Tafsir Surat Al Qashash Ayat 56-66

Yuk bagikan infonya...

al-quran

Ayat 56-59: Hanya Allah yang memberi taufik kepada hamba-Nya untuk beriman, nikmat Allah kepada kaum Quraisy, penjelasan keadilan Allah Subhaanahu wa Ta’aala yaitu tidak membinasakan negeri-negeri kecuali jika penduduknya zalim.

  إِنَّكَ لا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ (٥٦) وَقَالُوا إِنْ نَتَّبِعِ الْهُدَى مَعَكَ نُتَخَطَّفْ مِنْ أَرْضِنَا أَوَلَمْ نُمَكِّنْ لَهُمْ حَرَمًا آمِنًا يُجْبَى إِلَيْهِ ثَمَرَاتُ كُلِّ شَيْءٍ رِزْقًا مِنْ لَدُنَّا وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لا يَعْلَمُونَ (٥٧) وَكَمْ أَهْلَكْنَا مِنْ قَرْيَةٍ بَطِرَتْ مَعِيشَتَهَا فَتِلْكَ مَسَاكِنُهُمْ لَمْ تُسْكَنْ مِنْ بَعْدِهِمْ إِلا قَلِيلا وَكُنَّا نَحْنُ الْوَارِثِينَ (٥٨) وَمَا كَانَ رَبُّكَ مُهْلِكَ الْقُرَى حَتَّى يَبْعَثَ فِي أُمِّهَا رَسُولا يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِنَا وَمَا كُنَّا مُهْلِكِي الْقُرَى إِلا وَأَهْلُهَا ظَالِمُونَ (٥٩)

Terjemah Surat Al Qashash Ayat 56-59

56. [1]Sungguh, engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki, dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.

57. Dan mereka[2] berkata, “Jika kami mengikuti petunjuk bersama engkau, niscaya kami akan diusir[3] dari negeri kami.” (Allah berfirman), “Bukankah Kami telah meneguhkan kedudukan mereka dalam tanah haram (tanah suci) yang aman[4], yang didatangkan ke tempat itu buah-buahan dari segala macam (tumbuh-tumbuhan) sebagai rezeki (bagimu) dari sisi Kami? Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.

58. Dan betapa banyak (penduduk) negeri yang sudah bersenang-senang dalam kehidupannya[5] yang telah Kami binasakan, maka itulah tempat kediaman mereka yang tidak didiami (lagi) setelah mereka, kecuali sebagian kecil[6]. Dan Kamilah yang mewarisinya[7].”

59. [8]Dan Tuhanmu tidak akan membinasakan negeri-negeri, sebelum Dia mengutus seorang rasul di ibukotanya[9] yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka[10]; dan tidak pernah (pula) Kami membinasakan (penduduk) negeri; kecuali penduduknya melakukan kezaliman[11].

 

Ayat 60-66: Kehidupan dunia adalah kesenangan sementara dan kehidupan akhirat itulah kehidupan yang kekal dan abadi, sebagian keadaan yang akan disaksikan pada hari Kiamat, dan permintaan pertanggung jawaban di hari Kiamat kepada orang-orang yang mempersekutukan Allah.

وَمَا أُوتِيتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَمَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَزِينَتُهَا وَمَا عِنْدَ اللَّهِ خَيْرٌ وَأَبْقَى أَفَلا تَعْقِلُونَ (٦٠)أَفَمَنْ وَعَدْنَاهُ وَعْدًا حَسَنًا فَهُوَ لاقِيهِ كَمَنْ مَتَّعْنَاهُ مَتَاعَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ثُمَّ هُوَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنَ الْمُحْضَرِينَ (٦١)وَيَوْمَ يُنَادِيهِمْ فَيَقُولُ أَيْنَ شُرَكَائِيَ الَّذِينَ كُنْتُمْ تَزْعُمُونَ (٦٢) قَالَ الَّذِينَ حَقَّ عَلَيْهِمُ الْقَوْلُ رَبَّنَا هَؤُلاءِ الَّذِينَ أَغْوَيْنَا أَغْوَيْنَاهُمْ كَمَا غَوَيْنَا تَبَرَّأْنَا إِلَيْكَ مَا كَانُوا إِيَّانَا يَعْبُدُونَ (٦٣) وَقِيلَ ادْعُوا شُرَكَاءَكُمْ فَدَعَوْهُمْ فَلَمْ يَسْتَجِيبُوا لَهُمْ وَرَأَوُا الْعَذَابَ لَوْ أَنَّهُمْ كَانُوا يَهْتَدُونَ (٦٤) وَيَوْمَ يُنَادِيهِمْ فَيَقُولُ مَاذَا أَجَبْتُمُ الْمُرْسَلِينَ (٦٥)فَعَمِيَتْ عَلَيْهِمُ الأنْبَاءُ يَوْمَئِذٍ فَهُمْ لا يَتَسَاءَلُونَ (٦٦

Terjemah Surat Al Qashash Ayat 60-66

60. [12]Dan apa saja (kekayaan, jabatan, keturunan, dsb.) yang diberikan kepada kamu, maka itu adalah kesenangan hidup duniawi dan perhiasannya[13]; sedang apa yang di sisi Allah[14] adalah lebih baik dan lebih kekal[15]. Tidakkah kamu mengerti[16]?

