Tafsir Surat Al Baqarah Ayat 58

Yuk bagikan infonya...

Al-Baqarah: 58

وَإِذْ قُلْنَا ادْخُلُوا هَذِهِ الْقَرْيَةَ فَكُلُوا مِنْهَا حَيْثُ شِئْتُمْ رَغَدًا وَادْخُلُوا الْبَابَ سُجَّدًا وَقُولُوا حِطَّةٌ نَّغْفِرْ لَكُمْ خَطَايَاكُمْ وَسَنَزِيدُ الْمُحْسِنِينَ

Terjemahan

“Dan (ingatlah), ketika Kami berfirman: “”Masuklah kamu ke negeri ini (Baitul Maqdis), dan makanlah dari hasil buminya, yang banyak lagi enak dimana yang kamu sukai, dan masukilah pintu gerbangnya sambil bersujud, dan katakanlah: “”Bebaskanlah kami dari dosa””, niscaya Kami ampuni kesalahan-kesalahanmu, dan kelak Kami akan menambah (pemberian Kami) kepada orang-orang yang berbuat baik””.”

Tafsir (Ibnu Katsir)

Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman, “”Masuklah kalian ke negeri ini (Baitul Maqdis), dan makanlah dari hasil buminya yang banyak lagi enak di mana yang kalian sukai, dan masukilah pintu gerbangnya sambil bersujud, dan katakanlah, “”Bebaskanlah kami dari dosa,”” niscaya Kami ampuni kesalahan-kesalahan kalian. Dan kelak Kami akan menambah (pemberian Kami) kepada orang-orang yang berbuat baik.”” Lalu orang-orang yang zalim mengganti perintah dengan (mengerjakan) yang tidak diperintahkan kepada mereka. Sebab itu Kami timpakan atas orang-orang yang zalim itu siksa dari langit, karena mereka berbuat fasik.

Allah berfirman mencela mereka karena mereka membangkang, tidak mau berjihad dan tidak mau memasuki Tanah Suci Baitul Maqdis, yaitu ketika mereka baru tiba dari negeri Mesir bersama Nabi Musa ‘alaihissalam Mereka diperintahkan memasuki Tanah Suci Baitul Maqdis yang merupakan tanah warisan dari Israil, leluhur mereka. Mereka diperintahkan memerangi orang-orang Amaliqah yang kafir yang ada di dalamnya.

Tetapi mereka membangkang, tidak mau memerangi mereka; dan mereka menjadi lemah dan patah semangat (pengecut). Maka Allah menyesatkan mereka di Padang Sahara tandus sebagai hukuman buat mereka, seperti yang dijelaskan di dalam surat Al-Maidah. Karena itu, menurut pendapat yang paling shahih di antara dua pendapat, tanah yang dimaksudkan adalah Baitul Maqdis; seperti yang dinaskan oleh As-Suddi, Ar-Rabi’ ibnu Anas, Qatadah, Abu Muslim Al-Asfahani serta yang lainnya.

Allah Subhanahu wa ta’ala telah berfirman mengisahkan ucapan Musa ‘alaihissalam, yaitu: Wahai kaumku, masuklah ke tanah suci yang telah ditentukan oleh Allah bagi kalian, dan janganlah kalian lari ke belakang. (Al-Maidah: 21) Menurut ulama tafsir lainnya, tanah suci tersebut adalah Ariha. Pendapat ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Abdur Rahman ibnu Zaid, tetapi jauh dari kebenaran, mengingat Ariha bukan tujuan perjalanan mereka, melainkan yang mereka tuju adalah Baitul Maqdis. Pendapat lain yang lebih jauh lagi dari kebenaran adalah yang mengatakan bahwa negeri tersebut adalah negeri Mesir, seperti yang diriwayatkan oleh Ar-Razi di dalam kitab tafsirnya.

Pendapat yang benar adalah pendapat pertama tadi, yaitu yang mengatakan Baitul Maqdis. Hal ini terjadi ketika mereka keluar dari Padang Sahara sesudah tersesat selama empat puluh tahun bersama Yusya’ ibnu Nun ‘alaihissalam Kemudian Allah memberikan kemenangan kepada mereka atas Baitul Maqdis pada sore hari Jumat. Pada hari itu perjalanan matahari ditahan (oleh Allah) selama sesaat hingga mereka beroleh kemenangan. Setelah mereka beroleh kemenangan, maka Allah memerintahkan mereka untuk memasuki pintu gerbang Baitul Maqdis seraya bersujud sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah atas nikmat yang telah dilimpahkan-Nya kepada mereka berupa kemenangan dan pertolongan, hingga negeri mereka dapat direbut dari tangan musuh dan mereka diselamatkan dari Padang Sahara dan tersesat jalan di dalamnya.

