Harapan Boleh, Berangan-angan Jangan, Lalu Apa Bedanya?

Yuk bagikan infonya...

Ilustrasi/Google
Ilustrasi/Google

Pada masa Rasulullah SAW, antara kaum Muslimin dan Ahli Kitab pernah terjadi saling membanggakan diri. Ahli Kitab berkata, ”Nabi kami datang sebelum nabi kalian dan kitab kami diturunkan sebelum kitab kalian.” Kaum Muslimin pun berkata, ”Nabi kami adalah pamungkas para nabi dan kitab kami (Alquran) menghapuskan semua kitab terdahulu.”

Lalu, diturunkanlah kepada Rasulullah ayat ini, ”Pahala itu bukanlah menurut angan-anganmu dan tidak pula menurut angan-angan Ahli Kitab. Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan niscaya akan diberi balasan.” (QS an-Nisaa’: 123).

Ayat ini mengajarkan kepada kita untuk tidak terbuai oleh mimpi-mimpi indah atau angan-angan kosong. Angan-angan (al-amani) adalah ilusi atau khayalan dan merupakan salah satu alat atau perangkat yang dipergunakan setan untuk menyesatkan umat manusia.

Firman Allah, ”Dan aku (iblis) benar-benar akan menyesatkan mereka dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka.” (QS an-Nisaa’: 119).

Menurut pakar tafsir al-Razi, angan-angan itu tercela dan dikecam oleh agama, karena menimbulkan dua keburukan, yaitu sifat loba (al-khirsh) dan sifat ingin kekal (al-amal) di dunia.

Karena loba, seorang bisa menghalalkan segala ambisi untuk menggapai keinginannya. Karena merasa kekal di dunia, seorang bisa lupa diri dan tidak perlu bertobat, serta tidak akan berpengaruh baginya petuah atau nasihat.

Lain angan-angan lain pula dengan harapan (raja’). Harapan, menurut Imam Ghazali, adalah sikap optimisme menunggu datangnya sesuatu yang dicintai (mahbub). Harapan dibedakan dengan angan-angan dari empat aspek.

Pertama, harapan menunjuk kepada sesuatu yang mungkin dan bisa terjadi (mutawaqqi’). Kedua, terlihat dengan jelas sebab-sebab dan cara-cara bagaimana harapan itu bisa digapai. Ketiga, harapan menimbulkan dorongan dan motivasi kerja yang kuat.

Keempat, harapan menimbulkan dinamika dan produktivitas dalam hidup, baik dalam berpikir maupun bertindak. Bagi Ghazali, tanpa memenuhi empat kriteria ini, segala bentuk keinginan tidak dapat dinanti harapan, tetapi lebih tepat dinamakan angan-angan atau khayalan.

Menunjuk pada kriteria di atas, orang yang menanam benih iman dalam hatinya, lantas menyiram dengan air kepatuhan, membersihkan diri dari berbagai perilaku tercela, serta bersikap konsisten (istiqamah) dalam kebaikan, lalu berharap kepada Allah agar ia kelak mendapat rahmat dan pengampunan dari-Nya, maka harapan orang tersebut, menurut Ghazali, sungguh merupakan harapan yang terpuji.

Sebaliknya, orang yang membenamkan diri dalam dosa dan maksiat kepada Allah, tetapi ia berharap memperoleh surga, maka harapannya tentu tertolak. Rasulullah SAW pernah menyebut orang yang berbuat demikian sebagai orang yang kerdil dan sontoloyo.

Kata beliau, ”Orang kerdil lagi sontoloyo adalah orang yang mengikuti dorongan hawa nafsunya, tetapi ia mengharap surga dari Allah.” Jadi, kita harus dapat memilih dan memilah mana angan-angan dan mana harapan.

Sumber : Republika/Red. Nashih Nashrullah

Yuk bagikan sebagai sedekah…


Yuk bagikan infonya...

About Auther:

Info Biografi

PEMBIAYAAN SYARIAH JAMINAN BPKB MOBIL
Hello. Add your message here.