MUJAHADAH, PERANG TERHADAP NAFSU 

Yuk bagikan infonya...

islamic-art-53

Yaitu hendaknya seorang Muslim mengetahui bahwa musuh bebuyutannya adalah nafsu (diri)nya sendiri. Nafsu menurut tabi’atnya selalu condong kepada keburukan, dan lari dari kebaikan serta senantiasa menyuruh kepada kejelekan. Allah SWT berfirman (tentang perkataan hambaNya)

“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan.” (Yusuf: 53).

Nafsu (jiwa) menyukai santai-santai (leha-leha) dan menganggur, larut bersama hawa nafsu, dilalaikan oleh keinginan-keinginan sementara meskipun di dalanmya terdapat kebinasaan dan kesengsaraannya.

Apabila seorang Muslim mengetahui hal ini, niscaya dia akan menyiapkan dirinya kemudian mengumumkan peperangan terhadapnya, mengangkat senjata untuk memeranginya, bercita-cita tetap untuk melawan kebodohannya dan memerangi syahwatnya.

Apabila nafsu itu menyukai leha-leha, maka dia membuatnya lelah (dengan mengalihkannya ke aktivitas yang positif, Ed.T). Apabila nafsu itu menginginkan syahwatnya, maka dia menghalanginya. Apabila ia teledor dalam menjalankan ketaatan atau kebaikan, maka dia menghukum dan mencelanya, kemudian memerintahkannya untuk mengerjakan apa yang telah diteledorkalnnya lalu mengqadha’ apa yang telah luput atau hilang darinya. Dia menerapkan pendidikan ini kepadanya sehingga jiwanya menjadi tenang, bersih dan baik. Inilah tujuan mujahadah nafs (perang terhadap nafsu atau jiwa). Firman Allah SWT,

“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang berbuat baik.” (Al-‘Ankabut: 69)

Seorang Muslim -ketika memerangi nafsu (jiwa)nya di jalan Allah agar jiwanya itu baik, bersih, suci, tentram dan layak menjadi pemilik kemuliaan Allah SWT dan keridhaanNya- mengetahui bahwa hal itu merupakan kebiasaan orang-orang shalih dan jalan orang-orang yang beriman dengan sebenarnya, maka dia akan mengikuti jalan mereka dan menelusuri jejak-jejak mereka. Rasulullah SAW melakukan shalat malam sehingga kedua telapak kaki beliau yang mulia bengkak, beliau pernah ditanya mengapa melakukan seperti itu, maka beliau bersabda, “Tidak senangkah aku menjadi hamba yang bersyukur?” [Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 1130]

Perjuangan macam apa yang lebih besar daripada perjuangan ini, demi Allah (tidak ada), Ali RA pernah bercerita tentang para sahabat Rasulullah SAW beliau berkata, “Demi Allah, aku melihat para sahabat Muhammad SAW dan tidak ada sesuatu pun yang menyamai mereka, pada pagi harinya mereka dalam keadaan kusut, berdebu dan kekuning-kuningan (pucat pasi); sungguh mereka telah menghidupkan malam hari dengan sujud dan shalat, membaca Kitab Allah dengan berganti-ganti mengistirahatkan antara kaki mereka dan dahi-dahi mereka. Apabila disebutkan nama Allah, mereka bergoyang laksana bergoyangnya pepohonan di hari yang berangin dan air mata mereka menetes sehingga membasahi baju mereka.”

Abu ad-Darda’ RA berkata, “Seandainya kalau bukan karena tiga perkara, maka saya tidak ingin hidup meskipun sehari: Dahaga untuk Allah pada siang hari yang panas (maksudnya puasa), sujud kepadaNya di tengah malam dan duduk-duduk dengan suatu kaum yang memilih perkataan yang paling baik sebagaimana memilih buah yang paling baik.”