Al-Aufi di dalam kitab tafsirnya meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Dan masukilah pintu gerbangnya sambil bersujud. (Al-Baqarah: 58) Makna yang dimaksud ialah sambil rukuk. Ibnu Jarir meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad Az-Zubairi, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Al-A’masy, dari Al-Minhal ibnu Amr, dari Sa’id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan masukilah pintu gerbangnya sambil sujud. (Al-Baqarah: 58) Yakni sambil membungkuk rukuk melalui pintu yang kecil. Imam Hakim meriwayatkan hadits ini melalui hadits Sufyan dengan lafal yang sama.

Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya pula melalui hadits Sufyan, yakni Ats-Tsauri dengan lafal yang sama, hanya di dalam riwayatnya ditambahkan, “”Maka mereka memasukinya dengan mengesotkan pantat mereka ke tanah.”” Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa mereka diperintahkan bersujud pada wajah mereka ketika memasukinya. Akan tetapi, pendapat ini dinilai jauh dari kebenaran oleh Ar-Razi. Telah diriwayatkan dari sebagian mereka bahwa makna yang di-maksud dengan bersujud dalam ayat ini ialah tunduk, mengingat sulit untuk diartikan menurut hakikatnya.

Khasif meriwayatkan dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa pintu tersebut letaknya berhadapan dengan arah kiblat. Ibnu Abbas, Mujahid, As-Suddi, Qatadah, dan Adh-Dhahhak mengatakan bahwa Babul Hittah adalah salah satu pintu gerbang masuk ke kota Eliya Baitul Maqdis. Ar-Razi meriwayatkan dari sebagian ulama, bahwa yang dimaksud dengan pintu tersebut ialah salah satu dari arah kiblat. Khasif mengatakan dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa mereka lalu memasukinya dengan cara miring pada lambung mereka.

As-Suddi meriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Azdi, dari Abul Kanud, dari Abdullah ibnu Mas’ud. Dikatakan kepada mereka, “”Masuklah kalian ke pintu gerbangnya dengan bersujud.”” Ternyata mereka memasukinya dengan menengadahkan kepala mereka, bertentangan dengan apa yang diperintahkan kepada mereka. Firman Allah Subhanahu wa ta’ala: dan katakanlah, “”Bebaskanlah kami dari dosa.”” (Al-Baqarah: 58) Menurut Imam Sauri, dari Al-A’masy, dari Al-Minhal, dari Sa’id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan sehubungan dengan makna lafal hittah, artinya ialah ‘ampunilah dosa-dosa kami’.

Diriwayatkan dari ‘Atha’, Al-Hasan, Qatadah, dan Ar-Rabi’ ibnu Anas hal yang semisal. Menurut Adh-Dhahhak, dari Ibnu Abbas, makna kalimat qulu hittah ialah ucapkanlah oleh kalian bahwa perkara ini adalah perkara yang hak seperti apa yang diperintahkan kepada kalian! Menurut Ikrimah, maknanya ialah ucapkanlah oleh kalian, “”Tidak ada Tuhan selain Allah.”” Al-Auza’i meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas pernah berkirim surat kepada seseorang yang tidak ia sebutkan namanya.

Ia menanyakan tentang makna firman-Nya, “”Qulu hittah.”” Lelaki itu menjawab suratnya yang isinya mengatakan bahwa makna kalimat tersebut ialah ‘akuilah oleh kalian dosa-dosa kalian’. Al-Hasan dan Qatadah mengatakan, makna yang dimaksud ialah gugurkanlah dari kami dosa-dosa kami. niscaya Kami ampuni kesalahan-kesalahan kalian. Dan kelak Kami akan menambah (pemberian Kami) kepada orang-orang yang berbuat baik. (Al-Baqarah: 58) Ayat ini merupakan jawab amar-nya. Dengan kata lain, apabila kalian mengerjakan apa yang Kami perintahkan kepada kalian, niscaya Kami ampuni dosa-dosa kalian dan akan Kami lipat gandakan pahala kebaikan bagi kalian.

