Tafsir Surat Al Baqarah Ayat 124

Yuk bagikan infonya...

Al-Baqarah: 124

وَإِذِ ابْتَلَى إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا قَالَ وَمِن ذُرِّيَّتِي قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ

Terjemahan

“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: “”Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia””. Ibrahim berkata: “”(Dan saya mohon juga) dari keturunanku””. Allah berfirman: “”Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim””.”

Tafsir (Ibnu Katsir)

Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman, “”Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia.”” Ibrahim berkata, “”(Dan saya mohon juga) dari keturunanku.”” Allah berfirman, “”Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim.”” Melalui ayat ini Allah mengingatkan kemuliaan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dan bahwa Allah Subhanahu wa ta’ala telah menjadikannya sebagai imam bagi umat manusia yang menjadi panutan mereka semua dalam ketauhidan. Yaitu di kala Nabi Ibrahim ‘alaihissalam menunaikan semua tugas perintah dan larangan Allah yang diperintahkan kepadanya. Karena itu, disebutkan di dalam firman-Nya: “”Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat.”” Dengan kata lain, wahai Muhammad, ceritakanlah kepada orang-orang musyrik dan kedua ahli kitab (yaitu mereka yang meniru-niru agama Nabi Ibrahim), padahal apa yang mereka lakukan bukanlah agama Nabi Ibrahim.

Karena sesungguhnya orang-orang yang menegakkan agama Nabi Ibrahim itu hanyalah engkau dan orang-orang mukmin yang mengikutimu. Ceritakanlah kepada mereka cobaan yang diberikan oleh Allah kepada Nabi Ibrahim, yaitu berupa perintah-perintah dan larangan-larangan yang ditugaskan oleh Allah kepadanya. Kemudian Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dapat menunaikannya dengan sempurna, seperti yang disebutkan di dalam firman lainnya, yaitu: dan lembaran-lembaran Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji (An-Najm: 37) Yakni Nabi Ibrahim ‘alaihissalam telah mengerjakan semua syariat yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala kepadanya dengan secara sempurna.

Allah Subhanahu wa ta’ala telah berfirman dalam ayat yang lain, yaitu: Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan), (lagi) yang mensyukuri nikmat-nikmat Allah. Allah telah memilihnya dan menunjukinya kepada jalan yang lurus. Dan Kami berikan kepadanya kebaikan di dunia. Dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh. Kemu-dian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), “”Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif”” Dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. (An-Nahl: 120-123) Katakanlah, “”Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus, (yaitu) agama yang benar, agama Ibrahim yang lurus; dan Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik.”” (Al-An’am: 161) .

Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi menyerahkan diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia dari golongan orang-orang musyrik. Sesungguhnya orang yang paling dekat kepada Ibrahim ialah orang-orang yang mengikutinya dan Nabi ini (Muhammad), serta orang-orang yang beriman (kepada Muhammad) dan Allah adalah Pelindung semua orang-orang yang beriman. (Ali Imran: 67-68) Firman Allah Subhanahu wa ta’ala, “”Bikalimatin,”” artinya dengan syariat-syariat, perintah-perintah, dan larangan-larangan. Karena sesungguhnya lafal al-kalimat itu bila disebutkan adakalanya bermakna kekuasaan, seperti yang terdapat di dalam firman-Nya: dan dia (Maryam) membenarkan kalimat (kekuasaan) Tuhannya dan kitab-kitab-Nya; dan adalah dia termasuk orang-orang yang taat. (At-Tahrim: 12) Adakalanya makna yang dimaksud ialah syariat atau peraturan, seperti pengertian yang terkandung di dalam firman-Nya: Telah sempurnalah kalimat (syariat) Tuhanmu sebagai kalimat yang benar dan adil. (Al-An’am: 115) Maksudnya, syariat-syariat-Nya; adakalanya merupakan berita yang benar dan adakalanya perintah berbuat adil, jika kalimatnya berupa perintah atau larangan.

