Tafsir Surat Al Baqarah Ayat 69

Yuk bagikan infonya...

Al-Baqarah: 69

قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّن لَّنَا مَا لَوْنُهَا قَالَ إِنَّهُ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٌ صَفْرَاءُ فَاقِعٌ لَّوْنُهَا تَسُرُّ النَّاظِرِينَ

Terjemahan

“Mereka berkata: “”Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami apa warnanya””. Musa menjawab: “”Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning, yang kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya””.”

Tafsir (Ibnu Katsir)

Mereka menjawab, “”Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar Dia menerangkan kepada kami sapi betina apakah itu.”” Musa menjawab, “”Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda, pertengahan di antara itu; maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepada kalian.”” Mereka berkata, “”Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami apa warnanya.”” Musa menjawab, “”Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning, kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya.”” Mereka berkata, “”Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami bagaimana hakikat sapi betina itu, karena sesungguhnya sapi betina itu (masih) samar bagi kami dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk.”” Musa berkata, “”Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya.”” Mereka berkata, “”Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya.”” Kemudian mereka menyembelihnya dan hampir mereka tidak melaksanakan perintah itu.

Allah Subhanahu wa ta’ala menceritakan kebandelan kaum Bani Israil dan mereka banyak bertanya kepada rasul-rasul-Nya. Karena itu, tatkala mereka mempersempit diri mereka, maka Allah benar-benar mempersempitnya. Seandainya mereka segera menyembelih sapi betina apa pun, niscaya hal itu sudah cukup bagi mereka sesuai dengan apa yang diperintahkan. Demikian menurut Ibnu Abbas, Ubaidah, dan lain-lain-nya; tetapi ternyata orang-orang Bani Israil berkeras kepala, maka Allah memperkeras sanksi-Nya kepada mereka. Mereka berkata seperti yang disebutkan oleh firman-Nya: Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerang-kan kepada kami sapi betina apakah itu. (Al-Baqarah: 68) Makna yang dimaksud ialah bagaimana ciri khas sapi tersebut.

Ibnu Jarir meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Ali, dari Al-A’masy, dari Al-Minhal ibnu Amr, dari Sa’id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan, “”Seandainya mereka mengambil sapi betina apa pun sejak semula, niscaya hal itu sudah cukup bagi mereka. Tetapi mereka membandel, maka Allah memperkeras sanksi terhadap mereka.”” Sanad atsar ini berpredikat shahih, dan memang as’ar ini telah diriwayatkan oleh bukan hanya seorang, bersumber dari Ibnu Abbas.

Hal yang sama dikatakan pula oleh Ubaidah, As-Suddi, Mujahid, Ikrimah, Abul Aliyah, dan lain-lainnya. Ibnu Juraij meriwayatkan bahwa ‘Atha’ pernah mengatakan kepadanya, seandainya mereka (orang-orang Bani Israil) mengambil sapi betina apa pun, niscaya sudah cukup bagi mereka. Ibnu Juraij meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: Sesungguhnya mereka hanya diperintahkan untuk mencari sapi betina apa pun, tetapi mereka membandel, maka Allah mempekeras sanksi-Nya terhadap mereka. Demi Allah, seandainya mereka tidak mengucapkan kalimat istisna (insya Allah), niscaya mereka tidak akan diberi penjelasan sampai hari kiamat.

Firman Allah Subhanahu wa ta’ala: Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda. (Al-Baqarah: 68) Tidak terlalu tua, tidak pula terlalu kecil, dan belum punya anak. Demikian menurut Abul Aliyah, As-Suddi, Mujahid, Ikrimah, Atiyyah Al-Aufi, ‘Atha’ Al-Khurrasani, Wahb ibnu Munabbih, Adh-Dhahhak, Al-Hasan, dan Qatadah. Hal yang sama dikatakan pula oleh Ibnu Abbas. Adh-Dhahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya, ‘””Awanum baina zalika,”” yakni pertengahan antara usia tua dan usia muda; dalam seusia itu biasanya binatang ternak antara lain sapi sedang dalam usia puncak kekuatannya dan dalam kondisi paling baik.

