Tafsir Surat Ali Imran Ayat 190, 191, 192, 193, 194

Yuk bagikan infonya...

Ali Imran | Indeks Tema Ali Imran | Daftar Surat | Ibnu Katsir 

Ali-‘Imran: 190

إِنَّ فِى خَلۡقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَٱخۡتِلَٰفِ ٱلَّيۡلِ وَٱلنَّهَارِ لَءَايَٰتٍ لِّأُوْلِى ٱلۡأَلۡبَٰبِ

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,

Ali-‘Imran: 191

ٱلَّذِينَ يَذۡكُرُونَ ٱللَّهَ قِيَٰمًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمۡ وَيَتَفَكَّرُونَ فِى خَلۡقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ رَبَّنَا مَا خَلَقۡتَ هَٰذَا بَٰطِلًا سُبۡحَٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ

(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.

Ali-‘Imran: 192

رَبَّنَآ إِنَّكَ مَن تُدۡخِلِ ٱلنَّارَ فَقَدۡ أَخۡزَيۡتَهُۥ وَمَا لِلظَّٰلِمِينَ مِنۡ أَنصَارٍ

Ya Tuhan kami, sesungguhnya barangsiapa yang Engkau masukkan ke dalam neraka, maka sungguh telah Engkau hinakan ia, dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolongpun.

Ali-‘Imran: 193

رَّبَّنَآ إِنَّنَا سَمِعۡنَا مُنَادِيًا يُنَادِى لِلۡإِيمَٰنِ أَنۡ ءَامِنُواْ بِرَبِّكُمۡ فَـَٔامَنَّا رَبَّنَا فَٱغۡفِرۡ لَنَا ذُنُوبَنَا وَكَفِّرۡ عَنَّا سَيِّـَٔاتِنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ ٱلۡأَبۡرَارِ

Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman, (yaitu): “Berimanlah kamu kepada Tuhanmu”, maka kamipun beriman. Ya Tuhan kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang banyak berbakti.

Ali-‘Imran: 194

رَبَّنَا وَءَاتِنَا مَا وَعَدتَّنَا عَلَىٰ رُسُلِكَ وَلَا تُخۡزِنَا يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ إِنَّكَ لَا تُخۡلِفُ ٱلۡمِيعَادَ

Ya Tuhan kami, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami dengan perantaraan rasul-rasul Engkau. Dan janganlah Engkau hinakan kami di hari kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji”.

Tafsir Ibnu Katsir

Ali-‘Imran: 190-194

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. Ya Tuhan kami, sesungguhnya barang siapa yang Engkau masukkan ke dalam neraka, maka sungguh telah Engkau hinakan ia, dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolong pun.

Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman, (yaitu): ‘Berimanlah kalian kepada Tuhan kalian,’ maka kami pun beriman. Ya Tuhan kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang banyak berbuat bakti. Ya. Tuhan kami, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami dengan perantara-an rasul-rasul Engkau. Dan janganlah Engkau hinakan kami di hari kiamat.

Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji.” Imam Ath-Thabarani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Husain ibnu Ishaq At-Tusturi, telah menceritakan kepada kami Yahya Al-Hammani, telah menceritakan kepada kami Ya’qub Al-Qumi dari Ja’far ibnu Abul Mugirah, dari Said ibnu Jubair dari Ibnu Abbas’ yang menceritakan bahwa orang-orang Quraisy datang kepada orang-orang Yahudi, lalu berkata, “Mukjizat apakah yang dibawa oleh Nabi Musa kepada kalian?” Orang-orang Yahudi menjawab, “Tongkat dan tangannya yang tampak putih bagi orang-orang yang memandang.” Mereka datang kepada orang-orang Nasrani, lalu bertanya, “Apakah yang dilakukan oleh Nabi Isa?” Orang-orang Nasrani menjawab, “Dia dapat menyembuhkan orang yang buta sejak lahirnya, orang yang berpenyakit supak, dan dapat menghidupkan orang-orang yang mati.” Mereka datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Berdoalah kepada Allah, semoga Dia menjadikan bagi kami Bukit Safa ini menjadi emas.” Maka turunlah ayat ini, yaitu firman-Nya: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (Ali Imran: 190) Karena itu, renungkanlah oleh kalian hal tersebut.