Pada kesimpulannya dapat dikatakan bahwa mereka diperintahkan untuk berendah diri kepada Allah Subhanahu wa ta’ala di saat mereka beroleh kemenangan, hal tersebut direalisasikan dalam bentuk perbuatan dan ucapan. Hendaknya mereka mengakui semua dosa mereka serta memohon ampun kepada Allah atas dosa-dosa tersebut, bersyukur kepada Allah atas limpahan nikmat-Nya saat itu, dan bersegera melakukan perbuatan-perbuatan yang disukai oleh Allah Subhanahu wa ta’ala, sebagaimana yang dinyatakan di dalam firman-Nya: Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya.

Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima tobat. (An-Nasr: 1-3) Sebagian sahabat menafsirkan banyak berzikir dan memohon ampun bila beroleh kemenangan dan pertolongan. Akan tetapi, Ibnu Abbas menafsirkannya sebagai ucapan belasungkawa kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menandakan bahwa ajal beliau telah dekat, dan penafsiran ini diakui oleh Khalifah Umar Tetapi tidaklah bertentangan bila ditafsirkan bahwa Allah Subhanahu wa ta’ala memerintahkan hal tersebut bila kaum muslim beroleh kemenangan dan pertolongan Allah serta manusia berbondong-bondong memasuki agama Allah Subhanahu wa ta’ala Ayat ini juga merupakan belasungkawa kepada ruh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sudah dekat saat wafatnya. Karena itu, tampak Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu rendah diri sekali di saat beroleh kemenangan. Disebutkan dalam suatu riwayat, ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berhasil memperoleh kemenangan atas kota Mekah, beliau memasukinya dari celah yang tertinggi; sedangkan beliau tampak benar-benar penuh dengan rasa rendah diri kepada Tuhannya, sehingga disebutkan bahwa janggut beliau benar-benar menyentuh pelana bagian depannya sebagai tanda syukur kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas karunia tersebut. Kemudian ketika memasuki kota Mekah, beliau langsung mandi (dan wudu), lalu shalat delapan rakaat; hal itu dilakukannya di waktu duha. Maka sebagian ulama mengatakan bahwa shalat tersebut adalah shalat duha, sedangkan sebagian ulama lainnya mengatakan bahwa shalat tersebut adalah shalat kemenangan. Untuk itu, imam dan amir bila beroleh kemenangan atas suatu negeri disunatkan shalat sebanyak delapan rakaat di negeri tersebut pada permulaan dia memasukinya, seperti yang dilakukan oleh Sa’d ibnu Abu Waqqas ketika memasuki kota Iwan Kisra.

Dia shalat delapan rakaat di dalamnya. Menurut pendapat yang shahih, dalam salatnya itu hendaklah dilakukan salam pada setiap dua rakaatnya sebagai pemisah. Menurut pendapat lain, shalat dilakukan hanya dengan sekali salam untuk seluruh rakaatnya. Firman Allah Subhanahu wa ta’ala: Lalu orang-orang yang zalim mengganti perintah dengan (mengerjakan) yang tidak diperintahkan kepada mereka. (Al-Baqarah: 59) Imam Al-Bukhari meriwayatkan, telah menceritakan kepadanya Muhammad, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, dari Ibnul Mubarak, dari Ma’mar, dari Hamman ibnu Munabbih, dari Abu Hurairah , dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah bersabda: Dikatakan kepada Bani Israil, “”Masukilah pintu gerbangnya sambil sujud.

Dan katakanlah, ‘Ampunilah dosa-dosa kami. Ternyata mereka memasukinya dengan mengesot, dan mereka mengganti (ucapannya), lalu mereka mengatakan, “”Habbah fi sya’rah”” (biji dalam rambut). Hadits ini diriwayatkan pula oleh Imam An-Nasai, dari Muhammad ibnu Ismail ibnu Ibrahim, dari Abdur Rahman dengan lafal yang sama secara mauquf. Diriwayatkan pula dari Muhammad ibnu Ubaid ibnu Muhammad, dari Ibnul Mubarak sebagian darinya secara musnad, sehubungan dengan firman-Nya, “”Hittah.”” Disebutkan bahwa mereka menggantinya dengan ucapan lain, yaitu habbah (biji-bijian).

Abdur Razzaq meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ma’mar, dari Hammam ibnu Munabbih; dia pernah mendengar Abu Hurairah menceritakan hadits berikut, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: Allah berfirman kepada kaum Bani Israil, “”Masukilah pintu gerbangnya sambil sujud dan katakanlah, ‘Ampunilah dosa kami,”” niscaya Kami ampuni kesalahan-kesalahan kalian”” (Al-Baqarah: 58). Maka mereka mengganti perintah itu dan mereka memasukinya dengan mengesot, lalu mereka mengatakan.Habbah fi sya’rah.”” Hadits ini berpredikat shahih, diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari, dari Ishaq ibnu Nasr; dan oleh Imam Muslim, dari Muhammad ibnu Rafi’; dan oleh Imam At-Tirmidzi, dari Abdur Rahman ibnu Humaid, semuanya meriwayatkan hadits ini melalui Abdur Razzaq dengan lafal yang sama.