Termasuk ke dalam pengertian al-kalimah dalam arti syariat ialah firman-Nya: Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya, (Al-Baqarah: 124) Yakni Nabi Ibrahim mengerjakannya dengan sempurna. Firman Allah Subhanahu wa ta’ala: Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh umat manusia. (Al-Baqarah: 124) Yaitu sebagai balasan dari apa yang telah dikerjakannya, mengingat Nabi Ibrahim telah menunaikan perintah-perintah Allah dan meninggalkan larangan-larangan-Nya. Untuk itu Allah menjadikannya buat seluruh umat manusia sebagai teladan dan panutan yang patut untuk ditiru dan diikuti.

Mengenai ketentuan kalimat-kalimat yang diujikan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala kepada Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, masih diperselisihkan di kalangan Mufassirin. Sehubungan dengan masalah ini telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas beberapa riwayat; antara lain oleh Abdur Razzaq, dari Ma’mar, dari Qatadah, dari Ibnu Abbas, bahwa Ibnu Abbas pernah mengatakan, “”Allah mengujinya dengan manasik-manasik (haji).”” Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Ishaq As-Subai’i, dari At-Tamimi, dari Ibnu Abbas. Abdur Razzaq mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Ma’mar, dari Ibnu Tawus, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan takwil firman-Nya: Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan). (Al-Baqarah: 124): Ibnu Abbas mengatakan bahwa Allah mengujinya dengan bersuci, yaitu menyucikan lima anggota pada bagian kepala dan lima anggota pada bagian tubuh.

Menyucikan bagian kepala ialah dengan mencukur kumis, berkumur, istinsyaq (membersihkan lubang hidung dengan air), bersiwak, dan membersihkan belahan rambut kepala. Sedangkan menyucikan bagian tubuh ialah memotong kuku, mencukur rambut kemaluan, berkhitan, mencabut bulu ketiak, serta membasuh bekas buang air besar dan buang air kecil dengan air. Ibnu Abu Hatim mengatakan, hal yang semisal telah diriwayatkan dari Sa’id ibnul Musayyab, Mujahid, Asy-Sya’bi, An-Nakha’i, Abu Saleh, dan Abul Jalad.

Menurut kami, ada sebuah hadits di dalam kitab Shahih Muslim yang pengertiannya mendekati riwayat di atas, dari Siti Aisyah yang menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: Ada sepuluh perkara yang termasuk fitrah, yaitu mencukur kumis, membiarkan janggut, siwak, menyedot air dengan hidung (istinsyaq), memotong kuku, membasuh semua persendian tulang, mencabut bulu ketiak, mencukur rambut kemaluan, dan hemat memakai air. (Perawi mengatakan) aku lupa yang kesepuluhnya, tetapi aku yakin bahwa yang kesepuluh itu adalah berkumur. Waki’ mengatakan bahwa intiqasul ma’ artinya ber-istinja (cebok). Di dalam kitab Shahihain disebutkan dari Abu Hurairah , dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah bersabda: Fitrah itu ada lima perkara, yaitu khitan, istihdad (belasungkawa), mencukur kumis, memotong kuku, dan mencabut bulu ketiak. Sedangkan lafal hadits ini berdasarkan apa yang ada dalam kitab Shahih Muslim.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Abdul Ala secara qiraat, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Ibnu Luhai’ah, dari Ibnu Hubairah, dari Hanasy ibnu Abdullah As-San’ani, dari Ibnu Abbas. Ia pernah mengatakan sehubungan dengan takwil firman-Nya: Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji oleh Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. (Al-Baqarah: 124) Menurut Ibnu Abbas, kalimat-kalimat tersebut ada sepuluh; yang enam ada pada diri manusia, sedangkan yang empat pada masya’ir (manasik-manasik haji).

Yang ada pada diri manusia ialah mencukur rambut kemaluan, mencabut bulu ketiak, dan khitan; disebutkan bahwa Ibnu Hubairah sering mengatakan bahwa ketiga hal itu adalah satu. Kemudian memotong kuku, mencukur kumis, bersiwak serta mandi pada hari Jumat. Sedangkan yang empatnya ialah yang ada pada manasik-manasik, yaitu tawaf, sa’i antara Safa dan Marwah, melempar jumrah, dan tawaf ifadah.

