Tafsir Surat Al Baqarah Ayat 178-182

Yuk bagikan infonya...

Tafsir Surat Al Baqarah Ayat 178-182

Ayat 178-179: Pensyariatan qishas dan penjelasan tentang hikmahnya

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى الْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالأنْثَى بِالأنْثَى فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاءٌ إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ ذَلِكَ تَخْفِيفٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ فَمَنِ اعْتَدَى بَعْدَ ذَلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيمٌ (١٧٨)وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَا أُولِي الألْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (١٧٩

Terjemah Surat Al Baqarah Ayat 178-179

178. Wahai orang-orang yang beriman![1] Diwajibkan atas kamu melaksanakan qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh[2]. Orang merdeka dengan orang merdeka[3], hamba sahaya dengan hamba sahaya, perempuan dengan perempuan[4]. Tetapi, barangsiapa yang memperoleh maaf dari saudaranya[5], hendaklah (yang mema’afkan) mengikutinya dengan cara yang baik[6], dan membayar diat (tebusan) kepadanya dengan baik (pula). Yang demikian itu adalah keringanan dan rahmat dari Tuhan kamu. Barangsiapa yang melampaui batas setelah itu, maka ia akan mendapat siksa yang sangat pedih[7].

179. Dan dalam qishaash itu ada (jaminan) kehidupan bagimu[8], wahai orang-orang yang berakal[9], agar kamu bertakwa[10].

Dijual tanah di pusat kota Pelabuhan Ratu Kabupaten Sukabumi, luas 860 m, lokasi sangat strategis 200 m dari alun-alun kota, 085773713808, 085863199551

Ayat 180-182: Beberapa ayat ini membicarakan tentang wasiat untuk kedua orang tua dan kerabat, dan hal ini sebelum turun ayat tentang warisan

كُتِبَ عَلَيْكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ إِنْ تَرَكَ خَيْرًا الْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ وَالأقْرَبِينَ بِالْمَعْرُوفِ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِينَ (١٨٠)فَمَنْ بَدَّلَهُ بَعْدَمَا سَمِعَهُ فَإِنَّمَا إِثْمُهُ عَلَى الَّذِينَ يُبَدِّلُونَهُ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (١٨١) فَمَنْ خَافَ مِنْ مُوصٍ جَنَفًا أَوْ إِثْمًا فَأَصْلَحَ بَيْنَهُمْ فَلا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (١٨٢

Terjemah Surat Al Baqarah Ayat 180-182

180. Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut[11], jika dia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk kedua orang tua dan karib kerabat dengan cara yang ma’ruf[12], (sebagai) kewajiban bagi orang-orang yang bertakwa.

181.[13] Barang siapa yang mengubah wasiat itu[14], setelah mendengarnya, maka sesungguhnya dosanya hanya bagi orang yang mengubahnya[15]. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui[16].

182. Tetapi barang siapa khawatir bahwa pemberi wasiat itu berlaku berat sebelah atau berbuat salah[17], lalu dia mendamaikan[18] antara mereka, maka dia tidak berdosa. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun[19] lagi Maha Penyayang.


[1] Khithab ayat ini ditujukan kepada semua kaum mukminin, yang menunjukkan bahwa mereka harus ikut serta membantu pelaksanaan qishas jika diminta oleh wali si terbunuh, baik para wali si terbunuh lainnya maupun pembunuhnya, dan bahwa mereka tidak diperbolehkan menghalangi had ini dan menghalangi wali dari melakukan qishas sebagaimana yang dibiasa dilakukan di zaman jahiliyyah, yaitu melindungi para pelaku kriminal.

[2] Yakni dibunuh secara sengaja dengan membalasnya secara serupa baik sifat maupun caranya sebagai bentuk keadilan..

[3] Termasuk pula laki-laki dengan laki-laki.

[4] Demikian juga harus sama dalam hal agamanya. Oleh karena itu, orang muslim tidak boleh dibunuh meskipun ia seorang budak, karena membunuh orang kafir, meskipun orang kafir tersebut orang merdeka.

Demikian juga wanita dibunuh karrena membunuh laki-laki, dan laki-laki dibunuh karena membunuh wanita, namun tidak termasuk keumuman ayat ini orang tua dst. ke atas. Oleh karena itu, orang tua tidak dibunuh karena membunuh anak sebagaimana diterangkan dalam As Sunnah. Hal ini, karena tidak termasuk adil jika orang tua dibunuh karena membunuh anaknya, padahal orang tua memiliki rasa sayang yang dalam kepada anaknya, di mana tidak ada yang membuatnya melakukan pembunuhan selain karena ada kerusakan pada akalnya atau karena disakiti dengan kejam oleh anaknya.

[5] Yakni maaf dari wali si terbunuh atau sebagian wali dengan beralih kepada diat, maka qishas menjadi gugur dan wajib gantinya, yaitu diat. Dan maaf yang terbaik adalah dengan memaafkannya secara cuma-cuma.

Disebutkan kata “saudaranya” untuk mengajak memberikan maaf dan untuk memberitahukan bahwa pembunuhan tidak sampai memutuskan persaudaraan iman.

[6] Misalnya dalam menuntut diat tidak dengan kasar.