Riwayat ini sulit dimengerti, mengingat ayat ini adalah ayat Madaniyah, sedangkan permintaan mereka yang menghendaki agar Bukit Safa menjadi emas adalah di Mekah. Makna ayat ialah Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi. (Ali Imran: 190) Yakni yang ini dalam ketinggiannya dan keluasannya, dan yang ini dalam hamparannya, kepadatannya serta tata letaknya, dan semua yang ada pada keduanya benipa tanda-tanda yang dapat disaksikan lagi amat besar, seperti bintang-bintang yang beredar dan yang tetap, lautan, gunung-gunung dan padang pasir, pepohonan, tumbuh-tum-buhan, tanam-tanaman dan buah-buahan serta hewan-hewan, barang-barang tambang, serta berbagai macam manfaat yang berancka warna, bermacam-macam rasa, bau, dan kegunaannya.

dan silih bergantinya malam dan siang. (Ali Imran: 190) Maksudnya, saling bergiliran dan saling mengurangi panjang dan pendeknya; adakalanya yang ini panjang, sedangkan yang lainnya pendek, kemudian keduanya menjadi sama. Setelah itu yang ini mengambil sebagian waktu dari yang lain hingga ia menjadi panjang waktunya, yang sebelum itu pendek, dan menjadi pendeklah yang tadinya panjang. Semuanya itu berjalan berdasarkan pengaturan dari Tuhan Yang Mahaperkasa lagi Maha Mengetahui.

Karena itu, dalam firman selanjutnya disebutkan: terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (Ali Imran: 190) Yaitu akal-akal yang sempurna lagi memiliki kecerdasan, karena hanya yang demikianlah yang dapat mengetahui segala sesuatu dengan hakikatnya masing-masing secara jelas dan gamblang. Lain halnya dengan orang yang tuli dan bisu serta orang-orang yang tak berakal. Seperti yang disebutkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam firman-Nya: Dan banyak sekali tanda-tanda (kekuasaan Allah) di langit dan di bumi yang mereka melaluinya, sedangkan mereka berpaling darinya. Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sesembahan-sesembahan lain). (Yusuf: 105-106) Selanjutnya Allah menjelaskan ciri khas orang-orang yang berakal, melalui firman berikutnya.

Mereka adalah: Orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring. (Ali Imran: 191) Seperti yang disebutkan di dalam kitab Shahihain dengan melalui Imran ibnu Husain, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: Salatlah sambil berdiri. Jika kamu tidak mampu berdiri, maka salatlah sambil duduk; dan jika kamu tidak mampu sambil duduk, maka salatlah dengan berbaring pada lambungmu. Mereka tidak pernah terputus dari berzikir mengingat-Nya dalam semua keadaan mereka. Lisan, hati, dan jiwa mereka semuanya selalu mengingat Allah subhanahu wa ta’ala dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi. (Ali Imran: 191) Mereka memahami semua hikmah yang terkandung di dalamnya yang menunjukkan kepada kebesaran Penciptanya, kekuasaan-Nya, pengetahuan-Nya, hikmah-Nya, pilihan-Nya, dan rahmat-Nya.

Syekh Abu Sulaiman Ad-Darani mengatakan, “Sesungguhnya bila aku keluar dari rumahku, tiada sesuatu pun yang terlihat oleh mataku melainkan aku melihat bahwa Allah telah memberikan suatu nikmat kepadaku padanya, dan bagiku di dalamnya terkandung pelajaran.” Demikianlah apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abud Dunia di dalam Kitabut Tawakkul wal I’tibar. Diriwayatkan dari Al-Hasan Al-Basri bahwa ia pernah mengatakan, “Berpikir selama sesaat lebih baik daripada berdiri shalat semalam.” Al-Fudail mengatakan bahwa Al-Hasan pernah berkata, “Pikiran merupakan cermin yang memperlihatkan kepadamu kebaikan-kebaikan dan keburukan-keburukanmu.” Sufyan ibnu Uyaynah mengatakan bahwa pikiran merupakan cahaya yang memasuki hatimu.

Adakalanya ia mengucapkan tamsil untuk pengertian tersebut melalui bait syair ini: Apabila seseorang menggunakan akal pikirannya, maka pada segala sesuatu terdapat pelajaran baginya. Disebutkan dari Isa ‘alaihissalam bahwa ia pernah mengatakan.Beruntunglah bagi orang yang ucapannya adalah zikir, diamnya berpikir. dan pandangannya sebagai pelajaran.” Luqmanul Hakim mengatakan, “Sesungguhnya lama menyendiri mengilhamkan berpikir, dan lama berpikir merupakan jalan yang menunjukkan ke pintu surga.” Wahb ibnu Munabbih mengatakan bahwa tidak sekali-kali seseorang lama menggunakan pemikirannya melainkan ia akan mengerti, dan tidak sekali-kali seseorang mengerti melainkan mengetahui, dan tidak sekali-kali pula seseorang mengetahui melainkan beramal.