Umar bin al-Khaththab RA mencaci dirinya karena ketinggalan Shalat Ashar secara berjamaah, lalu bersedekah dengan sebidang tanah seharga dua ratus ribu dirham karenanya. Abdullah bin Umar RA ketika beliau ketinggalan suatu shalat secara berjamaah, maka beliau menghidupkan malam harinya (dengan shalat malam) semalam suntuk; pada suatu hari beliau ketinggalan Shalat Maghrib sehingga terbitlah dua bintang lalu beliau memerdekakan dua budak sahaya.

Ali RA berkata, “Semoga Allah merahmati kaum-kaum yang mana manusia mengira bahwa mereka sedang sakit padahal mereka tidak sakit.” Demikian itu karena dampak dari mujahadah nafs. Rasulullah SAW bersahda,

“Sebaik-baik manusia adalah yang panjang umurnya dan baik amalnya.” [Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, no. 2329 dan beliau menghasankannya]

Uwais al-Qarni RA berkata, “Malam ini adalah malam rukuk”, maka beliau menghidupkan semalam suntuk dalam rukuk. Malam berikutnya, beliau berkata, “Malam ini adalah malam sujud”, maka beliau menghidupkan semalam suntuk dalam sujud.

[Atsar-atsar yang baik ini diriwayatkan oleh al-Imam al-Ghazali di dalam al-Ihya’]

Tsabit al-Bunani berkata, “Aku menjumpai banyak laki-laki, salah seorang dari mereka shalat sehingga ia tidak mampu mendatangi tempat tidurnya melainkan dengan merangkak; ada yang shalat malam sehingga kedua kakinya bengkak karena lamanya berdiri, dia mencapai kesungguhan dalam beribadah dengan kesungguhan yang kalau dikatakan kepadanya, “Kiamat akan terjadi esok hari” maka dia tidak dapat menambah (ibadahnya) lagi. Dan apabila datang musim dingin, ia berdiri di atas atap rumah yang datar agar ditimpa hawa dingin sehingga tidak tidur, dan apabila datang musim panas, ia berdiri di bawah atap sehingga hawa panas menghalanginya dari tidur; dan ada sebagian dari mereka yang meninggal dunia dalam keadaan sujud.

lstri Masruq RA berkata, “Dahulu tidaklah Masruq didapatkan melainkan pasti kedua betisnya dalam keadaan bengkak karena lamanya berdiri dalam shalat. Demi Allah, seandainya aku (shalat bersamanya) pasti aku duduk di belakangnya sedangkan dirinya masih berdiri shalat, lalu aku menangis karena iba terhadapnya.”

Ada seorang di antara mereka yang ketika umurnya telah mencapai empat puluh tahun, ia melipat kasurnya lalu tidak tidur di atasnya selamanya.

Diriwayatkan bahwasanya seorang wanita shalihah dari kalangan orang-orang shalih terdahulu, dipanggil dengan nama “Ujrah si buta” apabila tiba waktu sahar (waktu sebelum terbitnya fajar Shubuh) ia menyeru dengan suaranya yang parau (sedih), “KepadaMu-lah orang-orang yang beribadah menerjang kegelapan malam, mereka berlomba-lomba menuju rahmatMu dan keluasan ampunanMu. KepadaMu-lah wahai Ilahi, aku meminta, bukan kepada selainMu, semoga Engkau menjadikan diriku dalam golongan pertama (as-Sabiqin), Engkau mengangkatku di sisiMu di dalam ‘Illiyyin, pada derajat orang-orang yang didekatkan (muqarrabin), dan Engkau kumpulkan diriku dengan hamba-hambaMu yang shalih. Sesungguhnya Engkau sebaik-baik Dzat Yang Maha Penyayang, seagung-agung Dzat Yang Mahaagung dan semulia-mulia Dzat Yang Mahamulia, Wahai Dzat Yang Mahamulia”, kemudian ia menyungkur sujud, terus menerus berdoa dan menangis hingga terbit fajar Shubuh.

Referensi : Syaikh Abu Bakar Jabir Al Jaza’iri, Minhajul Muslim, Darul Haq, Jakarta, 2016

Ayo bagikan sebagai sedekah…


Yuk bagikan infonya...

About Auther:

Info Biografi

BUKU TES TNI POLRI AKMIL AKPOL 2024
Hello. Add your message here.