61. Maka apakah sama orang yang Kami janjikan kepadanya suatu janji yang baik (surga) lalu dia memperolehnya[17], dengan orang yang Kami berikan kepadanya kesenangan hidup duniawi[18], kemudian pada hari Kiamat dia termasuk orang yang diseret (ke dalam neraka)?

62. [19]Dan (ingatlah) hari ketika Dia (Allah) menyeru mereka[20] dan berfirman, “Di manakah[21] sekutu-sekutu-Ku yang dahulu kamu sangka[22]?”

63. Orang-orang yang sudah pasti akan mendapatkan hukuman berkata[23], “Ya Tuhan kami, mereka inilah[24] orang-orang yang kami sesatkan itu; kami telah menyesatkan mereka sebagaimana kami (sendiri) sesat[25], kami menyatakan kepada Engkau berlepas diri (dari mereka[26]), mereka sekali-kali tidak menyembah kami[27].”

64. Dan dikatakan (kepada mereka), “Serulah sekutu-sekutumu[28],” lalu mereka menyerunya, tetapi yang dieru tidak menyambutnya[29], dan mereka melihat azab[30]. (Mereka itu berkeinginan) sekiranya mereka dahulu menerima petunjuk[31].

65. Dan (ingatlah) pada hari ketika Dia (Allah) menyeru mereka, dan berfirman, “Apakah jawabanmu terhadap para rasul[32]?”

66. Maka gelaplah bagi mereka segala macam alasan pada hari itu[33], karena itu mereka tidak saling bertanya.


[1] Imam Muslim meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Abu Hurairah ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada pamannya menjelang wafatnya, “Katakanlah, “Laailaahaillallah” agar aku dapat bersaksi dengannya untukmu di hadapan Allah.” Namun ia menolaknya, maka Allah menurunkan ayat, Sungguh, engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi,…dst.

Dalam ayat ini, Allah Subhaanahu wa Ta’aala memberitahukan, bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah mampu memberikan hidayah taufiq (untuk mengikuti) kepada siapa pun, termasuk orang yang paling Beliau cintai seperti paman Beliau Abu Thalib. Beliau hanyalah memberikan hidayah irsyad (menunjukkan dan memberitahukan mana yang hak dan mana yang batil, mana jalan yang lurus dan mana jalan yang bengkok). Hidayah taufiq berada di Tangan Allah Subhaanahu wa Ta’aala, Dia menunjuki siapa saja yang Dia kehendaki sehingga ia mau menempuhnya, Dia mengetahui siapa yang cocok memperoleh hidayah-Nya sehingga Dia berikan hidayah dan mengetahui siapa yang tidak cocok memperoleh hidayah sehingga Dia biarkan di atas kesesatannya.

[2] Yakni orang-orang yang mendustakan dari kalangan kaum Quraisy dan penduduk Mekah.

[3] Termasuk pula dibunuh, ditawan dan dirampas harta kami. Karena orang-orang telah memusuhimu dan menyelisihimu, jika kami mengikutimu, maka berarti kami siap dimusuhi oleh semua manusia, sedangkan kami tidak memiliki kemampuan.

Ucapan ini menunjukkan buruk sangkanya mereka kepada Allah, dan menyangka bahwa Allah tidak akan memenangkan agama-Nya serta meninggikan kalimat-Nya. Mereka menyangka bahwa orang-orang yang mendustakan berada di atas orang-orang yang beriman, sehingga nanti mereka akan menimpakan siksaan yang pedih dan mereka mengira bahwa yang batil akan mengalahkan yang hak. Maka pada lanjutan ayatnya, Allah menjelaskan keadaan mereka secara khusus daripada yang lain serta kelebihan yang Allah berikan kepada mereka.

