Tafsir Surat Yusuf Ayat 23-29

Yuk bagikan infonya...

BELI DI SINI 

Tafsir Surat Yusuf Ayat 23-29

وَرَٰوَدَتۡهُ ٱلَّتِى هُوَ فِى بَيۡتِهَا عَن نَّفۡسِهِۦ وَغَلَّقَتِ ٱلۡأَبۡوَٰبَ وَقَالَتۡ هَيۡتَ لَكَ ۚ قَالَ مَعَاذَ ٱللَّهِ ۖ إِنَّهُۥ رَبِّىٓ أَحۡسَنَ مَثۡوَاىَ ۖ إِنَّهُۥ لَا يُفۡلِحُ ٱلظَّٰلِمُونَ

“Perempuan, yang dia (Yusuf) tinggal di rumahnya, menggodanya. Dia menutup rapat semua pintu, lalu berkata, “Marilah mendekat kepadaku.” Yusuf berkata, “Aku berlindung kepada Allah. Sesungguhnya dia (suamimu) adalah tuanku. Dia telah memperlakukanku dengan baik. Sesungguhnya orang-orang zalim tidak akan beruntung.” QS. Yusuf: 23

وَلَقَدۡ هَمَّتۡ بِهِۦ ۖ وَهَمَّ بِهَا لَوۡلَآ أَن رَّءَا بُرۡهَٰنَ رَبِّهِۦ ۚ كَذَٰلِكَ لِنَصۡرِفَ عَنۡهُ ٱلسُّوٓءَ وَٱلۡفَحۡشَآءَ ۚ إِنَّهُۥ مِنۡ عِبَادِنَا ٱلۡمُخۡلَصِينَ

“Sungguh, perempuan itu benar-benar telah berkehendak kepadanya (Yusuf). Yusuf pun berkehendak kepadanya sekiranya dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, Kami memalingkan darinya keburukan dan kekejian. Sesungguhnya dia (Yusuf) termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih.” QS. Yusuf: 24

وَٱسۡتَبَقَا ٱلۡبَابَ وَقَدَّتۡ قَمِيصَهُۥ مِن دُبُرٍ وَأَلۡفَيَا سَيِّدَهَا لَدَا ٱلۡبَابِ ۚ قَالَتۡ مَا جَزَآءُ مَنۡ أَرَادَ بِأَهۡلِكَ سُوٓءًا إِلَّآ أَن يُسۡجَنَ أَوۡ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“Keduanya berlomba menuju pintu dan perempuan itu menarik bajunya (Yusuf) dari belakang hingga koyak dan keduanya mendapati suami perempuan itu di depan pintu. Dia (perempuan itu) berkata, “Apakah balasan terhadap orang yang bermaksud buruk terhadap istrimu selain dipenjarakan atau (dihukum dengan) siksa yang pedih?” QS. Yusuf: 25

قَالَ هِىَ رَٰوَدَتۡنِى عَن نَّفۡسِى ۚ وَشَهِدَ شَاهِدٌ مِّنۡ أَهۡلِهَآ إِن كَانَ قَمِيصُهُۥ قُدَّ مِن قُبُلٍ فَصَدَقَتۡ وَهُوَ مِنَ ٱلۡكَٰذِبِينَ

“Dia (Yusuf) berkata, “Dia yang menggoda diriku.” Seorang saksi dari keluarga perempuan itu memberikan kesaksian, “Jika bajunya koyak di bagian depan, perempuan itu benar dan dia (Yusuf) termasuk orang-orang yang berdusta.” QS. Yusuf: 26

وَإِن كَانَ قَمِيصُهُۥ قُدَّ مِن دُبُرٍ فَكَذَبَتۡ وَهُوَ مِنَ ٱلصَّٰدِقِينَ

“Jika bajunya koyak di bagian belakang, perempuan itulah yang berdusta dan dia (Yusuf) termasuk orang-orang yang jujur.” QS. Yusuf: 27

فَلَمَّا رَءَا قَمِيصَهُۥ قُدَّ مِن دُبُرٍ قَالَ إِنَّهُۥ مِن كَيۡدِكُنَّ ۖ إِنَّ كَيۡدَكُنَّ عَظِيمٌ

“Maka, ketika melihat bajunya (Yusuf) koyak di bagian belakang, dia (suami perempuan itu) berkata, “Sesungguhnya ini adalah tipu dayamu (hai kaum wanita). Tipu dayamu benar-benar hebat.” QS. Yusuf: 28