Umar ibnu Abdul Aziz mengatakan, “Berbicara untuk berzikir kepada Allah subhanahu wa ta’ala adalah baik, dan berpikir tentang nikmat-nikmat Allah lebih utama daripada ibadah.” Mugis Al-Aswad mengatakan, “Ziarahilah kubur setiap hari, niscaya menggugah pikiran kalian. Saksikanlah adegan hari kiamat dengan hati kalian, dan renungkanlah kedua golongan yang pergi ke dalam surga dan yang masuk ke dalam neraka. Gugahlah hati kalian dan tubuh kalian agar mengingat neraka dan beraneka ragam siksaan yang ada di dalamnya.” Bila perkataannya sampai di situ, maka ia menangis, hingga tubuhnya diangkat oleh murid-muridnya karena pingsan.

Abdullah ibnul Mubarak mengatakan bahwa seorang lelaki bersua dengan seorang rahib di dekat sebuah kuburan dan tempat pembuangan sampah. Lalu ia memanggil rahib itu dan mengatakan kepadanya, “Wahai rahib, sesungguhnya padamu terdapat dua perbendaharaan di antara perbendaharaan-perbendaharaan dunia. Keduanya mengandung pelajaran bagimu, yaitu perbendaharaan kaum lelaki dan perbendaharaan harta benda.” Diriwayatkan dari Ibnu Umar, bila ia ingin menyegarkan hatinya, maka ia datang ke tempat yang telah ditinggalkan oleh penghuninya (karena sudah rusak).

Kemudian ia berdiri di depan pintunya, lalu berseru dengan suara yang lirih seraya mengatakan, “Ke manakah penghunimu?” Kemudian ia mengoreksi dirinya sendiri dan membacakan firman-Nya: Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Zat Allah. (Al-Qashash: 88) Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa ia pernah mengatakan, “Dua rakaat yang lamanya pertengahan dengan bertafakkur adalah lebih baik daripada berdiri shalat sepanjang malam, sedangkan hatinya lupa.” Al-Hasan Al-Basri mengatakan, “Wahai anak Adam, makanlah (isilah) sepertiga perutmu dengan makanan, dan sepertiga lagi dengan minuman, dan kosongkanlah sepertiga lainnya untuk memberikan udara segar dalam bertafakkur.” Salah seorang yang bijak mengatakan, “Barang siapa memandang dunia tanpa dibarengi dengan pandangan mengambil pelajaran, maka akan padamlah sebagian dari pandangan mata hatinya sesuai dengan kelalaiannya.” Bisyr ibnul Haris Al-Hafi mengatakan, “Seandainya manusia bertafakkur merenungkan keagungan Allah subhanahu wa ta’ala, niscaya mereka tidak berani berbuat durhaka kepada-Nya.” Al-Hasan meriwayatkan dari Amir ibnu Abdu Qais yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar bukan hanya dari seorang, dua orang, atau tiga orang dari kalangan sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam Semuanya mengatakan, “Sesungguhnya sinar keimanan atau cahaya keimanan itu adalah tafakkur.” Diriwayatkan dari Isa ‘alaihissalam, bahwa ia pernah mengatakan, “Wahai anak Adam yang lemah, bertakwalah kamu kepada Allah di mana pun kamu berada.

Jadilah kamu di dunia ini orang yang lemah, jadikanlah masjid-masjid sebagai tempat tinggal, ajarkanlah kepada kedua matamu menangis, juga kepada badanmu untuk bersabar, dan kepada hatimu untuk bertafakkur. Janganlah engkau pedulikan tentang rezeki keesokan hari.” Telah diriwayatkan dari Amirul Mukminin Umar ibnu Abdul Aziz , bahwa ia pernah menangis di suatu hari di antara teman-temannya.

Ketika ditanyakan kepadanya mengapa dia menangis, ia menjawab, “Aku sedang memikirkan perihal dunia dan kesenangan serta nafsu syahwatnya, maka aku dapat mengambil pelajaran dari-nya. Yaitu setiap kali nafsu syahwat belum terlampiaskan, maka terlebih dahulu dikeruhkan oleh kepahitannya. Sekiranya di dalam dunia tidak terdapat pelajaran bagi orang yang memikirkannya, sesungguhnya di dalam dunia terdapat peringatan bagi orang yang mengingat.” Ibnu Abud Dunia mengatakan bahwa Al-Husain ibnu Abdur Rahman pernah mengucapkan syair-syair berikut kepadanya, yaitu: Hiburan orang mukmin adalah bertafakkur, kesenangan orang mukmin adalah mengambil pelajaran.

Kami memuji kepada Allah semata, kami semua berada dalam bahaya. Banyak orang yang lalai (berzikir) umurnya telah habis, sedangkan dia tidak menyadarinya. Banyak kehidupan terpenuhi semua yang dicita-citakannya, bunga-bunga yang mekar dengan gemericik air dari mata air, naungan pepohonan, tumbuh-tumbuhan yang segar, dan buah-buahan yang masak, semuanya itu menjadi berubah oleh lewatnya masa yang begitu cepat; demikian pula pemilik-nya. Kami memuji kepada Allah semata, sesungguhnya pada yang demikian itu terkandung pelajaran.