[7] Qishaash ialah mengambil pembalasan yang sama. Qishaash itu tidak dilakukan, bila yang membunuh mendapat maaf dari ahli waris yang terbunuh, yaitu dengan membayar diat (ganti rugi). Pembayaran diat diminta dengan baik, misalnya dengan tidak mendesak yang membunuh, dan yang membunuh hendaklah membayarnya dengan baik, misalnya tidak menangguhkannya dan tidak mengurangi jumlah diat, karena balasan terhadap perbuatan baik adalah dengan berbuat baik pula. Bila ahli waris korban membunuh yang bukan si pembunuh, atau membunuh si pembunuh setelah menerima diat padahal Allah telah menjelaskan hukum-hukum ini, maka terhadapnya di dunia diambil qishaash dan di akhirat dia mendapat siksa yang pedih.

[8] Yakni adanya syari’at qishas terdapat jaminan kehidupan yang aman bagi kita selanjutnya. Hal itu, karena orang yang hendak membunuh, jika mengetahui bahwa dia akan dibunuh juga, maka ia akan berhenti melakukan tindakan pembunuhan, sehingga ia sama saja menghidupkan yang lainnya. Demikian pula had-had dalam Islam lainnya, tujuannya untuk menjaga jiwa, harta, akal, kehormatan, agama dan membuat jera pelakunya.

[9] Ayat ini menunjukkan bahwa Allah Subhaanahu wa Ta’aala menyukai hamba-hamba-Nya yang mau menggunakan akal dan pikirannya untuk memikirkan hikmah di balik ketetapan-Nya yang bijak dan maslahat yang ada di dalam ketetapan itu, di mana itu semua menunjukkan kesempurnaannya, kesempurnaan hikmah-Nya, adil-Nya dan rahmat-Nya yang luas. Demikian juga menunjukkan bahwa orang-orang yang seperti ini berhak mendapatkan pujian termasuk orang-orang yang berakal, kepada mereka ditujukan panggilan ini, dan cukuplah yang demikian sebagai keutamaan bagi orang-orang yang mengerti.

[10] Hal ini, karena orang yang mengenal Tuhannya, mengenal isi agama dan syari’at-Nya yang mengandung rahasia yang dalam serta hikmah yang indah membuatnya tunduk kepada perintah-perintah Allah, merasakan hal yang sangat fatal jika sampai bermaksiat kepada-Nya, dengan begitu ia menjadi orang-orang yang bertakwa.

[11] Misalnya sakit yang membawa kepada kematian.

[12] Ma’ruf ialah adil dan baik, yaitu dengan tidak melebihi sepertiga dari seluruh harta peninggalan atau berlebihan dan tidak mengutamakan yang kaya atau keluarga yang jauh sedangkan yang dekat tidak diperhatikan. Ayat ini tidak berlaku untuk ahli waris karena sudah dinasakh dengan ayat tentang warisan (yaitu An Nisaa’: 11) dan hadits “laa washiyyata liwaarits” (tidak ada wasiat bagi ahli waris) diriwayatkan oleh Tirmidzi.

Namun sebagian ulama menggabung antara ayat ini dengan ayat 11 surah An Nisaa’, yaitu dibawa ayat di atas kepada wajibnya berwasiat kepada kedua orang tua dan kerabat yang tidak mendapatkan warisan karena ada penghalang, seperti beda agama, wallahu a’lam.

[13] Biasanya pemberi wasiat keberatan memberikan wasiat karena khawatir dirubah setelahnya, maka Allah Subhaanahu wa Ta’aala menghibur agar tidak khawatir.

[14] Baik dilakukan oleh saksi maupun orang yang menerima wasiat setelah ia mengetahuinya atau mengerti.

[15] Adapun pemberi wasiat tetap mendapatkan pahalanya di sisi Allah.

[16] Allah Maha Mendengar semua suara termasuk wasiat yang disampaikan pemberi wasiat serta Mengetahui tindakan penyelewengan dan apa yang disembunyikan dalam hati manusia berupa kecenderungan kepada keadilan atau kezaliman dan Dia akan memberikan balasan terhadapnya.

Ayat ini berkenaan wasiat yang adil, adapun wasiat yang tidak adil atau ada kezaliman di sana, maka bagi yang hadir ketika wasiat disampaikan hendaknya menasehatinya agar wasiatnya mengarah kepada yang lebih baik dan lebih adil serta melarangnya bersikap zalim baik sengaja atau tidak.

[17] Tidak sengaja maupun sengaja, seperti menambah wasiat melebihi sepertiga atau mengkhususkan kepada yang kaya.

[18] Yakni menyuruh orang yang berwasiat berlaku adil dalam mewasiatkan sesuai dengan batas-batas yang ditentukan syara’. Jika tidak berhasil, maka dia mengadakan shulh (damai) antara beberapa pihak (antara pemberi wasiat dan penerima wasiat) dengan mengadakan perubahan wasiat, maka tidak ada dosa baginya dalam masalah shulh ini.

[19] Dia mengampuni semua ketergelinciran, termasuk ke dalamnya ampunan-Nya bagi mereka yang merelakan sebagian haknya untuk saudaranya.

Beberapa ayat di atas mendorong untuk mengadakan wasiat, menerangkan kepada siapa diberikan, menerangkan ancaman bagi yang mengubah wasiat yang adil dan dorongan untuk mengadakan islah dalam wasiat yang tidak adil.

Penulis : Marwan bin Musa, pengajar Ibnu Hajar Boarding School (tafsir.web.id)

 

Baca juga :

Kompilasi Tafsir Al Quran


Yuk bagikan infonya...

About Auther:

Info Biografi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

BUKU TES TNI POLRI AKMIL AKPOL 2024
Hello. Add your message here.