يُوسُفُ أَعۡرِضۡ عَنۡ هَٰذَا ۚ وَٱسۡتَغۡفِرِى لِذَنبِكِ ۖ إِنَّكِ كُنتِ مِنَ ٱلۡخَاطِـِٔينَ

“Wahai Yusuf, lupakanlah ini dan (wahai istriku,) mohonlah ampunan atas dosamu karena sesungguhnya engkau termasuk orang-orang yang bersalah.” QS. Yusuf: 29

TAFSIR IBNU KATSIR

Surat Yusuf Ayat 23

“Perempuan, yang dia (Yusuf) tinggal di rumahnya, menggodanya. Dia menutup rapat semua pintu, lalu berkata, “Marilah mendekat kepadaku.” Yusuf berkata, “Aku berlindung kepada Allah. Sesungguhnya dia (suamimu) adalah tuanku. Dia telah memperlakukanku dengan baik. Sesungguhnya orang-orang zalim tidak akan beruntung.” QS. Yusuf: 23

Dan wanita yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk menyerahkan dirinya (kepadanya) dan dia menutup pintu-pintu, seraya berkata, “Marilah ke sini.” Yusuf berkata, “Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik. Sesungguhnya orang-orang yang zalim tidak akan beruntung.”

Tiktok @atengsmi

Allah ﷻ menceritakan keadaan istri Aziz yang Yusuf tinggal di dalam rumahnya di Mesir. Suaminya telah berpesan kepadanya agar memperlakukan dan melayani Yusuf dengan baik. Maka pada suatu hari istri Aziz merayu Yusuf, yakni menggodanya untuk melakukan perbuatan mesum, karena istri Aziz sangat cinta kepada Yusuf, sebab Yusuf telah menjadi seorang lelaki yang sangat tampan dan berwibawa.

Hal inilah yang mendorongnya untuk mempercantik dirinya buat Yusuf, lalu ia menutup semua pintu rumah yang Yusuf ada di dalamnya, kemudian ia mengajak Yusuf untuk berbuat mesum. Dan ia berkata, “Marilah ke sini.” (Yusuf: 23) Yusuf menolak ajakan itu dengan keras. Dia berkata : “Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik.” (Yusuf: 23) Mereka menyebut kata Rabb untuk tuan dan orang besar di kalangan mereka.

Dengan kata lain, maksudnya adalah ‘sesungguhnya suamimu adalah tuanku, dia telah memperlakukan diriku dengan sangat baik dan menempatkan diriku pada kedudukan yang baik, maka aku tidak akan membalas kebaikan ini dengan melakukan perbuatan keji (zina) dengan istrinya’. “Sesungguhnya orang-orang yang zalim tidak akan beruntung.” (Yusuf: 23) Demikianlah menurut tafsir yang dikemukakan oleh Mujahid, As-Saddi, Muhammad ibnu Ishaq dan lain-lain. Ulama qiraat berbeda pendapat sehubungan dengan bacaan firman-Nya: “Marilah ke sini.” (Yusuf: 23) Kebanyakan ulama membacanya dengan harakat fathah pada huruf ha, yaitu haita.

Ibnu Abbas, Mujahid dan lain-lain yang tidak hanya seorang mengatakan bahwa makna haita lak adalah si wanita itu mengajaknya untuk berbuat mesum. Ali ibnu Abu Talhah dan Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: “Marilah ke sini.” (Yusuf: 23) Yakni kemarilah kamu. Hal yang sama telah dikatakan oleh Zur ibnu Hubaisy, Ikrimah, Al-Hasan dan Qatadah. Amr ibnu Ubaid telah meriwayatkan dari Al-Hasan, bahwa lafaz haita lak adalah bahasa Siryani yang artinya ‘marilah ke sini’. As-Saddi mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: “Marilah ke sini.” (Yusuf: 23) Lafaz ini berasal dari bahasa Qibti yang artinya ‘marilah ke sini’.