Sesungguhnya pada yang demikian itu terkandung pelajaran bagi orang yang berakal jika ia menggunakan akal pikirannya. Allah subhanahu wa ta’ala mencela orang yang tidak mau mengambil pelajaran dari makhluk-Nya yang menunjukkan kepada Zat-Nya, sifat-sifat-Nya, syariat-Nya, takdir-Nya, dan tanda-tanda kebesaran-Nya. Untuk itu Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Dan banyak sekali tanda-tanda (kekuasaan Allah) di langit dan di bumi yang mereka lalui, sedangkan mereka berpaling darinya. Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sesembahan-sesembahan lain). (Yusuf: 105-106) Allah memuji hamba-hamba-Nya yang mukmin melalui ayat berikut ini: (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia.” (Ali Imran: 191) Tidak sekali-kali Engkau ciptakan semuanya sia-sia melainkan dengan sebenarnya, agar orang-orang yang berbuat buruk dalam per-buatannya Engkau berikan balasan yang setimpal kepada mereka, dan Engkau berikan pahala yang baik kepada orang-orang yang berbuat baik.

Kemudian orang-orang mukmin menyucikan Allah dari perbuatan sia-sia dan penciptaan yang batil. Untuk itu mereka mengatakan. yang disitir oleh firman-Nya: Mahasuci Engkau. (Ali Imran: 191) Yaitu Mahasuci Engkau dari perbuatan menciptakan sesuatu dengan sia-sia. maka peliharalah kami dari siksa neraka. (Ali Imran: 191) Peliharalah kami, wahai Tuhan yang menciptakan semua makhluk dengan sebenarnya dan adil. Wahai Tuhan Yang Mahasuci dari segala kekurangan, cela dan perbuatan sia-sia, peliharalah kami dari azab neraka dengan upaya dan kekuatan-Mu.

Berilah kami taufik (bimbingan) untuk mengerjakan amal-amal yang menyebabkan Engkau rida kepada kami. Berilah kami taufik kepada amal saleh yang dapat menuntun kami ke dalam surga yang penuh dengan kenikmatan. Lindungilah kami dari azab-Mu yang amat pedih. Kemudian mereka mengatakan: Ya Tuhan kami, sesungguhnya barang siapa yang Engkau masukkan ke dalam neraka, maka sungguh telah Engkau hinakan ia. (Ali Imran: 192) Telah Engkau hinakan dan Engkau tampakkan kehinaannya di mata semua makhluk yang hadir di hari perhimpunan (hari kiamat).

dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolong pun. (Ali Imran: 192) Kelak di hari kiamat, tiada seorang pun yang dapat melindungi mereka dari azab-Mu dan mereka tidak dapat menyelamatkan dirinya dari apa yang Engkau kehendaki terhadap mereka. Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman. (Ali Imran: 193) Yaitu seorang penyeru yang menyeru kepada iman. Dia adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (yaitu), “Berimanlah kalian kepada Tuhan kalian “, maka kami pun beriman. (Ali Imran: 193) Dia mengatakan, “Berimanlah kalian kepada Tuhan kalian!” Maka kami beriman. Dengan kata lain, kami memenuhi seruannya dan mengikutinya, yakni dengan iman kami dan kami mengikuti Nabi-Mu.

Ya Tuhan kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami. (Ali Imran: 193) Maksudnya, tutupilah dosa-dosa kami (maafkanlah dosa-dosa kami). dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami. (Ali Imran: 193) Yakni kesalahan-kesalahan yang kami lakukan terhadap Engkau. dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang banyak berbuat bakti. (Ali Imran: 193) Artinya, masukkanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang saleh. Ya Tuhan kami, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami dengan perantaraan rasul-rasul Engkau. (Ali Imran: 194) Menurut suatu pendapat, makna yang dimaksud ialah Ya Tuhan kami, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami.

sebagai balasan atas iman kepada rasul-rasul-Mu Menurut pendapat yang lainnya lagi, maksudnya adalah “apa yang telah Engkau janjikan kepada kami melalui lisan rasul-rasul-Mu’. Makna yang kedua ini lebih kuat dan lebih jelas. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul Yaman, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Iyasy, dari Anir ibnu Muhammad, dari Abu Iqal, dari Anas ibnu Malik yang mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Ada dua golongan manusia yang menjadi pusat perhatian manusia, Allah membangkitkan salah satunya kelak di hari kiamat sebanyak tujuh puluh ribu orang yang tidak ada hisab atas diri mereka.

