Fintech atau financial technology merupakan salah satu arena bisnis yang diramalkan akan terus melesat. Tahun ini para venture capital raksasa telah menginjeksikan dana hingga Rp 100 triliun lebih untuk puluhan start up fintech di Asia.
Gelombang kelahiran start up di arena fintech ini dipredikasi akan memberikan impak yang signifikan bagi arah masa depan dunia perbankan di tanah air.
Bagaimana sebenarnya peta start up fintech di tanah air? Dan bagaimana implikasi pertumbuhan fintech bagi masa depan bisnis bank di tanah air?
Secara garis besar, pertumbuhan utama fintech di tanah air sejatinya bisa dipetakan dalam dua kategori. Dua bidang inilah yang mendominasi pertumbuhan start up fintech di tanah air selama beberapa tahun terakhir.
Karena itu saya hanya akan ulas dua kategori ini saja. Arena fintech yang lain akan saya ulas dalam kesempatan mendatang.
Fintech Arena # 1 : Smartphone Payment
Harus segera disampaikan dalam arena aplikasi PAYMENT fintech ini, telah hadir puluhan players baik besar dan kecil, yang saling bersaing dengan sengit. Dengan kata lain, arena online payment ini sebenarnya sudah cukup crowded.
Beberapa key players dalam arena aplikasi payment fintech ini antara lain adalah : Doku Wallet, GoPay, GrabPay, E-Cash (punya bank Mandiri, beda dengan E-Money), Sakuku (punya BCA, beda dengan Flazz), Tcash Telkomsel, hingga UniqKu (punya Bank BNI).
Payment fintech intinya adalah produk yang membuat kita bisa melakukan pembayaran cukup hanya dengan smartphone kita. Kita tak perlu lagi KARTU semacam E-Money Mandiri, Flazz BCA, atau E-Toll dan Kartu Debit.
Dengan media smartphone sebagai alat pembayaran, maka pembayaran biaya langganan (listrik, PAM, dll), belanja di gerai-gerai online atau belanja di offline merchants menjadi sangat mudah.
Itulah fenomena yang disebut sebagai “Cashless Nation”. Uang fisik dan kartu debit makin hilang dari proses transaksi konsumen. Di China, fenomena ini sudah terjadi. Bahkan disana, para pengemis juga maunya hanya menerima pemberian uang secara digital. Pengemis digital jaman Now.
Di tanah air, pengguna payment fintech paling banyak adalah GoPay by Gojek (11 jutaan pengguna) dan Tcash Telkomsel (sekitar 10 juta pengguna).
Kunci keberhasilan fintech payment adalah : 1) jumlah pengguna dan 2) jumlah merchant yang mau menerima pembayaran via aplikasi yang disediakan para fintech players.
Layanan aplikasi payment via smartphone yang diberikan bank-bank masih agak ketinggalan. Misal Sakuku BCA baru hanya punya 500 ribu pengguna (jauh dibawah Gopay).
Kesalahan bank mungkin karena mereka tidak bisa menyatukan aplikasi smartphone payment mereka dengan aplikasi Mobile Banking yang telah mereka miliki.
Aplikasi Mobile Banking Bank sebenarnya sangat powerful sebagai fintech. Sayangnya, fitur-fitur baru seperti E-cash dibikin dalam aplikasi yang terpisah. Tidak menyatu dengan aplikasi Mobile Banking.
Ambil contoh Mobile Banking BCA. Penggunanya pasti sudah puluhan juta. Yang ajaib adalah : kenapa mereka mengenalkan aplikasi e-cash Sakuku sebagai aplikasi terpisah. Harus download lagi. Daftar lagi. Ribet jadinya. Tidak user-friendly.
Kenapa fitur ini tidak ditambahkan langsung saja ke dalam aplikasi mobile banking mereka? Ini juga terjadi dalam aplikasi E-Cash Mandiri yang dibikin terpisah dengan aplikasi Mobile Banking mereka.
Terus terang, itulah mungkin blunder yang layak dipertanyakan. Blunder yang agak fatal.