Mujahid mengatakan bahwa haita lak adalah bahasa Arab yang maksudnya adalah ajakan. Imam Bukhari mengatakan bahwa Ikrimah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: “Marilah ke sini.” (Yusuf: 23) Yakni ‘kemarilah kamu’ memakai bahasa Haurani. Demikianlah menurut Imam Bukhari secara mu’allaq. Tetapi disebutkan secara isnad oleh Ja’far ibnu Jarir yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepadaku Ahmad ibnu Sahi Al-Wasiti, telah menceritakan kepada kami Qurrah ibnu Isa, telah menceritakan kepada kami An-Nadr ibnu Ali Al-Jazari, dari Ikrimah maula Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: “Marilah ke sini.” (Yusuf: 23) Maksudnya, ‘hai kamu, marilah ke sini’.

Ikrimah mengatakan bahwa kata-kata ini memakai bahasa Haurani. Abu Ubaid Al-Qasim ibnu Salam mengatakan bahwa Imam Kisai’ meriwayatkan qiraat ayat ini, yakni firman-Nya: “Marilah ke sini.” (Yusuf: 23) Lalu ia mengatakan bahwa kata-kata ini berasal dari penduduk Hauran yang biasa dipakai oleh penduduk Hijaz, artinya ‘kemarilah’. Abu Ubaidah mengatakan bahwa ia pernah menanyakan kepada seorang syekh (guru) yang alim dari kalangan penduduk Hauran, dan ternyata ia menjawab bahwa kata-kata itu berasal dari bahasa mereka yang biasa mereka pakai.

Imam Ibnu Jarir memperkuat pendapatnya sehubungan dengan qiraat ini dengan sebuah syair yang dikatakan oleh Ali ibnu Abu Talib r.a., yaitu: ……… Sampaikanlah kepada Amirul Mukminin tentang gangguan yang dilakukan oleh penduduk Irak ketika kami datang kepada mereka. Sesungguhnya negeri Irak dan penduduknya menjadi halangan, maka marilah ke sini, marilah ke sini. Yakni kemarilah dan mendekatlah. Sedangkan sebagian ulama membacanya yang artinya ‘aku telah bersiap-siap untukmu’, berasal dari kata hi-tu lil amri, yakni aku telah bersiap-siap untuk mengerjakan urusan itu; bentuk mudari ‘-nya ialah ahi-u, dan bentuk masdar-nya ialah hi-atan. Di antara ulama yang meriwayatkan qiraat ini ialah Ibnu Abbas, Abu Abdur Rahman As-Sulami, Abu Wail, Ikrimah, dan Qatadah; semuanya menafsirkannya dengan makna ‘aku telah bersiap-siap untukmu’.

Ibnu Jarir mengatakan bahwa Abu Amr dan Al-Kisai membantah qiraat ini. Abdullah ibnu Ishaq membacanya haiti, tetapi qiraat ini garib. Sedangkan yang lain dari kalangan kebanyakan ulama Madinah membacanya dengan bacaan haitu, seperti yang terdapat pada ucapan seorang penyair: ….. Kaumku bukanlah orang-orang yang jauh, apabila ada juru penyeru mereka memanggil mereka, ‘Hai kemarilah,’ maka mereka spontan datang dengan segera.

Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami As-Sauri, dari Al-A’masy, dari Abu Wail yang mengatakan bahwa Ibnu Mas’ud mengatakan setelah mendengar para ahli qurra membaca bahwa ia mendengar qiraat mereka berdekatan. Maka bacalah menurut apa yang diajarkan kepada kalian, dan janganlah kalian bertengkar dan berselisih pendapat, sesungguhnya makna lafaz ini hanyalah seperti perkataan kalian, “Kemarilah, kesinilah.” Kemudian Abdullah ibnu Mas’ud membacakan firman-Nya: “Marilah ke sini.” (Yusuf: 23) Perawi bertanya, “Wahai Abu Abdur Rahman, sesungguhnya orang-orang membacanya haitu.” Abdullah ibnu Mas’ud menjawab, “Aku lebih suka membacanya seperti apa yang diajarkan kepadaku.”

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ibnu Waki’, telah menceritakan kepada kami Ibnu Uyaynah, dari Mansur, dari Abu Wail yang mengatakan bahwa Abdullah ibnu Mas’ud membacanya dengan bacaan haita laka. Maka Masruq bertanya kepadanya, “Sesungguhnya orang-orang membacanya haitu laka.” Maka Ibnu Mas’ud menjawab, “Biarkanlah aku, sesungguhnya aku lebih suka membacanya seperti apa yang diajarkan kepadaku.” Ibnu Jarir mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Adam ibnu Abu Iyas, telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Syaqiq, dari Ibnu Mas’ud, bahwa ia membacanya haita.