[4] Di mana mereka aman dari penyerangan dan pembunuhan yang dilakukan oleh sebagian orang Arab kepada yang lain. Tempat tersebut dikunjungi oleh banyak orang, dihormati oleh orang yang dekat maupun jauh, dan penduduknya tidak dibuat ribut, sedangkan tempat-tempat yang lain di sekeliling mereka diliputi ketakutan dari berbagai sisi, penduduknya tidak aman dan tenteram, oleh karena itu hendaklah mereka puji dan syukuri Tuhan mereka karena nikmat yang sempurna itu dan karena rezeki yang banyak yang didatangkan kepada mereka dari setiap tempat, dan hendaknya mereka mengikuti Rasul yang mulia ini (Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam) agar keamanan dan rezeki yang banyak itu menjadi sempurna untuk mereka, serta hendaknya mereka tidak mendustakannya dan bersikap sombong atas nikmat Allah itu yang mengakibatkan keadaan mereka yang sebelumnya aman menjadi ketakutan, mulia menjadi hina, dan kaya menjadi miskin. Oleh karena itulah pada ayat selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta’aala mengancam mereka dengan mengingatkan tindakan-Nya terhadap umat-umat sebelum mereka.

[5] Yang telah berbangga-bangga dan dibuat lalai oleh kesenangan yang diperolehnya sehingga tidak beriman kepada para rasul, lalu Allah membinasakan mereka, menghilangkan kesenangan itu dan menimpakan hukuman.

[6] Karena kebinasaan berturut-turut menimpa mereka sehingga membuat generasi setelah mereka takut menempatinya kecuali sekedar lewat saja.

[7] Maksudnya, setelah mereka hancur tempat itu kosong dan tidak diramaikan lagi, sehingga kembalilah ia kepada pemiliknya yang hakiki yaitu Allah.

[8] Di antara hikmah dan rahmat Allah adalah Dia tidak mengazab suatu umat pun karena kekafiran dan kemaksiatan mereka kecuali setelah ditegakkan hujjah, dengan diutus para rasul kepada mereka.

[9] Yakni di pusat kota yang sering didatangi manusia, di mana berita di sana mudah tersiar ke berbagai daerah.

[10] Yang menunjukkan benarnya apa yang mereka bawa dan benarnya seruan mereka serta memberikan peringatan kepada mereka sebelum azab datang, sehingga firman-Nya sampai kepada orang yang dekat maupun jauh, berbeda dengan pengutusan rasul di daerah-daerah terpencil yang biasanya keadaannya tersembunyi dan penduduknya terlalu kolot, adapun di daerah kota, biasanya berita mudah tersiar dan penduduknya tidak terlalu kolot.

[11] Dengan kekafiran dan kemaksiatan lagi berhak mendapatkan hukuman. Kesimpulannya, Allah Subhaanahu wa Ta’aala tidaklah mengazab seorang pun kecuali karena kezalimannya dan setelah ditegakkan hujjah kepadanya.

[12] Ayat ini merupakan dorongan dari Allah Subhaanahu wa Ta’aala kepada hamba-hamba-Nya untuk bersikap zuhud terhadap dunia dan tidak tertipu olehnya serta lebih berharap kepada kesenangan di akhirat (surga) serta menjadikan hal itu sebagai cita-citanya. Allah Subhaanahu wa Ta’aala memberitahukan, bahwa semua yang diberikan kepada manusia, baik emas, perak, hewan, perhiasan, barang-barang, wanita, anak-anak, makanan dan minuman serta kenikmatan duniawi lainnya, adalah kesenangan kehidupan dunia dan perhiasannya, yakni dipakai bersenang-senang dalam waktu sesaat dan terbatas, penuh dengan kekurangan, kesusahan dan kesedihan, kemudian akan segera hilang dan habis sehingga pemiliknya kecewa dan rugi.

[13] Selanjutnya akan fana’ (binasa).

[14] Berupa kenikmatan yang kekal dan kehidupan yang sejahtera.

[15] Yakni lebih baik sifatnya dan jumlahnya lagi kekal selama-lamanya.

[16] Maksudnya, tidakkah kamu memiliki akal sehingga kamu dapat menimbang, manakah yang lebih layak didahulukan dan negeri mana yang lebih layak diutamakan; yang kekal atau sementara? Hal ini menunjukkan, bahwa semakin cerdas akal seseorang, maka semakin besar pengutamaannya kepada akhirat, dan bahwa tidaklah seseorang mengutamakan dunia, kecuali karena kekurangan pada akalnya. Oleh karena itulah, pada ayat selanjutnya, Allah Subhaanahu wa Ta’aala menyadarkan akal agar mau menimbang kesudahan dari mengutamakan dunia dengan kesudahan dari mengutamakan akhirat.