Darinya Allah membangkitkan sebanyak lima puluh ribu orang syuhada, mereka adalah delegasi-delegasi yang menghadap kepada Allah. Di antara mereka yang lima puluh ribu orang itu terdapat barisan para syuhada yang kepala mereka dalam keadaan terpotong dan berada di tangannya masing-masing, sedangkan wajah mereka berlumuran dengan darah seraya mengucapkan: ‘Ya Tuhan kami, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami dengan perantaraan rasul-rasul Engkau.

Dan janganlah Engkau hinakan kami di hari kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji.’ (Ali Imran: 194) Maka berfirmanlah Allah subhanahu wa ta’ala, ‘Benarlah hamba-hamba-Ku, mandikanlah mereka di dalam sungai putih.’ Akhirnya mereka keluar dari sungai itu dalam keadaan bersih lagi putih, lalu mereka berjalan-jalan di dalam surga menurut apa yang disukainya.” Hadits ini termasuk hadits garib yang ada di dalam kitab musnad.

Di antara mereka ada yang menilainya sebagai hadits maudu’. Dan janganlah Engkau hinakan kami di hari kiamat. (Ali Imran: 194) Yakni di hadapan mata semua makhluk. Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji. (Ali Imran: 194) Sudah merupakan kepastian adanya hari yang dijanjikan yang Engkau beritakan melalui rasul-rasul-Mu, yaitu hari kiamat. hari di mana semua makhluk berdiri di hadapan-Mu. Al-Hafidzh Abu Ya’la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hafidzh Abu Syuraih, telah menceritakan kepada kami Al-Mutabar, telah menceritakan kepada kami Al-Fadl ibnu Isa, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Munkadir, bahwa Jabir ibnu Abdullah pernah menceritakan kepadanya bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: Keaiban dan kehinaan yang dialami oleh anak Adam (yang berdosa) kelak di hari kiamat di hadapan Allah subhanahu wa ta’ala mencapai tingkatan yang membuat diri si orang yang bersangkutan berharap agar dirinya segera dimasukkan ke dalam neraka (karena malu yang sangat).

Hadits berpredikat garib. Telah disebutkan di dalam sebuah hadits bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam acapkali membaca sepuluh ayat dari akhir surat Ali Imran ini apabila bangkit di sebagian malam hari untuk tahajudnya. Untuk itu Imam Al-Bukhari mengatakan: telah menceritakan kepada kami Sa’id ibnu Abu Maryam, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja’far, telah menceritakan kepadaku Syarik ibnu Abdullah ibnu Abu Namir, dari Kuraib, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa ia tidur di rumah bibinya (yaitu Siti Maimunah). Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bercakap-cakap dengan istrinya selama sesaat. kemudian beliau tidur. Ketika malam hari tinggal sepertiganya lagi, beliau bangun dan duduk, lalu memandang ke arah langit seraya mengucapkan: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (Ali Imran: 190), hingga beberapa ayat selanjutnya.

Setelah itu beliau bangkit dan melakukan wudu. Setelah bersiwak, beliau melakukan shalat sebanyak sebelas rakaat. Kemudian Bilal menyerukan azannya, maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat dua rakaat, lalu keluar dan shalat Subuh menjadi imam orang-orang. Demikian pula Imam Muslim meriwayatkannya dari Abu Bakar ibnu Ishaq As-San’ani, dari Ibnu Abu Maryam dengan lafal yang sama. Imam Al-Bukhari meriwayatkannya pula melalui berbagai jalur dari Malik, dari Makhramah ibnu Sulaiman, dari Kuraib, bahwa Ibnu Abbas pernah menceritakan kepadanya bahwa ia pernah menginap di rumah Siti Maimunah, istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang juga bibinya.

Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa ia tidur pada bagian dari bantal yang melebar, sedangkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama istrinya (Siti Maimunah) tidur pada bagian yang memanjang dari bantal itu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidur hingga tengah malam, atau sedikit sebelumnya atau sedikit sesudahnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bangun dari tidurnya, lalu mengusap wajah dengan tangannya untuk mengusir rasa kantuk. Setelah itu beliau membaca sepuluh ayat yang mengakhiri surat Ali Imran. Lalu bangkit menuju arah tempat air yang digantungkan, mengambil air wudu darinya, dan melakukan wudu dengan baik. Sesudah itu beliau berdiri mengerjakan shalat. Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, “Maka aku berdiri dan melakukan hal yang sama seperti yang dilakukannya. Setelah itu aku menuju kepadanya dan berdiri di sebelahnya.

Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meletakkan tangan kanannya di atas kepalaku dan memegang telinga kananku, lalu menjewernya (yakni memindahkan Ibnu Abbas dari sebelah kiri ke sebelah kanannya). Beliau melakukan shalat dua rakaat, lalu dua rakaat lagi, lalu dua rakaat lagi, lalu dua rakaat lagi, lalu dua rakaat lagi, lalu dua rakaat lagi, kemudian witir. Sesudah itu beliau berbaring hingga juru azan datang kepadanya. Kemudian beliau bangkit dan melakukan shalat dua rakaat secara ringan, lalu keluar (menuju masjid) dan shalat Subuh (sebagai imam semua orang).” Demikianlah hal yang diketengahkan oleh Jamaah lainnya melalui berbagai jalur dari Malik dengan lafal yang sama.

Imam Muslim meriwayatkannya pula juga Imam Abu Dawud melalui berbagai jalur dari Makhramah ibnu Sulaiman dengan lafal yang sama. Jalur lain diriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan hadits ini oleh Abu Bakar ibnu Mardawaih. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ahmad ibnu Muhammad ibnu Ali, telah menceritakan kepada kami Abu Yahya. dari Abu Mai-sarah, telah menceritakan kepada kami Khallad ibnu Yahya, telah menceritakan kepada kami Yunus, dari Abi Ishaq, dari Al-Minhal ibnu Amr, dari Ali ibnu Abdullah ibnu Abbas, dari Abdullah ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Al-Abbas memerintahkan kepadaku untuk menginap di rumah keluarga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menghafalkan cara shalat (malam hari)nya.

Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya,- bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat Isya bersama orang banyak. Setelah di dalam masjid tidak terdapat seorang pun selain diriku, maka beliau berdiri dan lewat di hadapanku. Beliau bertanya, “Siapakah ini? Abdullah bukan?” Aku menjawab, “Ya.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Mengapa masih di sini?” Aku menjawab, “Al-Abbas (ayahku) telah memerintahkan aku untuk menginap di rumahmu malam ini.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Mari masuk, mari masuk.” Setelah masuk ke dalam rumah, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Mau memakai kasur, Abdullah?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil sebuah bantal yang berlapiskan kain bulu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidur memakai bantal itu hingga aku mendengar dengkurannya. setelah itu beliau duduk tegak di atas kasurnya dan mengarahkan pandangannya ke langit, lalu mengucapkan: Subhanal Malikil Quddus (Mahasuci Raja Yang Mahasuci). sebanyak tiga kali, lalu membacakan ayat-ayat yang berada di akhir surat Ali Imran hingga akhir surat Ali Imran. Imam Muslim, Imam Abu Dawud, dan Imam An-Nasai meriwayatkan melalui hadits Ali ibnu Abdullah ibnu Abbas, dari ayahnya sebuah hadits mengenai hal yang sama.

Jalur lain diriwayatkan oleh Ibnu Mardawaih melalui hadits ‘Ashim ibnu Bahdalah, dari salah seorang muridnya, dari Sa’id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa di suatu malam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar sesudah sebagian malam hari telah berlalu. Lalu beliau memandang ke arah langit dan membaca ayat berikut, yaitu firman-Nya: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (Ali Imran: 190), hingga akhir surat. Sesudah itu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa: Ya Allah, jadikanlah di dalam kalbuku nur (cahaya), di dalam pendengaranku nur, di dalam pandanganku nur, di sebelah kananku nur, di sebelah kiriku nur, di hadapanku nur, di belakangku nur, di atasku nur, di bawahku nur, dan besarkanlah nur bagiku kelak di hari kiamat.

Doa ini ditetapkan pada sebagian jalur-jalur yang shahih melalui riwayat Kuraib, dari Ibnu Abbas Kemudian ibnu Mardawaih dan Ibnu Abu Hatim meriwayatkan melalui hadits Ja’far ibnu Abul Mugirah. dari Said ibnu Jubair. dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa orang-orang Quraisy datang kepada orang-orang Yahudi, Lalu mereka bertanya, “Mukjizat-mukjizat apakah yang dibawa oleh Musa kepada kalian?” Orang-orang Yahudi menjawab, “Tongkatnya dan tangannya yang kelihatan putih bagi orang-orang yang memandangnya.” Orang-orang Quraisy datang kepada orang-orang Nasrani.

Lalu mereka bertanya, “Bagaimanakah yang dilakukan oleh Isa di antara kalian?” Orang-orang Nasrani menjawab.Dia dapat menyembuhkan orang buta, orang berpenyakit supak. dan dapat menghidupkan orang-orang mati.” Mereka datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Lalu berkata, “Mintakanlah buat kami kepada Tuhanmu agar Dia menjadikan Bukit Safa ini emas.” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa kepada Tuhannya, Lalu turunlah firman-Nya: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (Ali Imran: 190) Dengan kata lain, hendaklah mereka merenungkan semuanya itu.