Sedangkan ulama lain membacanya haitu. Abu Ubaid Ma’mar ibnul Musanna mengatakan bahwa lafaz haita tidak di-tasniyah-kan, tidak di-jamak-kan, dan tidak di-muannas-kan, melainkan dapat dipakai semuanya dalam satu bentuk. Untuk itu dikatakan haita laka, haita lakum, haita lakuma, haita lakunna, dan haita lahunna.

Surat Yusuf Ayat 24

“Sungguh, perempuan itu benar-benar telah berkehendak kepadanya (Yusuf). Yusuf pun berkehendak kepadanya sekiranya dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, Kami memalingkan darinya keburukan dan kekejian. Sesungguhnya dia (Yusuf) termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih.” QS. Yusuf: 24

Sesungguhnya wanita itu telah berkehendak (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusuf pun berkehendak pula (melakukannya) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan darinya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih.

Pendapat ulama dan ungkapan mereka (yakni penafsirannya) sehubungan dengan makna ayat ini berbeda-beda. Sehubungan dengan hal ini telah disebutkan banyak riwayat oleh Ibnu Jarir dan lain-lain yang bersumber dari Ibnu Abbas, Mujahid, Sa’id ibnu Jubair, dan sejumlah ulama Salaf lain.

Menurut satu pendapat, makna yang dimaksud dengan hamma dalam ayat ini adalah bisikan hati. Demikianlah menurut riwayat Al-Bagawi, dari sebagian ulama ahli tahqiq. Kemudian Al-Bagawi sehubungan dengan hal ini mengetengahkan hadits Abdur Razzaq, dari Ma’mar, dari Hammam, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: Allah ﷻ berfirman, “Apabila hamba-Ku berniat melakukan suatu amal kebaikan, maka catatlah untuknya pahala satu amal kebaikan. Jika dia mengerjakannya, maka catatkanlah baginya sepuluh kali lipat amal kebaikannya. Dan jika dia berniat hendak melakukan suatu perbuatan buruk (dosa), lalu dia tidak mengerjakannya, maka catatkanlah satu kebaikan. Karena sesungguhnya dia meninggalkannya sebab (takut kepada)-Ku, dan jika dia mengerjakannya, maka catatkanlah satu amal keburukan.

Hadits ini diketengahkan di dalam kitab Shahihain dengan berbagai lafaz dan apa yang disebutkan di atas merupakan salah satunya. Menurut pendapat lain, makna hamma di sini ialah berniat hendak mengerjainya. Dan menurut pendapat lain, Yusuf berniat menjadikannya sebagai istrinya. Menurut pendapat lain lagi, Yusuf tidak tergiur oleh godaannya. Tetapi bila ditinjau dari segi bahasa, pendapat ini masih perlu dipertanyakan kebenarannya, menurut riwayat Ibnu Jarir dan lain-lain.

Adapun mengenai tanda yang dilihat oleh Nabi Yusuf, pendapat para ulama berbeda-beda pula. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Sa’id, Mujahid, Sa’id ibnu Jubair, Muhammad ibnu Sirin, Al-Hasan, Qatadah, Abu Saleh, Ad-Dahhak, Muhammad ibnu Ishaq dan lain-lain disebutkan bahwa Yusuf melihat gambar ayahnya Ya’qub sedang menggigit jari telunjuknya. Menurut riwayat lain yang bersumber dari Muhammad ibnu Ishaq disebutkan bahwa lalu ayah Yusuf memukul dada Yusuf. Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Yusuf melihat bayangan tuannya. Hal yang sama dikatakan oleh Muhammad ibnu Ishaq menurut riwayat sebagian di antara mereka, bahwa sesungguhnya tanda yang dilihat oleh Yusuf adalah bayangan tuannya Qiftir saat Qitfir mendekati pintu.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Waki’, dari Amu Maudud; ia mendengar Muhammad ibnu Ka’b Al-Qurazi mengatakan bahwa Yusuf mengangkat pandangan matanya ke atap rumah, tiba-tiba di atap rumah itu terdapat tulisan firman-Nya yang mengatakan: “Dan janganlah kalian mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (Al-Isra: 32) Hal yang sama diriwayatkan oleh Abu Ma’syar Al-Madani, dari Muhammad ibnu Ka’b. Abdullah ibnu Wahb mengatakan, telah menceritakan kepadaku Nafi’ ibnu Yazid, dari Abu Sakhr yang mengatakan bahwa ia mendengar Al-Qurazi mengatakan sehubungan dengan makna tanda yang dilihat oleh Yusuf. Tanda tersebut merupakan tiga ayat dari Kitabullah, yaitu firman-Nya: “Padahal sesungguhnya bagi kalian ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (perbuatan kalian).” (Al-Infithar: 10) “Kamu tidak berada dalam suatu keadaan.” (Yunus: 61), hingga akhir ayat. “Maka apakah Tuhan yang menjaga setiap diri terhadap apa yang diperbuatnya.” (Ar-Ra’d: 33), hingga akhir ayat. Nafi’ mengatakan bahwa ia mendengar Abu Hilal mengatakan hal yang sama seperti yang dikatakan oleh Al-Qurazi, tetapi ia menambahkan ayat yang keempat, yaitu firman-Nya: “Dan janganlah kalian dekati zina.” (Al-Isra: 32) Al-Auza’i mengatakan bahwa Yusuf melihat suatu ayat dari Kitabullah di tembok rumah itu yang melarangnya berbuat hal itu.