Daud ibnu Abu Hindun meriwayatkan dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa Ibnu Abbas pernah mengatakan, “”Tiada seorang pun yang diuji dengan peraturan agama ini, lalu ia dapat menunaikan kesemuanya, selain Nabi Ibrahim.”” Allah Subhanahu wa ta’ala telah berfirman: Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat, lalu Ibrahim menunaikannya. (Al-Baqarah: 124); Aku (Ikrimah) bertanya kepadanya (Ibnu Abbas), “”Apakah kalimat-kalimat yang diujikan oleh Allah kepada Nabi Ibrahim, lalu Ibrahim menunaikannya?”” Ibnu Abbas menjawab, “”Islam itu ada tiga puluh bagian; sepuluh bagian di antaranya terdapat di dalam surat Al-Baraah (surat At-Taubah), yaitu di dalam firman-Nya, ‘Orang-orang yang bertobat dan orang-orang yang beribadah’ (At-Taubah: 112), hingga akhir ayat.

Sepuluh lainnya berada pada permulaan surat Al-Muminun, dan dalam firman-Nya, ‘Seseorang telah meminta kedatangan azab yang akan menimpa’ (Al-Ma’arij: 1). Sepuluh terakhir berada di dalam surat Al-Ahzab, yaitu firman-Nya, ‘Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim’ (Al-Ahzab: 35), hingga akhir ayat. Ternyata Nabi Ibrahim dapat menunaikan semuanya dengan sempurna, lalu dicatatkan baginya bara-ah. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman, ‘Dan lembaran-lembaran Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji (An-Najm: 37).”” Demikian pula menurut riwayat Imam Hakim, Abu Ja’far ibnu Jarir, dan Abu Muhammad ibnu Abu Hatim berikut sanad-sanad mereka sampai kepada Daud ibnu Hindun dengan lafal yang sama, sedangkan lafal riwayat di atas berdasarkan apa yang ada pada Ibnu Abu Hatim.

Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan dari Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Sa’id atau Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa beberapa kalimat yang diujikan oleh Allah SWT kepada Nabi Ibrahim, lalu Nabi Ibrahim menunaikannya dengan sempurna ialah: Berpisah dengan kaumnya karena Allah ketika Allah memerin-tahkan agar dia berpisah dari mereka; perdebatan yang dilakukannya terhadap Raja Namruz ketika ia membela agamanya yang bertentangan dengan agama Raja Namruz; kesabaran Nabi Ibrahim dan keteguhan hatinya ketika ia dilemparkan ke dalam api oleh mereka demi membela agamanya; setelah itu ia berhijrah dari tanah tumpah darah dan negeri tercintanya karena Allah, yaitu ketika ia diperintahkan oleh Allah untuk hijrah meninggalkan kaumnya; juga ketika dia mengerjakan perintah Allah yang menyuruhnya untuk menghormati para tamu serta bersikap sabar menghadapi mereka dengan jiwa dan harta bendanya sendiri; dan ujian lainnya, yaitu ketika dia diperintahkan oleh Allah untuk menyembelih putra kesayangannya.

Ketika Nabi Ibrahim mengerjakan semua ujian Allah itu dengan ikhlas, maka Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman kepadanya: “”Tunduk patuhlah!”” Ibrahim menjawab, “”Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam”” (Al-Baqarah: 131) Yakni tunduk patuh mengerjakan perintah Allah, sekalipun berten-tangan dengan kaumnya dan rela berpisah dengan mereka. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa’id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ulyah, dari Abu Raja, dari Al-Hasan (yakni Al-Basri) sehubungan dengan takwil firman-Nya: Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. (Al-Baqarah: 124) Allah mengujinya dengan bintang-bintang, ia bersabar; mengujinya dengan bulan, ia bersabar; mengujinya dengan matahari, ia bersabar; mengujinya dengan hijrah, ia bersabar; mengujinya dengan khitan, ia bersabar; dan mengujinya dengan anaknya (menyembelihnya), ia bersabar.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnu Mu’az, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Zurai’, telah menceritakan kepada kami Sa’id, dari Qatadah yang mengatakan bahwa Al-Hasan pernah berkata, “”Ya, demi Allah, sesungguhnya Allah telah mengujinya dengan suatu perkara, maka ia bersabar dalam menunaikannya. Allah Subhanahu wa ta’ala mengujinya dengan bintang-bintang, matahari, dan bulan; maka ia menunaikan ujiannya itu dengan baik dan menyimpulkan dari ujian tersebut bahwa Tuhannya adalah Zat Yang Mahaabadi dan tidak akan lenyap.