Lafal hadits ini berdasarkan riwayat Ibnu Mardawaih. Hadits ini disebutkan dalam permulaan pembahasan ayat melalui riwayat Imam Ath-Thabarani. Berdasarkan keterangan ini dapat disimpulkan bahwa ayat-ayat ini adalah Makkiyyah. Tetapi menurut pendapat yang masyhur, ayat-ayat ini adalah Madaniyah, sebagai dalilnya ialah hadits lain yang diriwayatkan oleh Ibnu Mardawaih, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ali Al-Harrani, telah menceritakan kepada kami Syuja’ ibnu Asyras, telah menceritakan kepada kami Hasyraj ibnu Nabatah Al-Wasiti, telah menceritakan kepada kami Abu Makram, dari Al-Kalbi (yaitu Ibnu Junab), dari ‘Atha’ yang menceritakan, “Aku dan Ibnu Umar serta Ubaid ibnu Umair berangkat menuju rumah Siti Aisyah Lalu kami masuk ke dalam rumahnya dan menjumpainya, sedangkan antara kami dengan dia terdapat hijab.” Siti Aisyah bertanya, “Wahai Ubaid, apakah yang menghalang-halangi dirimu untuk berkunjung kepadaku?” Ubaid menjawab, “Perkataan seorang penyair yang mengatakan, ‘Jarang-jaranglah berkunjung, niscaya menambah rasa kangen’.” Ibnu Umar memotong pembicaraan, “Biarkanlah kami, ceritakanlah kepada kami hal yang paling mengagumkan yang pernah engkau lihat dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam” Siti Aisyah menangis dan mengatakan bahwa semua perkara Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah mengagumkan, “Beliau mendatangiku di malam giliranku hingga kulit beliau bersentuhan dengan kulitku.

Setelah itu beliau bersabda, ‘Biarkanlah aku menyembah Tuhanku.’ Maka aku berkata, ‘Demi Allah, sesungguhnya aku suka berada di dekatmu, dan sesungguhnya aku suka menyembah Tuhanmu’.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bangkit menuju qirbah (tempat air dari kulit), lalu berwudu tanpa banyak mengucurkan air. Setelah itu beliau berdiri mengerjakan shalat, dan beliau menangis sehingga jenggotnya basah oleh air mata. Lalu sujud dan menangis pula hingga air matanya membasahi tanah. Kemudian berbaring pada lambungnya dan menangis lagi. Ketika Bilal datang memberitahukan kepadanya waktu shalat Subuh, seraya bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah yang menyebabkan engkau menangis, padahal Allah telah memberikan ampunan kepadamu terhadap dosa-dosamu yang telah lalu dan yang akan datang?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Celakalah kamu, wahai Bilal, apakah yang menghalang-halangiku menangis, sedangkan Allah telah menurunkan kepadaku malam ini ayat berikut: ‘Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang hari terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (Ali Imran: 190).” Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda pula, ‘Celakalah bagi orang yang membacanya, lalu ia tidak merenungkan semuanya itu.” Abdu ibnu Humaid meriwayatkannya di dalam kitab tafsir, dari Ja’far ibnu Auf Al-Kalbi, dari Abu Hubab (yaitu ‘Atha’) yang menceritakan bahwa ia dan Abdullah ibnu Umar serta Ubaid ibnu Umair masuk ke dalam rumah Siti Aisyah Ummul Mukminin yang saat itu berada di dalam rumah (kemah)nya.

Maka kami mengucapkan salam penghormatan kepadanya, dan ia bertanya, “Siapakah mereka?” Kami menjawab, “Abdullah ibnu Umar dan Ubaid ibnu Umair.”‘ Siti Aisyah berkata, “Wahai Ubaid ibnu Umair, apakah yang menghalang-halangi dirimu untuk berkunjung kepadaku?” Ubaid ibnu Umair mengucapkan kata-kata tadi yang telah disebutkan di atas, yaitu: Jarang-jaranglah berkunjung, niscaya akan bertambah kangen. Siti Aisyah berkata, “Sesungguhnya aku senang bila dikunjungi olehmu dan berbincang-bincang denganmu.” Abdullah ibnu Umar berkata, “Bebaskanlah kami dari obrolan kamu berdua yang ini.

Sekarang ceritakanlah kepada kami hal yang paling menakjubkan yang pernah engkau lihat dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam” Siti Aisyah menangis, kemudian berkata, “Semua perkara Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah menakjubkan belaka. Beliau datang kepadaku di malam giliranku hingga masuk bersama dan merebahkan diri di atas tempat tidurku hingga kulit beliau bersentuhan dengan kulitku. Kemudian beliau bersabda, ‘Wahai Aisyah, izinkanlah aku, sekarang aku akan menyembah Tuhanku’.” Siti Aisyah berkata, “Sesungguhnya aku suka berada di dekatmu dan aku suka apa yang engkau suka.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bangkit menuju qirbah (wadah air) yang ada di dalam rumah. dan dalam wudunya itu beliau menghemat air.