Ibnu Jarir mengatakan, pendapat yang benar adalah yang mengatakan bahwa Yusuf melihat suatu tanda dari tanda-tanda Allah yang mencegahnya untuk melaksanakan niatnya. Mungkin saja tanda itu berupa gambar ayahnya, Nabi Ya’qub; mungkin berupa gambar tuannya, mungkin pula yang dilihatnya berupa tulisan larangan pada tembok rumah itu yang melarangnya berbuat demikian. Tetapi tidak ada bukti yang kuat yang memastikan sesuatu dari tanda-tanda tersebut.

Maka yang benar adalah bila dimutlakkan sesuai dengan apa yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam ayat ini. Firman Allah ﷻ: “Demikianlah, agar Kami memalingkan kemungkaran dan kekejian darinya.” (Yusuf: 24) Yakni sebagaimana Kami memperlihatkan kepadanya suatu tanda yang memalingkannya dari apa yang diniatkannya, demikian pula Kami menjaganya dari perbuatan keji dan mungkar dalam semua urusannya. “Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih.” (Yusuf: 24) Yakni termasuk orang yang terpilih, disucikan, dan didekatkan kepadaNya; semoga salawat dan salam Allah terlimpahkan kepadanya.

Surat Yusuf Ayat 25-29

“Keduanya berlomba menuju pintu dan perempuan itu menarik bajunya (Yusuf) dari belakang hingga koyak dan keduanya mendapati suami perempuan itu di depan pintu. Dia (perempuan itu) berkata, “Apakah balasan terhadap orang yang bermaksud buruk terhadap istrimu selain dipenjarakan atau (dihukum dengan) siksa yang pedih?” QS. Yusuf: 25

“Dia (Yusuf) berkata, “Dia yang menggoda diriku.” Seorang saksi dari keluarga perempuan itu memberikan kesaksian, “Jika bajunya koyak di bagian depan, perempuan itu benar dan dia (Yusuf) termasuk orang-orang yang berdusta.” QS. Yusuf: 26

“Jika bajunya koyak di bagian belakang, perempuan itulah yang berdusta dan dia (Yusuf) termasuk orang-orang yang jujur.” QS. Yusuf: 27

“Maka, ketika melihat bajunya (Yusuf) koyak di bagian belakang, dia (suami perempuan itu) berkata, “Sesungguhnya ini adalah tipu dayamu (hai kaum wanita). Tipu dayamu benar-benar hebat.” QS. Yusuf: 28

“Wahai Yusuf, lupakanlah ini dan (wahai istriku,) mohonlah ampunan atas dosamu karena sesungguhnya engkau termasuk orang-orang yang bersalah.” QS. Yusuf: 29