Imam At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini berpredikat hasan shahih. Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, perubahan yang dilakukan mereka menurut apa yang telah diceritakan kepadaku dari Saleh ibnu Kaisan, dari Saleh maula Tau-amah, dari Abu Hurairah, juga dari orang yang tidak aku curigai, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: Mereka memasuki pintu gerbang yang mereka diperintahkan untuk memasukinya sambil sujud dengan mengesot, seraya mengucapkan “”Hintah fi sya’irah”” Imam Abu Dawud meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Saleh dan telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Daud, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Wahb, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Sa’d, dari Zaid ibnu Aslam, dari ‘Atha’ ibnu Yasar, dari Sa’id Al-Khudri , dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah bersabda: Allah berfirman kepada Bani Israil, “”Masukilah pintu gerbang-nya sambil bersujud, dan katakanlah, ‘Ampunilah dosa kami,’ niscaya Kami ampuni kesalahan-kesalahan kalian.”” Kemudian Abu Dawud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Musafir, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Fudaik, dari Hisyam hadits yang semisal.

Demikian Abu Dawud meriwayatkan hadits ini secara menyendiri dengan lafal yang sama di dalam Kitabul Huruf secara ringkas, Ibnu Mardawaih meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ja’far, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Mahdi, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Muhammad ibnul Munzir Al-Qazzaz, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ismail ibnu Abu Fudaik, dari Hisyam ibnu Sa’d, dari Zaid ibnu Aslam, dari ‘Atha’ ibnu Yasar, dari Abu Sa’id Al-Khudri yang menceritakan: Ketika kami berjalan bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di malam hari dan kami berada di penghujung malam, kami melewati sebuah celah (lereng) yang dikenal dengan nama Zatul Hanzal, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Tiada perumpamaan yang lebih tepat bagi celah ini di malam ini melainkan seperti pintu yang disebut Allah dalam kisah kaum Bani Israil, “”Masukilah pintu gerbangnya sambil bersujud, dan katakanlah, ‘Ampunilah dosa kami,’ niscaya Kami ampuni kesalahan-kesalahan kalian.”” Sufyan Ats-Tsauri meriwayatkan dari Abu Ishaq, dari Al-Barra sehubungan dengan makna firman-Nya: Orang-orang yang kurang akalnya di antara manusia akan berkata. (Al-Baqarah: 142) Yang dimaksud dengan manusia tersebut adalah orang-orang Yahudi.

Karena pernah diperintahkan kepada mereka, “”Masukilah pintu gerbangnya sambil bersujud,”” yakni sambil rukuk. Dikatakan kepada mereka, “”Dan katakanlah, ‘Ampunilah dosa kami,’ yakni dengan ampunan yang seluas-luasnya. Ternyata mereka memasukinya dengan mengesot, lalu mereka mengatakan, “”Hintatun hamra fiha sya’irah”” (gandum merah di dalamnya terdapat sehelai rambut). Yang demikian itu disebutkan di dalam firmanNya: Lalu orang-orang yang zalim menggami perintah dengan (mengerjakan) yang tidak diperintahkan kepada mereka. (Al-Baqarah: 59) Ats-Tsauri meriwayatkan dari As-Suddi, dari Abu Sa’d Al-Azdi, dari Abul Kanud, dari Ibnu Mas’ud sehubungan dengan firman-Nya: Dan katakanlah, “”Hittah.”” (Al-Baqarah: 58) Ternyata mereka mengatakan, “”Hintah habbah hamra fiha sya’irah”” (gandum bijinya merah, di dalamnya terdapat sehelai rambut).

Maka Allah menurunkan firman-Nya: Lalu orang-orang yang zalim mengganti perintah dengan (mengerjakan) yang tidak diperintahkan kepada mereka. (Al-Baqarah: 59) Asbat meriwayatkan dari As-Suddi, dari Murrah, dari Ibnu Mas’ud yang mengatakan, “”Sesungguhnya mereka (Bani Israil) mengatakan, ‘Huttan sam’anan azbatan mazabba’.”” Terjemahannya menurut bahasa Arab ialah ‘biji gandum merah berlubang, di dalamnya terdapat rambut hitam’. Yang demikian itu dikisahkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala melalui firman-Nya: Lalu orang-orang yang zalim mengganti perintah dengan (mengerjakan) yang tidak diperintahkan kepada mereka. (Al-Baqarah: 59) Ats-Tsauri meriwayatkan pula dari Al-A’masy, dari Al-Minhal, dari Sa’id, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Masukilah pintu gerbangnya sambil bersujud. (Al-Baqarah: 58) Yang dimaksud dengan bersujud ialah sambil rukuk melalui sebuah pintu kecil, tetapi ternyata mereka memasukinya dengan mengesot.