Blunder inilah yang amat mungkin membuat bank-bank makin ketinggalan dari GoPay yang diramalkan bisa menjadi “Digital Banking” terbesar di tanah air.
Saya berharap Gopay bisa meniru kisah sukses Alipay yang kini mendominasi mobile payment di China (dan membuat ribuan cabang bank dan ATM disana jadi barang peninggalan museum).
Ke depan yang mungkin akan menguasai fintech payment di tanah air ini adalah GoPay dan T-Cash Telkomsel.
Tak terbayangkan bahwa pesaing berat bank-bank di masa depan adalah perusahaan ojek dan perusahaan telekomunikasi. Bukan sesama bank lagi.
Fintech # 2 : Online Lending
Kategori kedua fintech yang juga banyak pemainnya adalah dalam arena Lending. Layanan fintech lending ini intinya adalah memberikan jasa pinjaman modal secara online.
Beberapa key players dalam online lending fintech ini antara lain adalah : Uangteman, Modalku, InvesTree, Amartha.com, dan Kredivo.
Layanan InvesTree bahkan mengambil bentuk peer-to-peer lending. Artinya modal pinjaman yang mereka tawarkan kepada yang butuh, dikumpulkan dari para investor retail yang tertarik menanamkan uangnya di layanan mereka. Jadi semacam crowdfunding juga.
Peer-to-peer lending ini merupakan alternatif pembiayaan yang menarik dan hanya bisa dimunculkan oleh fintech players. Bank tidak bisa melakukanya.
Jika online peer-to-peer lending ini sukses menjaga tingkat pengembalian pinjaman, maka layanan ini hampir pasti akan menggerus pendatapan utama bank-bank (dari bisnis kredit dan pinjaman).
Yang menarik, sejumlah fintech lending di luar negeri telah menggunakan Big Data Analytics dan Artificial Intelligence, untuk memprediksi tingkat kemampuan peminjam dalam mengembalikan hutangnya. Dan prediksi ini jauh lebih akurat daripada Model Analisa Jadul Bank-bank dalam menilai kelayakan kredit calon nasabahnya.
Itulah kenapa Non Performing Loan (atau tingkat kredit macet) di berbagai Fintech Lending di luar negeri sangat kecil. Ini semua karena bantuan Big Data dan Artificial Intelligence (AI).
Big data dan AI intinya mampu menelusuri jutaan jejak online dan perilaku belanja online Anda, dan dari sini dengan cerdas bisa memprediksi kemampuan keuangan Anda, dan kemampuan Anda dalam membayar hutang.
Apakah bank-bank di Indonesia sudah bisa menggunakan Big Data Analytics dan Artificial Intelligence dalam memprediksi kemampuan nasabahnya dalam membayar pinjaman? Kayaknya mereka belum punya kapabilitas untuk ini.
Artinya, masa depan bank di tanah air bisa makin suram, digilas kecepatan inovasi teknologi Fintech.
Sebaliknya, dugaan saya, Gopay/Gojek sudah punya kemampuan Big Data Analytics ini.
Dari analisa terhadap jutaan data orderan pelanggannya, Gopay bisa memprediksi dengan akurat mana pelanggannya yang lagi butuh pinjaman, dan mana pelanggannya yang kelebihan dana dan lagi ingin membeli rumah atau mobil baru.
Bayangkan, betapa berharganya informasi seperti itu bagi fintech dalam memasarkan aneka produk dan layanan keuangannya.
DEMIKIANLAH, uraian ringkas mengenai dua arena fintech yang terus tumbuh di tanah air, yakni arena smartphone payment dan online peer-to-peer lending.
Dalam dua arena fintech ini, mungkin akan terus muncul disruptive innovation yang bisa mengancam masa depan bisnis bank di tanah air.
Innovate or die. Tanpa kecakapan melakukan inovasi digital services, masa depan bank di tanah air bisa sangat kelam. Mereka bisa saja terpelanting dalam duka kekalahan yang perih dan menyakitkan.
Oleh : Yodhia Antariksa, Sumber : strategimanajemen.net