Dan keduanya berlomba menuju pintu dan wanita itu menarik baju gamis Yusuf dari belakang hingga robek dan kedua-duanya mendapati suami wanita itu di muka pintu. Wanita itu berkata, “Apakah pembalasan terhadap orang yang bermaksud berbuat serong dengan istrimu, selain dipenjarakan atau (dihukum dengan) azab yang pedih?” Yusuf berkata, “Dia menggodaku agar menyerahkan diriku (kepadanya),” dan seorang saksi dari keluarga wanita itu memberikan kesaksiannya, “Jika baju gamisnya robek di muka, maka wanita itu benar dan Yusuf berdusta. Dan jika baju gamisnya robek di belakang, maka wanita itulah yang berdusta dan Yusuf benar. Maka tatkala suami wanita itu melihat baju gamis Yusuf robek di belakang, berkatalah dia, “Sesungguhnya ini adalah tipu dayamu, tipu dayamu sungguh dahsyat. Hai Yusuf, ‘Berpalinglah dari ini,’ dan kamu hai istriku mohon ampunlah atas dosamu itu, karena kamu sesungguhnya orang yang bersalah.”

Allah ﷻ menceritakan keadaan keduanya ketika keduanya berlomba mencapai pintu. Yusuf melarikan diri, sedangkan si wanita itu mengejarnya untuk mengembalikan Yusuf ke dalam rumah. Dan di saat wanita tersebut dapat mengejar Yusuf, ia lalu memegang baju gamis Yusuf dari arah belakang; karena kuatnya pegangan wanita itu dan kuatnya upaya Yusuf dalam menghindarkan diri maka baju gamisnya robek lebar. Menurut suatu pendapat, Yusuf terjatuh setelah bajunya robek, lalu ia bangkit meneruskan pelariannya, sedangkan si wanita itu tetap mengejarnya. Keduanya mendapatkan suami si wanita itu telah berada di pintu sedang berdiri.

Maka pada saat itu juga timbul niat jahat dalam diri wanita itu untuk menyelamatkan dirinya dari keadaannya yang terjepit. Maka ia membuat tipu dan makar dengan membalikkan kenyataan, yaitu bahwa Yusuflah yang memulainya, Yusuf hendak memperkosanya. Demikianlah kilah si wanita itu kepada suaminya. “Apakah pembalasan terhadap orang yang bermaksud berbuat serong dengan istrimu.” (Yusuf: 25) Yakni hendak melakukan perkosaan (perzinaan). “Selain dipenjarakan.” (Yusuf: 25) Maksudnya, disekap di dalam penjara. “Atau dihukum dengan azab yang pedih.” (Yusuf: 25) Yaitu dipukuli dengan pukulan yang keras lagi menyakitkan.

Maka pada saat itu juga Yusuf membela dirinya karena dia merasa tidak bersalah, lalu ia membersihkan dirinya dari tuduhan khianat yang dilancarkan oleh wanita itu. Yusuf berkata, “Dia merayuku untuk menyerahkan diriku (kepadanya).” (Yusuf: 26) Dalam pembelaannya Yusuf menyebutkan bahwa wanita itulah yang mengajaknya untuk berbuat mesum dan menarik baju gamisnya hingga robek. Dan seorang saksi dari keluarga wanita itu memberikan kesaksiannya, “Jika baju gamisnya koyak di muka”. (Yusuf: 26) Yakni jika baju gamis Yusuf koyak di bagian depannya. “Maka wanita itu benar.” (Yusuf: 26) Dalam ucapannya yang menyatakan bahwa Yusuf lah yang mengajaknya dan menggodanya untuk berbuat serong. Karena bila demikian, berarti Yusuf yang mengajaknya berbuat mesum, lalu ia menolak dan mendorong dada Yusuf, maka baju gamisnya robek pada bagian mukanya. Hal ini berarti si wanita itu benar dalam pengakuannya. “Dan jika baju gamisnya robek di belakang, maka wanita itulah yang berdusta dan Yusuf benar.” (Yusuf: 27) Hal ini dapat dibuktikan dengan kenyataannya, sebab di saat Yusuf lari dari wanita itu sedangkan wanita itu mengejarnya maka yang terpegang olehnya adalah baju gamis bagian belakang Yusuf.

Tujuan wanita itu hendak mengembalikan Yusuf kepadanya, tetapi Yusuf menolaknya sehingga robeklah baju Yusuf dari arah belakangnya. Para ulama berbeda pendapat sehubungan dengan pengertian saksi yang disebutkan oleh ayat, apakah dia bayi atau orang dewasa? Ada dua pendapat di kalangan para ulama tentang ini. Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: “Dan seorang saksi dari keluarga wanita itu memberikan kesaksiannya.” (Yusuf: 26) Bahwa saksi itu telah berjenggot, yakni orang dewasa.

