua senjata mereka lemparkan. Semoga Allah melimpahkan rida-Nya kepada mereka. Ikrimah menyebutkan bahwa peristiwa tersebut menimpa mereka ketika mereka dalam keadaan emosi karena peristiwa berita bohong (hadisul ifki).

Referensi : Tafsir Ibnu Katsir Surat Ali Imran Ayat 102-103

Artikel Pilihan

Ayo bagikan sebagai sedekah…


Yuk bagikan infonya...

About Auther:

Info Biografi

BUKU TES TNI POLRI AKMIL AKPOL 2024
Hello. Add your message here.