Mereka katakan hintah. Yang demikian itu dinyatakan oleh firman-Nya: Lalu orang-orang yang zalim mengganti perintah dengan (mengerjakan) yang tidak diperintahkan kepada mereka. (Al-Baqarah: 59) Hal yang sama diriwayatkan pula oleh ‘Atha’, Mujahid, Ikrimah, Adh-Dhahhak, Al-Hasan, Qatadah, Ar-Rabi’ ibnu Anas, dan Yahya ibnu Rafi’. Kesimpulan dari apa yang telah dikatakan oleh Mufassirin dan ditunjukkan oleh konteks ayat dapat dikatakan bahwa mereka mengganti perintah Allah yang menganjurkan kepada mereka untuk berendah diri melalui ucapan dan sikap.

Mereka diperintahkan memasukinya dengan bersujud, ternyata mereka memasukinya dengan mengesot yakni dengan menggeserkan pantat seraya menengadahkan kepala. Mereka diperintahkan mengucapkan kalimat ‘hiltah yakni hapuskanlah dari kami dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan kami. Tetapi mereka memperolok-olokkan perintah tersebut, lalu mereka mengatakannya hintah fi sya’irah. Perbuatan tersebut sangat keterlaluan dan sangat ingkar. Karena itu, Allah menimpakan kepada mereka pembalasan dan azab sebab kefasikan mereka yang tidak mau taat kepada perintah-Nya.

Karena itulah Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman: Sebab itu kami timpakan atas orang-orang yang zalim itu siksa dari langit, karena mereka berbuat fasik. (Al-Baqarah: 59) Adh-Dhahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa setiap sesuatu yang disebut di dalam Kitabullah dengan ungkapan ar-rijzu artinya azab. Hal yang sama diriwayatkan pula dari Mujahid, Abu Malik, As-Suddi, Al-Hasan, dan Qatadah; semua menyatakan bahwa ar-rijzu artinya azab. Abul Aliyah mengatakan ar-rijzu artinya murka Allah. Asy-Sya’bi mengatakan ar-rijzu adakalanya ta’un dan adakalanya dingin yang membekukan.

Sa’id ibnu Jubair mengatakan, ar-rijzu artinya ta’un. Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa’id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Waki’, dari Sufyan, dari Habib ibnu Abu Sabit, dari Ibrahim ibnu Sa’d (yakni Ibnu Abu Waqqas), dari Sa’d ibnu Malik dan Usamah ibnu Zaid serta Khuzaimah ibnu Sabit. Mereka semua mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: Penyakit ta’un merupakan azab yang telah ditimpakan kepada orang-orang sebelum kalian. Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam An-Nasai melalui hadits Sufyan Ats-Tsauri dengan lafal yang sama.

Asal hadits di dalam kitab Shahihain berasal dari hadits Habib ibnu Abu Sabit, yaitu: Apabila kalian mendengar adanya penyakit ta’un di suatu negeri, maka janganlah kalian memasukinya. Hingga akhir hadits. Ibnu Jarir meriwayatkan, telah menceritakan kepadaku Yunus ibnu Abdul Ala, dari Ibnu Wahb, dari Yunus, dari Az-Zuhri yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar hadits berikut dari Amir ibnu Sa’d ibnu Abu Waqqas, dari Usamah ibnu Zaid, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah bersabda: Sesungguhnya penyakit dan wabah ini merupakan azab yang pernah ditimpakan kepada sebagian umat dari kalangan orang-orang sebelum kalian.

Asal hadits ini diketengahkan di dalam kitab Shahihain melalui hadits Az-Zuhri dan hadits Malik, dari Muhammad ibnul Munkadir serta Salim ibnu Abu Nadr, dari Amir ibnu Sa’d dengan lafal yang semisal. #learnquran

Al Baqarah

DAFTAR ISI


Yuk bagikan infonya...

About Auther:

Info Biografi

BUKU TES TNI POLRI AKMIL AKPOL 2024
Hello. Add your message here.