Dia menghadapkan wajahnya kepada Tuhan Yang Menciptakan langit dan bumi seraya mencintai agama yang hak dan menjauhi kebatilan; dia bukan termasuk orang-orang yang musyrik. Kemudian Allah mengujinya dengan hijrah, ia keluar meninggalkan negeri tercintanya dan kaumnya hingga sampai di negeri Syam dalam keadaan berhijrah kepada Allah Subhanahu wa ta’ala Allah mengujinya pula dengan api sebelum hijrah, ternyata dia bersabar menghadapinya. Allah mengujinya dengan perintah menyembelih anaknya serta berkhitan, maka dia menunaikan semuanya itu dengan penuh kesabaran.

Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma’mar, dari orang yang pernah mendengar Al-Hasan berkata sehubungan dengan tafsir firman-Nya: Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan). (Al-Baqarah: 124) Allah mengujinya dengan perintah menyembelih anaknya, dengan api, bintang-bintang, matahari, dan bulan. Abu Ja’far ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Salam ibnu Qutaibah, telah menceritakan kepada kami Abu Hilal, dari Al-Hasan sehubungan dengan tafsir firman-Nya: Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan). (Al-Baqarah: 124) Bahwa Allah mengujinya dengan bintang-bintang, matahari, dan bulan; maka Allah menjumpainya sebagai orang yang sabar.

Al-Aufi mengatakan di dalam kitab tafsirnya, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan tafsir firman-Nya: Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat, lalu Ibrahim menunaikannya. (Al-Baqarah: 124) Di antara kalimat-kalimat yang diujikan kepadanya disebutkan di dalam firman-Nya: Allah berfirman, “”Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia.” (Al-Baqarah: 124) Antara lain disebutkan di dalam firman-Nya: Dan (ingatlah) ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail. (Al-Baqarah: 127) Di antaranya lagi disebutkan di dalam ayat-ayat yang menceritakan tentang maqam yang dijadikan buat Nabi Ibrahim dan rezeki yang diberikan kepada penduduk Baitullah, serta Nabi Muhammad diutus dengan membawa agama Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Muhammad ibnus Sabah, telah menceritakan kepada kami Syababah, dari Warqa, dari Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid sehubungan dengan takwil firman-Nya: Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. (Al-Baqarah: 124) Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman kepada Nabi Ibrahim, “”Sesungguhnya Aku akan mengujimu dengan suatu perintah. Perintah apakah itu?”” Ibrahim menjawab, “”Aku memohon semoga Engkau menjadikan diriku imam bagi umat manusia.”” Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman, “”Ya.”” Lalu Ibrahim berkata: (Dan aku mohon juga) dari keturunanku. Allah berfirman, “”Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim.”” (Al-Baqarah 124) Ibrahim ‘alaihissalam berkata, “”Semoga Engkau jadikan rumah ini (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia.”” Allah menjawab, “”Ya.”” Ibrahim berkata, “”Dan juga sebagai tempat yang aman.”” Allah menjawab, “”Ya.”” Ibrahim berkata, “”Dan semoga Engkau menjadikan kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau, dan jadikanlah pula di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau.”” Allah menjawab, “”Ya.””