Hal yang semisal telah diriwayatkan dari Ikrimah, Mujahid, Abul Aliyah, Ar-Rabi’ ibnu Anas, ‘Atha’ Al-Khurrasani, dan Adh-Dhahhak. As-Suddi mengatakan bahwa al-‘awan ialah pertengahan di antara hal tersebut, yaitu sapi betina yang telah melahirkan anaknya, lalu anaknya itu telah beranak lagi. Hasyim meriwayatkan dari Juwaibir, dari Kasir ibnu Ziad, dari Al-Hasan sehubungan dengan sapi betina ini, bahwa sapi betina itu adalah sapi betina liar.

Ibnu Juraij meriwayatkan dari ‘Atha’, dari Ibnu Abbas, “”Barang siapa yang memakai sandal (kulit yang berwarna) kuning, maka ia terus-menerus berada dalam kesenangan selagi ia memakainya.”” Yang demikian itu adalah pengertian yang dimaksud di dalam firman-Nya: menyenangkan orang-orang yang memandangnya. (Al-Baqarah: 69) Hal yang sama dikatakan pula oleh Mujahid dan Wahb ibnu Munabbih, bahwa sapi betina itu berwarna kuning. Diriwayatkan dari Ibnu Umar, bahwa sapi betina itu mempunyai teracak (kuku) berwarna kuning.

Telah diriwayatkan dari Sa’id ibnu Jubair bahwa sapi betina tersebut berwarna kuning teracak dan tanduknya. Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ubay, telah menceritakan kepada kami Nasr ibnu Ali, telah menceritakan kepada kami Nuh ibnu Qais, telah menceritakan kepada kami Abu Raja’, dari Al-Hasan sehubungan dengan firman-Nya: sapi betina yang kuning, yang kuning tua warnanya. (Al-Baqarah: 69) Makna yang dimaksud ialah sapi betina hitam, hitam legam warnanya.

Riwayat ini berpredikat gharib; riwayat yang benar ialah yang pertama tadi. Karena itu, maka pada lafal selanjutnya warna kuning dikuatkan dengan firman-Nya, “”Faqiul launuha,”” yakni yang kuning tua warnanya. Menurut Atiyyah Al-Aufi, faqi’ul launuha artinya hampir kelihatan hitam karena kuningnya sangat kuat. Sa’id ibnu Jubair mengatakan bahwa faqVul launuha artinya ber-sih dan mulus warnanya, yakni kuning mulus.

Hal yang semisal telah diriwayatkan dari Abul Aliyah, Ar-Rabi’ ibnu Anas, As-Suddi, Al-Hasan, dan Qatadah. Syuraik meriwayatkan dari Ma’mar, bahwa faqiul launuha artinya bersih warnanya. Al-Aufi di dalam kitab tafsirnya meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa faqi’ul launuha artinya sangat kuning atau kuning tua; karena sangat kuning hingga kelihatan seperti putih warnanya. As-Suddi mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: menyenangkan orang-orang yang memandangnya. (Al-Baqarah: 69) Yakni membuat kagum orang-orang yang memandangnya.

Hal yang sama dikatakan oleh Abul Aliyah, Qatadah, dan Ar-Rabi’ ibnu Anas. Wahb ibnu Munabbih mengatakan, “”Apabila kamu melihatnya, sekan-akan cahaya matahari memancar dari kulitnya.”” Di dalam kitab Taurat disebutkan bahwa warna kulit sapi betina itu merah, barangkali hal ini terjadi karena kekeliruan dalam menerjemahkan ke dalam bahasa Arabnya. Atau seperti pendapat pertama yang mengatakan bahwa warna kulit sapi betina tersebut sangat kuning hingga warnanya cenderung menjadi merah kehitam-hitaman.

Firman Allah Subhanahu wa ta’ala: karena sesungguhnya sapi itu (masih) samar bagi kami. (Al-Baqarah: 70) Yaitu karena banyaknya sapi betina. Maka berikanlah ciri-ciri khas sapi tersebut kepada kami dan jelaskanlah kepada kami secara rinci. dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk. (Al-Baqarah: 70) untuk menemukannya. Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Yahya Al-Audi As-Sufi, telah menceritakan kepada kami Abu Sa’id Ahmad ibnu Daud Al-Haddad, telah menceritakan kepada kami Surur ibnul Mugirah Al-Wasiti (anak lelaki saudara lelaki Mansur ibnu Zazan), dari Abbad ibnu Mansur, dari Al-Hasan, dari Abu Rafi, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: Seandainya Bani Israil tidak mengatakan, “”Dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk”” (Al-Baqarah: 70), niscaya mereka tidak akan diberi tahu (untuk mendapatkan sapi betina itu), tetapi ternyata mereka mengucapkan istisna (kalimat insya Allah) Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Hafidzh Abu Bakar ibnu Mardawaih di dalam kitab tafsirnya dari jalur lain: melalui Surur ibnul Mugirah: dari Zazan, dari Abbad ibnu Mansur, dari Al-Hasan, dari hadits Abu Rafi’, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: Seandainya kaum Bani Israil tidak mengatakan, “”Dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk”” (Al-Baqarah: 70), niscaya mereka tidak akan diberi untuk selama-lamanya.