[17] Yakni apakah sama seorang mukmin yang berusaha untuk akhirat karena mengingat janji Allah di akhirat berupa surga dan kenikmatan yang ada di dalamnya dengan orang yang mengambil kesenangan dunia, yang makan dan minum serta bersenang-senang sebagaimana hewan, sibuk dengan dunianya sampai lupa dengan akhirat, tidak mempedulikan petunjuk Allah dan tidak tunduk kepada rasul-Nya, dan ia tetap seperti itu, di mana ia tidak mengambil bekal dari dunia ini selain kerugian dan kebinasaan? Apakah keduanya sama? Selain itu, di akhirat ia termasuk orang yang dihadapkan untuk dihisab sedangkan dirinya tidak menyiapkan kebaikan untuk dirinya, bahkan hal yang membahayakan yang dia siapkan, bagaimanakah keadaannya nanti dan apa yang dapat dia lakukan dengan amalnya itu? Oleh karena itu, hendaknya orang yang berakal melihat keadaan dirinya, mana yang lebih dia pilih dan dia dahulukan serta apa yang telah dia siapkan? Sesungguhnya orang yang diberi kenikmatan hidup duniawi, tetapi tidak mempergunakannya sama sekali untuk mencari kebahagiaan hidup di akhirat, maka dia siap diseret ke dalam neraka.

[18] Yang memiliki kekurangan, keterbatasan dan tidak kekal.

[19] Ini adalah pemberitahuan dari Allah Subhaanahu wa Ta’aala tentang pertanyaan-Nya nanti kepada semua makhluk, dan bahwa Dia akan bertanya tentang perkara yang paling penting, yaitu tentang ibadah mereka kepada Allah di mana karena itulah mereka diciptakan, demikian pula tentang jawaban terhadap para rasul.

[20] Yakni untuk menerangkan lemahnya sekutu-sekutu itu (patung dan berhala yang mereka sembah selain Allah). Serta menerangkan kesesatan mereka.

[21] Yakni di mana mereka, mana manfaatnya dan mana bukti mereka mampu membela kamu? Ketika itu jelaslah, bahwa sekutu-sekutu yang mereka sembah selain Allah itu adalah batil, lenyap zatnya dan apa yang mereka harapkan darinya. Oleh karena itulah, mereka mengakui kesesatannya.

[22] Hal ini menunjukkan bahwa sekutu-sekutu itu hanyalah sangkaan dan kedustaan mereka, padahal Allah tidak memiliki sekutu.

[23] Maksudnya, para pemimpin kekafiran dan keburukan berkata sambil mengakui kesesatannya, atau bisa juga maksud “orang-orang yang sudah pasti akan mendapatkan hukuman” adalah mereka (sesembahan-sesembahan orang kafir) yang disekutukan dengan Allah.

[24] Yakni para pengikutnya.

[25] Yakni bahwa mereka menyesatkan pengikut-pengikutnya adalah dengan kemauan pengikut-pengikut itu sendiri, bukan karena paksaan dari pihak mereka, sebagaimana mereka sendiri sesat karena kemauan mereka pula.

[26] Demikian pula ibadah yang mereka lakukan.

[27] Yang mereka sembah adalah setan.

[28] Untuk memberi manfaat kepadamu atau menghindarkan azab. Mereka diperintahkan memanggil sekutu-sekutu itu untuk menolong mereka saat itu.

[29] Orang-orang yang kafir itu akhirnya menyadari bahwa bahwa mereka telah berdusta dan berhak mendapatkan hukuman.

[30] Dengan mata kepala mereka setelah sebelumnya mereka mendustakan dan mengingkarinya.

[31] Bisa juga diartikan, “Kalau sekiranya mereka mendapatkan petunjuk, tentu tidak akan terjadi hal itu, dan tentu mereka akan ditunjuki ke surga.”

[32] Yakni, apakah kamu membenarkan mereka dan mengikutinya atau mendustakan mereka dan menyelisihinya?

[33] Sudah maklum (diketahui), bahwa tidak ada cara yang dapat menyelamatkan dalam kondisi seperti itu kecuali menjawab dengan jawaban yang benar yang sesuai dengan keadaan, yaitu menjawab dengan iman dan ketundukan, akan tetapi karena mereka mengetahui sikap pendustaan dan penentangan mereka, maka mereka tidak mengucapkan apa pun, dan tidak mungkin bagi mereka saling bertanya-tanya antara sesama mereka tentang apa yang mereka harus jawab meskipun dusta.

Oleh : Marwan bin Musa

Tafsir Al Quran ini adalah karya dari Al Ustadz Marwan bin Musa Hafidzhahullahu yang merupakan staf pengajar Ibnu Hajar Boarding School yang mengumpulkan intisari tafsir (bukan menafsirkan sendiri) dari beberapa kitab tafsir yang sengaja dibuat ringkas untuk memudahkan memahami ayat-ayat Al Quran. (tafsirwebid)

SPECIAL PROMO Discount 10% paket arung jeram dan penginapan di Caldera Indonesia. Tersedia juga program outbound, corporate gathering, meeting, paint ball, flying fox, dll. Hubungi +6285773713808 Info klikwww.ceramahmotivasi.com/promo/caldera/

Baca juga :


Yuk bagikan infonya...

About Auther:

Info Biografi

BUKU TES TNI POLRI AKMIL AKPOL 2024
Hello. Add your message here.