Ibrahim ‘alaihissalam berkata, “”Semoga Engkau memeri rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman kepada Allah.”” Allah menjawab, “”Ya.”” Ibnu Abu Nujaih berkata, ia mendengar riwayat ini dari Ikrimah, lalu menunjukkannya kepada Mujahid, ternyata Mujahid tidak memprotesnya. Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir bukan hanya dari satu jalur, melalui Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid. Sufyan Ats-Tsauri mengatakan dari Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid sehubungan dengan takwil firman-Nya: Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat, lalu Ibrahim menunaikannya. (Al-Baqarah: 124) Nabi Ibrahim ‘alaihissalam diuji dengan apa yang disebutkan dalam ayat-ayat berikutnya, yaitu: Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia. Ibrahim berkata, “”(Dan aku mohon juga) dari keturunanku.”” Allah berfirman, “”Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim. (Al-Baqarah: 124) Abu Ja’far Ar-Razi meriwayatkan dari Ar-Rabi’ ibnu Anas sehubungan dengan takwil firman-Nya: Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat. (Al-Baqarah: 124) Nabi Ibrahim ‘alaihissalam diuji dengan ayat-ayat yang sesudahnya, yaitu firman-Nya: Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia. (Al-Baqarah: 124); Dan (ingatlah) ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. (Al-Baqarah: 125); Firman-Nya yang lain: Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat shalat. (Al-Baqarah: 125) Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail. (Al-Baqarah: 125), hingga akhir ayat.

Dan (ingatlah) ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail. (Al-Baqarah 127), hingga akhir ayat. Semua itu merupakan kalimat-kalimat yang diujikan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala kepada Nabi Ibrahim ‘alaihissalam As-Suddi mengatakan, kalimat-kalimat yang diujikan kepada Nabi Ibrahim oleh Tuhannya ialah yang disebutkan di dalam firman-Nya: Ya Tuhan kami, terimalah dari kami (amalan kami). Sesungguh-nya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk pa-tuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau sampai dengan firman-Nya Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang rasul dari kalangan mereka. (Al-Baqarah: 127-129) Al-Qurthubi meriwayatkan atsar berikut juga disebutkan di dalam kitab Muwatta’ dan kitab-kitab lainnya dari Yahya ibnu Sa’id, bahwa ia pernah mendengar Sa’id ibnul Musayyab mengatakan, “”Ibrahim adalah orang yang mula-mula berkhitan, yang mula-mula menghormati tamu, yang mula-mula memotong kuku, yang mula-mula mencukur kumis, dan yang mula-mula beruban.

Ketika ia melihat uban (di kepalanya), berkatalah ia, ‘Wahai Tuhanku, apakah ini?’ Allah Subhanahu wa ta’ala menjawab, ‘Keagungan.’ Ibrahim berkata, ‘Wahai Tuhanku, tambahkanlah keagungan pada diriku’.”” Ibnu Abu Syaibah meriwayatkan dari Sa’d ibnu Ibrahim, dari ayahnya yang mengatakan bahwa orang yang mula-mula berkhutbah di atas mimbar adalah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam Sedangkan yang lainnya mengatakan bahwa orang yang mula-mula mengadakan pos adalah Nabi Ibrahim. Dia orang yang mula-mula memukul dengan pedang, yang mula-mula bersiwak, yang mula-mula bebersih memakai air, dan yang mula-mula memakai celana.

Diriwayatkan dari Mu’az ibnu Jabal bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: Jika aku membuat mimbar, maka sesungguhnya ayahku Ibrahim pernah membuatnya; dan jika aku memakai tongkat, maka sesungguhnya ayahku Ibrahim pernah memakainya. Menurut kami (penulis) hadits ini tidak dapat dibuktikan sumbernya, wallahu a’lam. Kemudian Al-Qurthubi mulai membahas hukum-hukum syara’ yang berkaitan dengan barang-barang tersebut. Abu Ja’far ibnu Jarir mengatakan, kesimpulannya dapat diringkas seperti berikut: Boleh juga makna yang dimaksud dari kalimat-ka-imat ini adalah semua yang telah disebutkan di atas, boleh pula sebagian darinya, tetapi tidak dapat menetapkan sesuatu pun darinya, lalu dikatakan bahwa inilah yang dimaksud secara tertentu, kecuali jika ada dalil dari hadits atau ijma’.