As-Sauri telah meriwayatkan dari Jabir, dari Ibnu Abu Mulaikah, dari Ibnu Abbas, bahwa saksi itu adalah seseorang yang dekat dengan raja (orang kepercayaannya). Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Ikrimah, Al-Hasan, Qatadah, As-Saddi, Muhammad ibnu Ishaq, dan lain-lainnya, bahwa saksi itu adalah seorang lelaki dewasa. Zaid ibnu Aslam dan As-Saddi mengatakan bahwa saksi itu adalah saudara sepupu si wanita itu.

Menurut Ibnu Abbas, saksi tersebut adalah salah seorang kepercayaan raja. Ibnu Ishaq mengatakan bahwa Zulaikha – nama si wanita itu – adalah anak perempuan dari saudara perempuan Raja Ar-Rayyan ibnul Walid. Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: “Dan seorang saksi dari keluarga wanita itu memberikan kesaksiannya.” (Yusuf: 26) Bahwa saksi itu adalah seorang bayi yang masih dalam ayunan.

Hal yang sama diriwayatkan dari Abu Hurairah, Hilal ibnu Yusaf, Al-Hasan, Sa’id ibnu Jubair, dan Ad-Dahhak ibnu Muzahim, bahwa saksi itu adalah seorang bayi yang ada di dalam rumah itu. Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir. Sehubungan dengan hal ini disebutkan di dalam sebuah hadits marfu’ yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, telah menceritakan kepadaku Ata ibnus Saib, dari Sa’id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, dari Nabi ﷺ yang bersabda, “Ada tiga orang yang dapat berbicara selagi masih bayi.” Disebutkan di dalamnya bahwa di antaranya adalah saksi Nabi Yusuf. Selain Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Hammad ibnu Salamah, dari Ata, dari Sa’id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ada empat orang yang dapat berbicara ketika masih bayi, yaitu bayi lelaki Masyitah (juru rias anak perempuan Fir’aun), saksi Nabi Yusuf, saksi Juraij dan Isa ibnu Maryam.

Lais ibnu Sulaim meriwayatkan dari Mujahid, bahwa saksi itu adalah berupa perintah Allah ﷻ, bukan berupa manusia. Tetapi pendapat ini garib. Firman Allah ﷻ: “Maka tatkala suami wanita itu melihat baju gamis Yusuf robek di belakang.” (Yusuf: 28) Yaitu setelah nyata bagi suami wanita itu kebenaran Yusuf dan kebohongan istrinya dalam pengakuannya yang mendiskreditkan Yusuf. Berkatalah dia, “Sesungguhnya (kejadian) ini adalah tipu dayamu.” (Yusuf: 28) Yakni sesungguhnya kejadian ini yang mencemarkan harga diri pemuda ini (Yusuf) termasuk salah satu dari tipu daya kamu, kaum wanita.

“Sesungguhnya tipu dayamu dahsyat.” (Yusuf: 28) Kemudian suami wanita itu memerintahkan Yusuf a.s. agar menyembunyikan peristiwa ini dan tidak membicarakannya dengan orang lain. Untuk itu ia berkata: “(Hai) Yusuf, berpalinglah dari ini.” (Yusuf: 29) Maksudnya, lupakanlah peristiwa ini dan janganlah kamu membicarakannya dengan seorang pun. “Dan (kamu hai istriku) mohon ampunlah atas dosamu itu.” (Yusuf: 29) Suami wanita itu ternyata seorang yang lemah lembut dan mudah memaafkan, atau dia memaklumi perbuatan istrinya karena si istri menghadapi sesuatu yang dia tidak punya kesabaran untuk menghadapinya. Untuk itu dia berkata kepada istrinya, “Mohon ampunlah atas dosamu,” yakni dosa niat melakukan serong dengan pemuda itu (Yusuf) dan dosa menuduh pemuda itu berlaku serong, padahal si pemuda itu bersih dari niat yang dituduhkan kepadanya. Karena kamu sesungguhnya orang yang bersalah. (Yusuf: 29)”

Sumber : learn-quran.co


Yuk bagikan infonya...

About Auther:

Info Biografi

BUKU TES KEDINASAN TNI POLRI BUMN CPNS
Hello. Add your message here.