Lalu berdiri dan membaca Al-Qur’an seraya menangis sehingga aku melihat air matanya sampai mengenai kedua sisi pinggangnya. Setelah itu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam duduk, lalu membaca hamdalah dan memuji Allah subhanahu wa ta’ala, kemudian menangis lagi sehingga aku melihat air matanya sampai membasahi pangkuannya. Kemudian beliau merebahkan diri pada lambung sebelah kanannya dan meletakkan lengan kanannya pada pipinya, lalu beliau menangis lagi sehingga aku melihat air matanya sampai membasahi tanah. Lalu masuklah Bilal memberitahukan kepadanya bahwa waktu shalat Subuh telah masuk.

Untuk itu Bilal berkata, “Wahai Rasulullah, sekarang waktu shalat.” Tetapi ketika Bilal melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menangis, maka ia bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah engkau menangis, padahal Allah telah memberikan ampunan-Nya bagimu atas semua dosamu yang telah lalu dan yang kemudian?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Wahai Bilal, bukankah aku ingin menjadi seorang hamba yang banyak bersyukur? Mengapa aku tidak menangis, sedangkan malam ini telah diturunkan kepadaku firman-Nya: ‘Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal’ (Ali Imran: 190). sampai dengan firman-Nya: ‘Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka’ (Ali Imran: 191).” Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Celakalah bagi orang yang membaca ayat-ayat ini, lalu ia tidak merenungkannya.

Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Hibban di dalam kitab sahihnya, dari Imran ibnu Musa, dari Usman ibnu Abu Syaibah, dari Yahya ibnu Zakaria, dari Ibrahim ibnu Suwaid An-Nakha’i, dari Abdul Malik ibnu Abu Sulaiman, dari ‘Atha’ yang menceritakan bahwa dia dan Ubaid ibnu Umair masuk ke dalam rumah Siti Aisyah, dan seterusnya hingga akhir hadits.

Hal yang sama diriwayatkan oleh Abdullah ibnu Muhammad ibnu Abud Dunia di dalam kitab At-Tafakkur wal I’tibar, dari Syuja” ibnu Asyras. Selanjutnya disebutkan bahwa telah menceritakan kepadaku Al-Hasan ibnu Abdul Aziz, ia pernah mendengar Sunaid menceritakan dari Sufyan Ats-Tsauri yang me-rafa’-kannya. bahwa barang siapa yang membaca akhir surat Ali Imran, lalu ia tidak memikirkan maknanya, celakalah dia.

Ia mengatakan demikian seraya menghitung dengan jari-jarinya sebanyak sepuluh buah (yakni sepuhih ayat terakhir dari surat Ali Imran). Al-Hasan ibnu Abdul Aziz mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ubaid ibnus Saib yang menceritakan bahwa pernah dikatakan kepada Al-Auza’i, “Apakah yang dimaksud dengan pengertian memikirkan ayat-ayat tersebut?” Al-Auza’i menjawab, “Membacanya seraya merenungkan maknanya.” Ibnu Abud Dunia mengatakan, telah menceritakan kepadaku Qasim ibnu Hasyim, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Iyasy, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Sulaiman yang menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada Al-Auza’i tentang batas minimal dari pengertian memikirkan ayat-ayat tersebut dan jalan menyelamatkan diri dari kecelakaan tersebut.” Maka Al-Auza’i menundukkan kepalanya sejenak, lalu berkata, “Hendaklah seseorang membaca ayat-ayat tersebut seraya memikirkan maknanya.” Hadits lain mengandung garabah (keanehan).

Abu Bakar ibnu Mardawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Basyir ibnu Numair, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Ibrahim Al-Busti. Telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Ibrahim ibnu Zaid, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Amr, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami Ammar, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Musa Az-Zuhri, telah menceritakan kepada kami Mu-zahir ibnu Aslam Al-Makhzumi, telah menceritakan kepada kami Sa’id ibnu Abu Sa’id Al-Maqbari, dari Abu Hurairah yang menceritakan: Setiap malam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu membaca sepuluh ayat dari akhir surat Ali Imran. Muzahir ibnu Aslam orangnya dha’if.”

Sumber : tafsir.learn-quran.co

Yuk bagikan sebagai sedekah…

Yuk bagikan infonya...

About Auther:

Info Biografi

Program Warisan Rp 1 Miliar Selengkapnya...
Hello. Add your message here.