Selanjutnya Abu Ja’far ibnu Jarir mengatakan, “”Sehubungan dengan masalah ini tidak ada hadits shahih yang dapat dijadikan sebagai sandarannya, baik yang dinukil oleh jamaah ataupun oleh seorang perawi.”” Selain Ibnu Jarir mengatakan, hanya saja memang telah diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dua buah hadits yang mempunyai makna semisal dengan hadits ini. Salah satu di antaranya ialah apa yang diceritakan kepada kami oleh Abu Kuraib: [: 37] [: 17] telah menceritakan kepada kami Rasyid ibnu Sa’d, telah menceritakan kepadaku Zaban ibnu Fa-id, dari Sahl ibnu Mu’az ibnu Anas yang mengatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: Ingatlah, akan aku ceritakan kepada kalian mengapa Allah menamakan Ibrahim kekasih-Nya dengan sebutan orang yang selalu menunaikan janji! Hal ini tiada lain karena setiap pagi dan petang ia selalu mengucapkan, “”Maka bertasbihlah kepada Allah di waktu kalian berada di petang hari dan waktu kalian berada di waktu subuh, dan bagi-Nyalah segala puji di langit dan di bumi; dan di waktu kalian berada pada petang hari dan di waktu kalian berada di waktu lohor.”” (Ar-Rum: 17-18).

Sedangkan hadits lainnya diceritakan kepada kami oleh Abu Kuraib: telah menceritakan kepada kami Al-Hasan, dari Atiyyah, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Ja’far ibnuz Zubair, dari Al-Qasim, dari Abu Umamah yang menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: Dan lembaran-lembaran Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji (An-Najm: 37). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “”Tahukah kalian, apa artinya orang yang selalu menyempurnakan janji?”” Mereka menjawab, “”Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.”” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “”Dia selalu menyempurnakan (mengerjakan) amal hariannya, yaitu empat rakaat di siang hari.”” Adam meriwayatkan pula hadits ini di dalam kitab tafsirnya, dari Hammad ibnu Salamah dan Abdu ibnu Humaid, dari Yunus ibnu Muhammad, dari Hammad ibnu Salamah, dari Ja’far ibnuz Zubair dengan lafal yang sama.

Selanjutnya Ibnu Jarir menilai dha’if kedua hadits ini. Menurutnya, tidak boleh mengetengahkan kedua hadits tersebut kecuali bila disebutkan dengan jelas predikat dha’if-nya dari berbagai segi, karena sesungguhnya kedua sanad ini mengandung bukan hanya seorang yang dha’if, selain itu di dalam matan (materi) hadisnya terdapat hal-hal yang menunjukkan kelemahannya. Selanjutnya Ibnu Jarir mengatakan, seandainya ada seseorang berkata bahwa sesungguhnya pendapat yang dikatakan oleh Mujahid Abu Saleh dan Ar-Rabi’ ibnu Anas lebih mendekati kebenaran dibandingkan pendapat yang dikatakan oleh selain mereka, berarti pendapat tersebut merupakan mazhab tersendiri, mengingat firman-Nya: Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia. (Al-Baqarah: 124) dan firman-Nya: Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail, “”Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf.”” (Al-Baqarah: 125), hingga akhir ayat. demikian pula semua ayat yang semakna pembahasannya, berkedudukan sebagai keterangan dari makna kalimat-kalimat yang disebutkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala sebagai mata ujian buat Nabi Ibrahim ‘alaihissalam Menurut kami, pendapat yang mula-mula dikatakan olehnya (Ibnu Jarir) yaitu bahwa beberapa kalimat tersebut mencakup semua hal yang disebutkan merupakan pendapat yang lebih kuat daripada pendapat ini yang dia katakan dari pendapat Mujahid dan orang-orang yang sependapat dengannya. Dikatakan demikian karena konteks dari pembahasan masalah ini mempunyai pengertian yang berbeda dengan apa yang mereka katakan.

Firman Allah Subhanahu wa ta’ala: Ibrahim berkata, “”(Dan aku mohon juga) dari keturunanku.”” Allah berfirman, “”Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim (Al-Baqarah: 124) Ketika Allah Subhanahu wa ta’ala hendak menjadikan Ibrahim sebagai imam untuk seluruh umat manusia, Ibrahim memohon kepada Allah, hendaknya para imam sesudahnya terdiri atas kalangan keturunannya. Maka Allah memperkenankan apa yang dimintanya itu dan memberitahukan kepadanya bahwa kelak di antara keturunannya terdapat orang-orang yang zalim, dan janji Allah tidak akan mengenai mereka yang zalim itu; mereka tidak akan menjadi imam dan tidak dapat dijadikan sebagai panutan yang diteladani.

