Sekiranya Rasulullah Masih Bersama

Yuk bagikan infonya...

muhammad

Kehadiran bulan Rabiul Awal tahun ini begitu berbeda. Inilah bulan kelahiran junjungan kita yang santun tutur katanya, lembut dan lapang hatinya, manis dan indah raut wajahnya, Nabi Muhammad SAW.

Peringatan Maulid Nabi pun tampak meriah di berbagai belahan dunia. Bahkan, di negeri kelahiran Baginda SAW sendiri yang selama ini dipandang bid’ah, tahun ini mulai diperingati secara terbuka oleh Kerajaan Arab Saudi.

Di Indonesia, peringatan Maulid Nabi sudah menjadi tradisi. Namun, untuk pertama kali dalam sejarah dihadiri oleh jutaan umat Islam di Monas, Jakarta, (2/12) lalu. Momentum ini menjadi sangat penting untuk menegaskan bahwa tidak relevan lagi membincangkan status hukumnya. Namun, ada hal yang lebih urgen, yakni merajut tali ukhuwah Islamiyah yang sempat terbelah oleh perbedaan paham (QS 3:103).

Pada hari yang sama, saya diundang Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta untuk ceramah Maulid. Judul tulisan bernada Melayu ini pun saya ambil dari tema acara tersebut.

Pertanyaan yang dihadapkan adalah bagaimana sikap Nabi SAW melihat umat Islam sekiranya masih hidup? Sejujurnya sulit bahkan tak kuasa membayangkannya. Walaupun, semestinya kita berupaya agar beliau hadir di setiap kesempatan.

Jika beliau SAW menyaksikan kondisi umat Islam, mungkin akan menunjukkan empat sikap. Pertama, terisak sedih. Mengapa beliau menangis? Karena perilaku sebagian umatnya yang menyalahi Alquran dan sunah. Semua sisi kehidupan beliau, mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali menjadi model (QS 33:21). Tetangga tak bisa hidup tenang karena ulah buruk kita (HR Bukhari). Orang tua yang hidup di usia tua diabaikan (QS 17:23). Sesama Muslim saling menghujat, mencederai, bertikai, bahkan membunuh (HR Muslim 4650).

Kedua, terdiam heran. Sebagian kita menjalankan kewajiban karena terpaksa (QS 98:5). Shalat dijalankan, tapi korupsi, menipu. dan merusak alam juga dikerjakan (QS 29:45). Shalat terburu-buru yang penting lepas utang. Bayar zakat selalu minimal dengan penuh perhitungan. Puasa hanya menahan lapar, haus, dan seks tanpa makna kebaikan sosial. Nabi SAW akan keheranan melihat ibadah kita yang tak berbekas dalam perilaku keseharian.

Ketiga, tersenyum simpul. Mengapa? Karena kata, sikap, dan tindakan kita yang merujuk sunah dan akhlaknya (QS 68:4). Selain yang wajib, kita biasa dengan ibadah sunah. Jika belum mampu sepenuhnya, paling tidak konsisten pada salah satu sunah Nabi, yakni shalat berjamaah, puasa sunah, tilawah Alquran, Tahajud, menjaga wudhu, sedekah, atau shalat Dhuha. Demikian uraian Fadlan Al-Ikhwani dalam buku Dahsyatnya 7 Sunnah Nabi SAW.

Keempat, terkagum bangga. Nabi SAW kagum kepada orang yang merasa nikmat beramal saleh. Membaca Alquran dengan rasa syahdu dan larut dalam shalat Tahajud. Seperti Nabi SAW yang bengkak kakinya karena membaca ayat yang panjang (HR Muttafaq’alaih).

Bersedekah dengan bahagia karena bisa menolong sesama. Merekalah yang mendapat karunia iman dan kelak akan bersama para nabi dan orang saleh (QS 4:69).

Yaa Rasulullah salamun alaika, shalawatullah alika. Jika Allah SWT dan para malaikat bersalawat kepadanya, apalagi kita orang yang beriman (QS 33:56). Siapa bershalawat sekali, Allah akan bershalawat untuknya 10 kali (HR Muslim). Nabi SAW pun akan menjawabnya (HRAbu Daud). Semoga Allah mudahkan kita ziarah ke kuburan kekasih-Nya, amin. Allahu a’lam bishawab.

OLEH : DR HASAN BASRI TANJUNG, Sumber: republika.co.id

Baca juga : 


Yuk bagikan infonya...

About Auther:

Info Biografi

11 HP VIVO TERMURAH MULAI RP 1 JUTA
Hello. Add your message here.