TALAK (CERAI)

Yuk bagikan infonya...

pengantin-muslim

A. Pengertian Talak

Talak ialah terputusnya ikatan nikah dengan perkataan yang jelas, misalnya: Suami berkata kepada istrinya, “Kamu aku ceraikan”, atau dengan bahasa sindiran dan suaminya meniatinya sebagai kata perceraian, misalnya: Suami berkata kepada istrinya, “Pergilah kamu ke keluargamu.”

B. Hukum Talak

Talak diperbolehkan untuk menghilangkan mudarat dari salah satu suami istri. Allah SWT berfirman,

“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. ” (Al-Baqarah: 229).

Kemudian di dalam ayat lain Allah SWT berfirman,

“Hai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar).” (Ath-Thalaq: 1).

Terkadang hukum talak menjadi wajib jika mudarat yang menimpa salah seorang dari suami istri tidak dapat dihilangkan kecuali dengan nya, berdasarkan sabda Rasulullah SAW kepada orang yang mengeluh kepada beliau atas kekotoran lidah istrinya:

“Ceraikanlah dia.” [Diriwayatkan oleh Abu Dawud, no. 142, hadits shahih]

Terkadang juga menjadi haram, jika menimbulkan mudarat yang lebih besar bagi salah seorang dari suami istri, atau tidak menghasilkan manfaat yang lebih baik dari mudarat yang ada, atau manfaatnya sama dengan mudarat yang ada, berdasarkan Sabda Rasulullah SAW,

“lstri mana pun yang meminta cerai kepada suaminya tanpa alasan yang dibenarkan, niscaya harumnya wangi surga diharamkan baginya.” [Diriwayatkan oleh Abu Dawud, no. 2226; at-Tirmidzi, no. 1187; dan Ibnu Majah, no. 2055. Hadits shahih]

C. Rukun-rukun Talak

Talak memiliki tiga rukun, yaitu:

  1. Suami yang mukallaf (orang yang diberi beban kewajiban syariat, dengan kriteria: Baligh, berakal, dan mampu). Jadi selain suami tidak boleh menalak berdasarkan Sabda Nabi SAW,

“Sesungguhnya talak itu hak suami (bukan hak majikan).”

[Diriwayatkan oleh Ibnu Majah, no. 2081 dan ad-Daraquthni, 4/57. Hadits ini ma’lul (memiliki cacat) namun diamalkan karena banyak jalannya dan dikuatkan oleh al-Qur’an]

Demikian juga jika suami tidak berakal sehat, belum baligh serta dipaksa, maka talak yang dijatuhkannya itu tidak sah, berdasarkan Sabda Rasulullah SAW,

“Pena (pencatat amal) diangkat dari tiga orang: Dari orang tidur hingga ia bangun, dari anak kecil hingga ia baligh dan dari orang gila hingga ia sembuh (berakal sehat).”

Juga Sabda Rasulullah SAW,

“Diangkat (tidak dicatat) dari umatku kesalahan, lupa, dan sesuatu yang dipaksakan kepudanya.” [Diriwayatkan oleh ath-Thabrani, hadits shahih]

  1. Istri yang masih terikat dengan ikatan pernikahan yang sah dengan suami yang menalaknya dengan bukti bahwa dia masih berada di bawah perlindungannya, maka ikatan pernikahannya dengan suaminya itu tidak dibatalkan oleh suatu pembatalan, atau perceraian, atau hukum, seperti wanita yang menjalani masa iddahnya dalam talak raj’i (talak yang memungkinkan suami istri rujuk kembali) atau dalam talak ba’in shughra. Jadi talak tidak boleh dijatuhkan terhadap wanita yang bukan istri dari pencerai, atau wanita yang tidak lagi menjadi istrinya karena pernikahannya itu telah dibatalkan, atau wanita yang telah diceraikannya sebelum menggaulinya [Diperselisihkan hukumnya terhadap orang yang berkata, “Jika saya menikah dengan si Fulanah -menyebutkan namanya dengan jelas- maka dia (istriku) tertalak”], karena talaknya tidak terjadi pada tempatnya (tidak sesuai dengan ketentuan hukum syariat), sehingga talaknya itu tidak ada pengaruhnya sama sekali, berdasarkan Sabda Rasulullah SAW,

“Tidak ada nadzar bagi seseorang pada apa yang tidak dimilikinya, tidak ada pemerdekaan baginya pada budak yang tidak dimilikinya dan juga tidak ada talak baginya terhadap istri yang tidak dimilikinya.” [Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, no. 1181 dan beliau menghasankannya]

  1. Perkataan yang menunjukkan talak, baik perkataan yang jelas atau sindiran. Dengan demikian, niat talak saja tanpa disertai perkataan talak itu sendiri tidaklah cukup dan tidak dapat menalak istri. Hal tersebut berdasarkan Sabda Rasulullah SAW,

“Sesungguhnya Allah memaafkan bagi umatku tentang apa saja yang mereka katakan kepada dirinya, selagi mereka tidak mengucapkannya, atau selagi mereka tidak melakukannya.” [Muttafaq ’alaih; al-Bukhari, no. 5269; Muslim, no. 127]

Referensi : Syaikh Abu Bakar Jabir Al Jaza’iri, Minhajul Muslim, Darul Haq, Jakarta, 2016


Yuk bagikan infonya...

About Auther:

Info Biografi

Formasi CPNS untuk SMA Di 8 Instansi Pemerintah
Hello. Add your message here.