Dalil yang menunjukkan bahwa permintaan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dikabulkan ialah firman Allah Subhanahu wa ta’ala di dalam surat Al-‘Ankabut, yaitu: Dan Kami jadikan kenabian dan Al-Kitab pada keturunannya. (Al-‘Ankabut: 27) Maka setiap nabi yang diutus oleh Allah Subhanahu wa ta’ala dan setiap kitab yang diturunkan Allah sesudah Nabi Ibrahim, semuanya itu terjadi di kalangan anak cucu keturunannya. Mengenai makna firman-Nya: Allah berfirman, “”Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim.”” (Al-Baqarah: 124) Mereka berbeda pendapat dalam menakwilkannya. Khasif mengatakan dari Mujahid sehubungan dengan takwil firman-Nya: Allah berfirman, “”Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim.”” (Al-Baqarah: 124) Kelak di antara anak cucu keturunanmu terdapat orang-orang yang zalim. Ibnu Abu Nujaih mengatakan dari Mujahid sehubungan dengan takwil firman-Nya ini, bahwa Aku tidak akan mengangkat orang yang zalim menjadi imam-Ku.

Menurut riwayat yang lain, Aku tidak akan menjadikan imam yang zalim sebagai orang yang diikuti. Sufyan meriwayatkan dari Mansur, dari Mujahid sehubungan dengan takwil firman-Nya: Allah berfirman, “”Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim.”” (Al-Baqarah: 124) Maksudnya, imam yang zalim tidak akan menjadi orang yang diikuti. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Malik ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Mansur, dari Mujahid sehubungan dengan takwil firman-Nya: (Dan saya mohon juga) dari keturunanku. (Al-Baqarah: 124) Orang yang saleh dari kalangan mereka akan Aku jadikan sebagai imam yang diikuti; orang yang zalim dari kalangan mereka tidak Aku jadikan demikian, dan tiada nikmat baginya.

Sa’id ibnu Jubair mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya, “”Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim”” (Al-Baqarah: 124). Makna yang dimaksud ialah orang yang musyrik bukanlah imam yang zalim, yakni tidak akan ada imam yang musyrik. Ibnu Juraij meriwayatkan dari ‘Atha’ sehubungan dengan takwil firman-Nya: Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia. (Al-Baqarah: 124) Lalu Ibrahim berkata, “”Dan aku memohon juga dari keturunanku menjadi imam.”” Maka Allah Subhanahu wa ta’ala menolak menjadikan imam yang zalim dari keturunannya. Aku (Ibnu Juraij) bertanya kepada ‘Atha’, “”Apakah yang dimaksud dengan al-‘ahdu?”” ‘Atha’ menjawab, “”Perintah Allah.”” Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Tsaur Al-Qaisari dalam surat yang ditujukannya kepadaku, bahwa telah menceritakan kepada kami Al-Faryabi, telah menceritakan kepada kami Ismail, telah menceritakan kepada kami Samak ibnu Harb, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman kepada Nabi Ibrahim, “”Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia.””

Ibrahim ‘alaihissalam menjawab, “”Dan aku mohon juga dari keturunanku.”” Pada mulanya Allah menolak, kemudian berfirman: Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim. (Al-Baqarah:124) Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan dari Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Sa’id atau Ikrimah, dari Ibnu Abbas, sehubungan dengan takwil firman-Nya: Ibrahim berkata, “”(Dan aku mohon juga) dari keturunanku.””” Allah berfirman, “”Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim. (Al-Baqarah: 124) Ayat ini merupakan pemberitahuan kepadanya bahwa di antara keturunannya kelak akan ada orang yang zalim; dia tidak akan memperoleh janji ini, dan udaklah layak bagi Allah menguasakan sesuatu pun dari perintah-Nya kepada orang yang zalim itu, sekalipun orang yang zalim itu berasal dari keturunannya.

Hanya orang baik dari kalangan keturunannyalah yang akan memperoleh doa ini dan sampai kepadanya apa yang dimaksud dari doanya itu. Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim. (Al-Baqarah: 124) Tidak ada perintah bagimu untuk menaati (mendoakan) orang yang berbuat kezaliman dalam sepak terjangnya. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq, te-ah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Abdullah, dari Israil, dari Muslim Al-A’war, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan takwil firman-Nya: Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim. (Al-Baqarah: 124) Yaitu tidak ada janji bagi orang-orang yang zalim.