Dan seandainya mereka mengambil sapi betina mana pun, lalu mereka menyembelihnya, niscaya hal itu sudah cukup bagi mereka. Tetapi mereka membandel, maka Allah bersikap keras terhadap mereka. Bila ditinjau dari segi jalur ini, maka hadits ini berpredikat gharib, dan yang lebih baik ialah bila hadits ini dianggap sebagai perkataan Abu Hurairah, seperti yang telah disebutkan di atas, dari As-Suddi.

Firman Allah Subhanahu wa ta’ala: Musa berkata, “”Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman.”” (Al-Baqarah: 71) Sapi betina tersebut bukan sapi betina yang dipersiapkan untuk membajak tanah, tidak pula dipersiapkan untuk mengangkut air guna pengairan, melainkan sapi betina yang dipelihara sebagai hewan kesayangan dalam keadaan sehat, utuh, lagi tiada bercacat.

La syiyatafiha, tiada warna lain pada kulitnya selain dari warna kuning, yakni tidak ada belangnya. Abdur Razzaq meriwayatkan dari Ma’mar, dari Qatadah, bahwa musallamah artinya tidak bercacat. Hal yang sama dikatakan pula oleh Abul Aliyah dan Ar-Rabi’. Mujahid mengatakan, musallamah artinya bebas dari belang, yakni tidak ada belangnya. ‘Atha’ Al-Khurrasani mengatakan bahwa musallamah artinya semua kaki dan seluruh tubuhnya mulus, bebas dari belang.

Menurut Mujahid, la syiyata fiha artinya tidak ada warna putih dan hitam, yakni tidak berbelang. Abul Aliyah, Ar-Rabi’, Al-Hasan, dan Qatadah mengatakan tidak ada belang putihnya. ‘Atha’ Al-Khurrasani mengatakan bahwa la syiyatafiha warnanya satu lagi tua. Telah diriwayatkan dari Atiyyah Al-Aufi, Wahb ibnu Munabbih dan Ismail ibnu Abu Khalid hal yang semisal. As-Suddi mengatakan, la syiyata fiha artinya tidak ada belang putih, belang hitam, dan belang merahnya.

Semua makna yang telah disebutkan di atas hampir sama maksudnya, tetapi ada sebagian ulama yang menduga bahwa firman Allah Subhanahu wa ta’ala, “”Innaha baqaratul La zalulun,”” artinya sesungguhnya sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak dipersiapkan untuk dipekerjakan. Kemudian lafal selanjutnya dianggap sebagai kalimat baru, yaitu firman-Nya, “”Tusirul arda”” yakni dipekerjakan untuk membajak tanah, hanya sapi betina tersebut tidak dipakai untuk mengairi tanaman.

Pendapat ini lemah karena lafal La zalulun ditafsirkan oleh firman selanjutnya, yaitu tusirul arda, yakni sapi betina itu tidak dipersiapkan untuk membajak tanah, tidak pula untuk mengairi tanaman. Demikian menurut ketetapan Al-Qurthubi dan lain-lainnya. Firman Allah Subhanahu wa ta’ala: Mereka berkata, “”Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya.”” (Al-Baqarah: 71) Menurut Qatadah, makna ayat ialah ‘sekarang barulah kamu menerangkan yang sebenarnya kepada kami’.

Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan, pendapat lain mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah Allah telah menyebutkan kepada mereka hakikat sapi betina yang sebenarnya. Firman Allah Swt: Kemudian mereka menyembelihnya, dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu. (Al-Baqarah: 71) Adh-Dhahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa mereka hampir saja tidak melakukan perintah itu, karena tujuan mereka bukanlah demikian melainkan mereka bermaksud agar tidak menyembelih sapi betina yang dimaksudkan.

