Jangan galau apabila usaha kita belum berhasil.
Jangan galau apabila doa kita belum terjawab.
Jangan galau apabila cinta kita tak terbalaskan.
Yakinlah, Allah akan menjawab semua usaha kita, semua kerja keras kita, semua doa yang kita panjatkan dan semua harap kita, pada waktu yang tepat menurut Allah. Kalaupun Allah belum memperkenankannya bukan berarti Allah tidak menyayangi kita, karena belum tentu sesuatu yang sangat kita inginkan itu baik buat kita.
Bisa jadi kita membenci sesuatu, padahal ia sangat baik bagi kita.
Bisa jadi kita menyukai sesuatu, padahal ia sangat buruk bagi kita.
Dalam kehidupan, kita sering melihat orang menjadi terhina karena kekayaannya, terhina karena jabatannya, terhina karena perilaku pasangan dan anak-anaknya. Tidak ada orang miskin yang dipenjara karena kasus korupsi, betul karena mereka tidak punya jabatan, tidak punya kewenangan untuk mengakses harta negara, bisa jadi kekurangan tersebut merupakan perlindungan atas kemuliaan martabatnya, sehingga tidak ada kesempatan untuk melakukan perbuatan yang tidak terpuji.
Kelebihan dan kekurangan yang ada dalam hidup kita hanyalah ujian, bahkan kehidupan dan kematian pun seluruhnya hanyalah ujian, untuk menguji kita, siapakah yang terbaik amalnya.
Maha suci Allah yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu, yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang paling baik amalnya. QS. Al Mulk, 1-2.
Allah menilai siapa yang terbaik amalnya, bukan yang terbaik hasilnya. Karena yang menjadi wilayah kita adalah usaha, bukan hasil. Hasil adalah hak mutlak Allah.
Berbicara tentang galau, galau merupakan realita yang senantiasa ada dalam hidup kita, anak-anak, remaja, dewasa, dan yang tua pun pernah mengalaminya. Jangan kita, Nabi Muhammad pun pernah mengalami kegalauan yang sangat, yaitu disaat Abu Thalib, paman beliau wafat. Abu Thalib adalah orang yang senantiasa melindungi Nabi Muhammad dalam perjuangannya, walaupun dia tidak masuk ke dalam agama Islam. Tiga bulan setelah wafatnya Abu Thalib, Khadijah, istri yang sangat dicintai Nabi Muhammad wafat. Khadijah adalah istri yang senantiasa mendampingi perjuangan Nabi Muhammad dalam mendakwahkan Islam. Kalau kita membuka catatan sejarah Islam, kita akan menemukan “Amul huzni” tahun kegalauan, tahun kesedihan tepatnya tahun 16 H, pada tahun tersebutlah Abu Thalib dan Khadijah wafat.
Masa lalu, itulah salah satu hal yang sering membuat kita galau. Seringkali kita galau, sedih, berduka, karena hal-hal yang telah terjadi di masa lalu. Berduka karena ditinggal kekasih, berduka karena meninggalkan kekasih yang sebenarnya masih kita cintai, menyesal karena perilaku buruk di masa lalu, menyesal karena salah memutuskan hal penting dalam kehidupan kita, berduka karena ada target-target yang belum terwujud, dan galau-galau lain yang berhubungan dengan masa lalu.
Sedih karena masa lalu sebenarnya hal yang umum dan wajar, yang tidak wajar adalah ketika kesedihan tersebut menghilangkan kebahagiaan kita hari ini, merampok seluruh hari, energi dan potensi yang ada dalam diri kita.
Semakin dalam kita memikirkan masa lalu, akan semakin rusak jiwa kita.
Karena masa lalu sudah berlalu dan sudah tidak bisa kita perbaiki lagi.
Bagaimana sebaiknya kita menyikapi masa lalu?
Dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok. QS. Al Hasyr, 18.
Dalam konteks manajemen, ayat tersebut mengajarkan kita tiga hal. Yang pertama, kita diajarkan untuk senantiasa melakukan evaluasi atas perjalanan hidup yang telah kita lalui. Yang kedua, kita diajarkan untuk menemukan feedback, menemukan umpan balik, menemukan nilai positif, menemukan hikmah di balik seluruh perjalanan hidup kita di masa lalu. Yang ketiga, kita diajarkan untuk menerapkan feedback yang kita peroleh dari masa lalu pada rencana, pada planning, pada kehidupan kita sekarang dan yang akan datang. Inilah tuntunan Al Quran bagi kita, bagaimana kita menyikapi dan mengambil pelajaran dari bagaimanapun keadaan masa lalu kita.
Jadi sebenarnya pelajaran manajemen seperti PDCA, Plan Do Check Act seperti yang diungkapkan William Edwards Deming dari Amerika Serikat sudah diajarkan oleh Allah dalam Al Quran 14 abad yang lalu.
Belum lama ini saya dinasehati oleh seorang penulis Singapura, Adam Kho, melalui bukunya “Master your mind”. Bagaimana sebaiknya kita bersikap dalam menghadapi kegagalan? Menurutnya ada tiga tipe manusia ketika mengalami kegagalan. Tipe pertama, setelah gagal dia tidak mencoba berusaha lagi, maka jadilah dia the looser, orang yang kalah. Tipe kedua, setelah gagal dia mencoba dengan cara yang sama, sudah dapat dipastikan dia juga akan menjadi the looser. Tipe ketiga, setelah gagal dia akan mencari feedback, mencari umpan balik, dan kemudian memperbaiki cara kerjanya, apabila dia gagal lagi, dia akan mencari feedback lagi dan memperbaiki cara kerjanya lagi, maka orang seperti inilah yang akan menjadi the winner, menjadi pemenang, menjadi orang yang sukses.
Jangan galau karena masa lalu, karena seburuk apapun masa lalu kita, masa depan kita masih suci.
Penulis : Ateng Hidayat
Ayo bagikan sebagai sedekah…