Jika engkau mengadakan perjanjian dengannya, maka batallah (rusaklah) perjanjian itu. Hal yang semisal telah diriwayatkan dari Mujahid, ‘Atha’, dan Muqatil ibnu Hayyan. Ats-Tsauri meriwayatkan dari Harun ibnu Antrah, dari ayahnya yang mengatakan bahwa bagi orang yang zalim tiadalah janji yang ditaati. Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma’mar, dari Qatadah, tentang takwil firman-Nya: Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang-orang yang zalim. (Al-Baqarah: 124) Janji Allah tidak akan mengenai orang-orang yang zalim kelak di akhirat.

Adapun di dunia, adakalanya orang yang zalim mendapatkannya hingga ia beroleh keamanan, dapat makan dan hidup berkat janji tersebut. Hal yang sama dikatakan oleh Ibrahim An-Nakha’i, ‘Atha’, Al-Hasan, dan Ikrimah. Ar-Rabi’ ibnu Anas mengatakan, janji Allah yang ditetapkan-Nya kepada hamba-hamba-Nya ialah agama-Nya. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman bahwa orang-orang yang zalim tidak berada pada jalan agama-Nya. Hal ini ditegaskan di dalam firman-Nya: Kami limpahkan keberkatan atasnya dan atas Ishaq. Dan di antara anak cucunya ada yang berbuat baik dan ada (pula) yang zalim terhadap dirinya sendiri dengan nyata. (Ash-Shaffat: 113) Yakni tidak semua keturunanmu, wahai Ibrahim, berada pada jalan kebenaran.

Hal yang sama diriwayatkan dari Abul Aliyah, ‘Atha’, Muqatil, dan Ibnu Hayyan. Juwaibir meriwayatkan dari Dahhak, bahwa tidak memperoleh ketaatan kepada-Ku orang yang menjadi musuh-Ku, yaitu orang yang durhaka kepada-Ku; dan Aku tidak akan mengenakan-nya kecuali hanya kepada seorang kekasih yang taat kepada-Ku. Al-Hafidzh Abu Bakar ibnu Mardawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Muhammad ibnu Hamid, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdullah ibnu Sa’id Ad-Damgani, telah menceritakan kepada kami Waki’, dari Al-A’masy, dari Sa’id ibnu Ubaidah, dari Abu Abdur Rahman As-Sulami, dari Ali ibnu Abu Thalib, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bersabda sehubungan dengan makna firman-Nya: Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim. (Al-Baqarah: 124) Bahwa makna yang dimaksud ialah: Tidak ada ketaatan kecuali dalam kemakrufan (kebajikan).

As-Suddi mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang-orang yang zalim. (Al-Baqarah: 124) Yang dimaksud dengan ahdi ialah kenabian-Ku. Demikianlah pendapat Mufassirin Salaf mengenai ayat ini menurut apa yang telah dinukil oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim. Ibnu Jarir memilih pendapat yang mengatakan bahwa ayat ini sekalipun makna lahiriahnya menunjukkan tidak akan memperoleh janji Allah, yakni kedudukan imam, seorang yang zalim, tetapi di dalamnya ter-kandung pemberitahuan dari Allah Subhanahu wa ta’ala kepada Nabi Ibrahim keka-sih-Nya; kelak akan dijumpai di kalangan keturunanmu orang-orang yang menganiaya dirinya sendiri, seperti yang telah disebutkan ter-dahulu dari Mujahid dan lain-lainnya. Ibnu Khuwaiz Mindad Al-Maliki mengatakan, orang yang zalim tidak layak menjadi khalifah, hakim, mufti, saksi, tidak layak pula sebagai perawi. #learnquran

Al Baqarah

Indeks Tema Al Baqarah

DAFTAR ISI


Yuk bagikan infonya...

About Auther:

Info Biografi

BUKU TES TNI POLRI AKMIL AKPOL 2024
Hello. Add your message here.