Dengan kata lain, setelah ada penjelasan, tanya jawab, dan keterangan ini mereka tidak juga menyembelihnya kecuali setelah susah payah. Di dalam ungkapan ini terkandung arti celaan yang ditujukan kepada mereka. Demikian itu karena maksud dan tujuan mereka yang sesungguhnya hanyalah sebagai ungkapan pembangkangan mereka, maka dikatakanlah bahwa mereka hampir saja tidak menyembelihnya. Muhammad ibnu Ka’b dan Muhammad ibnu Qais mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Kemudian mereka menyembelihnya, dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu. (Al-Baqarah: 71) mengingat harganya yang sangat mahal.

Tetapi penafsiran ini masih perlu dipertimbangkan, mengingat berita bahwa harganya mahal masih belum dapat terbukti dengan kuat melainkan hanya melalui nukilan dari kaum Bani Israil, seperti yang telah disebutkan di atas dalam riwayat Abul Aliyah dan As-Suddi; dan Al-Aufi telah meriwayatkannya pula dari Ibnu Abbas. Ubaidah, Mujahid, Wahb ibnu Munabbih, Abul Aliyah, dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam telah meriwayatkan bahwa kaum Bani Israil membeli sapi betina tersebut dengan harta yang banyak jumlahnya.

Akan tetapi, hal ini masih diperselisihkan. Kemudian menurut pendapat yang lain harga pembayarannya tidaklah sebanyak itu. Abdur Razzaq meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Uyaynah, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Suqah, dari Ikrimah yang mengatakan bahwa harga pembelian sapi betina itu hanyalah tiga dinar saja. Sanad riwayat ini berpredikat jayyid, bersumber dari Ikrimah. Akan tetapi, pengertian lahiriah riwayat ini menunjukkan bahwa hal ini pun dinukil dari ahli kitab juga.

Ibnu Jarir mengatakan, sehubungan dengan makna ayat ini ulama lainnya mengatakan bahwa mereka hampir tidak melaksanakan perintah itu karena takut rahasia pembunuh yang sebenarnya yang mereka perselisihkan akan terungkap. Riwayat ini tidak disandarkan kepada seorang pun oleh perawi. Kemudian Ibnu Jarir memilih bahwa pendapat yang benar dalam masalah ini ialah mereka hampir tidak melaksanakan perintah itu karena harganya terlampau mahal, juga karena takut rahasia mereka terungkap.

Akan tetapi, pendapat ini pun masih perlu dipertimbangkan; dan pendapat yang benar hanya Allah Yang Maha Mengetahui ialah seperti apa yang telah disebutkan di atas dalam riwayat Adh-Dhahhak, dari Ibnu Abbas, menurut pengarahan kami. Hanya kepada Allahlah kami memohon taufik. Kesimpulan hukum Ayat ini yang mengandung pembatasan sifat-sifat (spesifikasi) sapi betina tersebut hingga bentuknya tertentu atau jelas ciri-cirinya yang sebelum itu masih bersifat mutlak menunjukkan sah melakukan transaksi salam (pesanan) menyangkut hewan ternak, seperti yang disimpulkan oleh mazhab Maliki, Al-Auza’i, Al-Al-Laits, Asy-Syaqi’i, Ahmad, serta jumhur ulama Salaf dan Khalaf.

Sebagai dalilnya ialah sebuah hadits di dalam kitab Shahihain, disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: Janganlah seorang istri menggambarkan sifat-sifat wanita lain kepada suaminya (hingga tersimpulkan oleh suaminya) seakan-akan ia melihat wanita yang dimaksud. Dalil lainnya ialah seperti sifat-sifat yang dikemukakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang ternak unta diat dalam kasus pembunuhan secara keliru dan serupa dengan sengaja, yaitu dengan sifat-sifat (spesifikasi) yang disebutkan di dalam hadits mengenainya. Lain halnya dengan Imam Abu Hanifah, Ats-Tsauri, dan ulama Kufah. Mereka berpendapat, tidak sah melakukan transaksi salam menyangkut hewan ternak, mengingat keadaan hewan ternak selalu tidak stabil. Hal yang sama diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, Huzaifah ibnul Yaman, Abdur Rahman ibnu Samurah, dan lain-lainnya. #learnquran

Al Baqarah

DAFTAR ISI


Yuk bagikan infonya...

About Auther:

Info Biografi

BUKU TES TNI POLRI AKMIL AKPOL 2024
Hello. Add your message here.